Selasa, 10 Oktober 2017

Waktu Wisuda, Lulus Kuliah


~ Ini tulisan tahun 2009 setelah lulus kuliah ~

Tak terasa masa – masa kuliah telah berakhir. 3 tahun ku makan bangku kuliah (itu cuma ungkapan, emangnya saya orang banten apa) yang pasti segala hal tak kan terlupakan mulai dari pelantikan hingga saat diwisuda. 2 momen tersebut lagu himne polban dikumandangkan. Namun tidak hanya momen itu saja yang berkesan, buatku segalanya akan selalu tercatat dalam pikiranku.

Masa – masa ospek salah satunya. Waktu itu saya kebagean di gugus 9 yaitu gugus sumsel kalo ga salah kelompoknya bantaeng. Saat itu untuk ketiga kalinya sepanjang hidupku rambutku terpaksa dibotakin, . . .eh kepalaku bukan rambutku soalnya mana ada rambut botak yang ada kepala botak. Tapi yang pasti gara – gara dibotakin setelah tumbuh rambutuku jadi agak sedikit kriting ( ga usah ketawa …!). Saat ospek, namanya morposa saat itu, kita disuruh bawa ini itu, kalo nggak bawa dapet hukuman, terus disuruh lari lagi dari tanjakkan polban sampai lapangan basket. Saat maba pada ngumpul di pendopo tiba – tiba pintu samping pendopo didobrak dan berhasil dibobol oleh sekawanan orang berbaju merah (itu kalo gak maling paling penonton yang ga kebagean tiket). Uups. . . . ternyata bukan, itu timdis yang namanya begal yang dikomandoi oleh seorang patih. Waktu maba pada disuruh manggil patih ada yang bilang papih papih papih. . . . .hahaha. Begal tuh selalu ngebentak – bentak sampe muncrat – muncrat, walaupun pas hari terakhir ospek dah pada serak. Tapi yg paling ngenesin sih disuruh tutup mata tutup telinga lama banget sampe pegel. Uah . . . .dasar begal. Tapi tak ape lah justru dengan begitu malah jadi kenangan.

Ospek jurusan juga ga jauh beda malah sadisnya banyak lagi da maba yg ikutan mapan mabim cuma sebagian. Asalnya bukan saya ketua kelompoknya tapi da yg laen pada ga ada jadi weh jadi ketua kelompok. Kalo sadis datang ampir setiap orang didatengin apalagi kalo ada yang salah dikit aja langsung dikerumunin. Permisi begal. . . . hahaha ada yang salah kaya gitu langsung dikerumunin. Waktu itu disuruh makan jengkol rasa coki2 lagi trus terakhir kotor – kotoran. Tapi pas mabim beres pas pelantikannya serasa merdeka.

Hari pertama kuliah ku liat jadwal di gedung A ternyata pelajaran Gamtek di studio gambar. Waktu itu belom tau P2T dimana tapi ikutin aja yang laen. Pelajaran Gamtek (gambar teknik, bukan gagam teknologi loh) merupakan pelajaran yang paling rajin ngasih tugas. Hari pertama aja udah ada tugas walaupun tugas pertamanya kaya tugas sd Cuma tulis huruf – huruf serapi mungkin. Aduuuuh. . .kalo waktu sd mah di buku elok. Tugas – tugas berikutnya semakin merepotkan dari mulai A4,A3,A2, sampai A1. Bebebebe. . . . .wekend begadang wae ngerjain gamtek sambil nonton bola. Yang bikin repot tuh di lembar A1 pinggang ampe pegel.

Abiz pelajaran gamtek tuh pelajaran BB (bahan bangunan), tapi istirahat dulu sajam. Biasanya sih dulu mah di asrama sambil makan bekelan dihiasi suara lolongan anjing dari perumahan RSS dekat POLBAN. O ia tau ga sih sobat BB tuh salah satu pelajaran yang penting soalnya harus tau kan mengenai segala hal tentang bahan bangunan makanya pelajaran yang ntutuh sampe 4 semester and slalu ada prakteknya di lab bahan. Dah dulu ya sobat untuk episode kali ini terusin lagi nanti episode berikutnya.



Rabu, 04 Oktober 2017

Seandainya Negara Bisa Bicara


Banyak orang yang membandingkan kalau negara ini tertinggal dibandingkan negara lain. Banyak orang yang membandingkan kalau negara ini lebih buruk dibandingkan negara – negara lain. Tapi seandainya negara bisa bicara, ia akan bertanya pada kita, “Apa yang sudah kau perbuat untuk negara ini ?”

Tahukah anda dimana negeri paling kaya di dunia ? Bukan di Amerika, Bukan di Eropa, tapi disini, di tempat kita berdiri, tempat kita berpijak, tempat kita bernafas. Ya, Indonesia merupakan negeri terkaya di dunia.

Mungkin anda akan bertanya, “Lantas apa kekayaan Indonesia, apa kelebihan Indonesia dibandingkan negara lain ?” Dan berikut adalah jawabannya.

Indonesia, memiliki pertambangan emas terbesar di dunia dengan kualitas emas terbaik. “Letaknya di mana ?” di Papua. Pertambangan itu telah menghasilkan jutaan ton tembaga dan ratusan ton emas yang jika diuangkan anda akan kerepotan menghitung angka nolnya. Dan bukan hanya itu, ternyata di bawah lapisan yang ditemukan emas juga ditemukan Uranium, mineral yang 100 kali lipat lebih mahal dari pada emas. “Lalu siapakah yang mengelolanya ?” PT Freeport, atau Amerika yang memiliki teknologi yang mendapatkan 99 % dari keuntungan tersebut, sedangkan yang punya tanah alias Indonesia hanya mendapatkan sekitar 1 %.

Lalu yang kedua, negara ini punya cadangan gas alam terbesar di dunia. Yang terbesar ada di blok Natuna. Jumlahnya sampai ratusan triliun kaki kubik.

Selain dari pertambangan, negara ini juga kaya akan hutan hujan tropisnya. Negara ini memiliki puluhan ribu hektar hutan hujan tropis. Tak salah memang jika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati. Luasnya hutan tersebut mempengaruhi kestabilan iklim dunia. Namun sayangnya banyak oknum – oknum yang melakukan penebangan hutan untuk kepentingan pribadi dan golongan.

Kemudian negara ini juga punya lautan terluas di dunia. Dikelilingi 2 samudra yaitu samudra Fasifik dan samudra Hindia. Selain itu negara ini juga punya tanah yang subur. Banyaknya gunung berapi membuat negara ini memiliki tanah yang subur yang dapat ditanami berbagai jenis tanaman.

Negara ini juga punya pemandangan yang luar biasa eksotis di berbagai tempat. Maka tak heran banyak turis yang ingin menghabiskan waktu liburnya di Indonesia.

Dan yang tak boleh terlupakan, negara ini juga punya jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia. Dengan jumlah penduduk yang begitu banyak, seharusnya banyak orang yang bisa mengelola kekayaan Indonesia. Dan kita adalah salah satu diantara milyaran penduduk itu.


Jadi masihkah kita bilang bahwa negara ini negara yang miskin ? Sedangkan kita belum bisa menjawab pertanyaan yang diajukan negara pada kita, seandainya negara bisa bicara.

Nggak Lulus Ujian Nasional


Sedari dulu semenjak SD aku selalu sekolah di sekolah negeri.  Tapi di SMP prestasiku merosot tajam. Dan akhirnya aku masuk sekolah SMA swasta.

Di awal semester aku mendapatkan ranking 3. Itu cukup lumayan buatku. Dan ternyata di semester berikutnya aku mendapatkan ranking pertama. Dan hal itu menempatkanku di kelas favorit di tahun berikutnya.

Setelah setahun menjalani hari di kelas favorit, aku pun memilih bidang IPA setelah naik ke kelas 3. Saat itu aku mendapatkan ranking 2.

Dan tak terasa hampir 3 tahun aku menjalani hari di sekolah ini. Aku pun merasa prestasiku dibilang cukup memuaskan karena sempat merasakan ranking 1, 2, dan 3. Dan beberapa saat lagi kami akan mengikuti Ujian nasional.

Ini hari pertama kami di ujian nasional. Pelajaran pertama adalah Bahasa Indonesia. Tanpa menganggap pelajaran ini sebelah mata aku pun menyelesaikannya dengan baik. Nampak tak ada masalah yang berarti.

Di hari kedua pelajaran Bahasa Inggris, walaupun ga semudah hari pertama, tapi memang tidak ada hal yang cukup menyulitkan.

Hari ketiga adalah pelajaran matematika. Sebenarnya kau telah mempersiapkan pelajaran ini. Beberapa hari sebelumnya aku latihan soal hingga larut malam. Namun entah ada angin apa di hari itu membuatku cemas. 

“Bagaimana jiga gagal, bagaimana jika tidak lulus?” kata – kata itu merasup ke dalam pikiranku. Ingin ku enyahkan semua kata – kata itu, namun ku hanya terus mencoba meyakinkan diri ini bahwa ku bisa.


Di sisi lain kunci jawaban soal ujian nasional nampaknya telah bocor. Aku tak tau mengapa bisa begitu. Beberapa dari mereka ada yg mencatatnya di selembar kertas kecil, ada pula yang mencatat di uang kertas atau menyalinnya di Handphone mereka. Sempat tersiat di benakku untuk memakai kunci jawaban itu juga, namun batinku menentangnya. Aku mencoba meyakinkan diriku bahwa aku bisa mengerjakan itu semua dengan kemampuanku sendiri. Namun di sisi lain ada sebagian dari pikiranku yang mencemaskan jika aku gagal.

Soal pun dibagikan, dan aku langsung mulai mengerjakan soal tersebut. Bayang – bayang kegagalan pun kembali menghantuiku ketika aku memulai mengerjakan soal pertama. Soal yang sebenarnya simpel hanya mencari nilai x, y, dan z, dari 3 persamaan. Namun entah kenapa sorot mataku tak melihat satu pun jawaban yang cocok dari beberapa pilihan. Kemudian aku coba hitung lagi, kali ini jawabanku berbeda dari sebelumnya, hanya saja aku masih tak temukan jawabannnya di pilihan ganda. Entah berada dimana aku balikkan kertasnya pun tetap ku tak temukan jawabannya.

Waktu terus bergulir, keringat dingin bercucuran, sementara aku tetap berkutat dengan soal itu, soal yang ku tak temukan jawabannya juga. Hingga hampir setengah jam berlalu dan akhirnya aku putuskan tuk tinggalkan soal itu dan berlanjut ke soal berikutnya. Namun rupanya konsentrasikut telah terkuras dan terpecah akibat soal yang pertama tadi. Akhirnya banyak soal yang diisi asal dan banyak pula yang tidak diisi.

Waktu pun semakin menipis, ubun – ubunku semakin panas menguap seperti air yang mendidih. Dan ketika waktu habis aku keluar dari kelas dengan penuh rasa pesimis. Aku menundukkan kepala dan merasa kecewa dengan apa yang kualami hari itu.

Beberapa waktu kemudian hasil ujian nasional pun dikirim ke rumah masing – masing. Ku sobek perlahan dengan perasaan yang tak menentu. Kuintip sedikit dan…

Yah……….. aku tak lulusss

Tapi aku ingat akan satu potongan ayat yaitu surat Al- Baqarah ayat 216

"Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu,padahal itu baik bagimu,dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu,padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui,sedang kamu tidak mengetahui”


Tiga bulan kemudian aku ikut ujian susulan dengan hasil yang jauh lebih memuaskan. Dan karena sempat tidak lulus aku jadi sempat berpikir dan mempersiapkan diri hingga akhirnya masuk ke perguruan tinggi negeri.

Anjing Nyebelin :p


Anjing merupakan hewan yang telah lama bersahabat dengan manusia. Selain kucing anjing merupakan hewan yang banyak dipelihara orang. Namun tahukah anda, anjing adalah hewan yang nyebeliiinnnnnnn sumpahhh :p

Saya jadi teringat peristiwa waktu saya kecil dulu. Di kebun saya hendak mengambil layang – layang (tapi saya bukan alay loh ya), namun apa yang terjadi, tiba – tiba saja keluarlah sesosok anjing hitam berbulu panjang. Walaupun tidak terlalu besar namun gonggongannya membuat jantung berdebar. Anjing itu pun berusaha mengejarku, namun posisiku saat itu benar – benar terjepit, tak kuasa untuk berlari karena di depanku ada tanaman pagar. Akhirnya aku hanya berusaha menghindar serudukan anjing itu ibarat matador yang menghindari serudukan banteng. Untungnya aku tak sempat terkena gigitannya, tapi anjing itu membuatku terjatuh hingga kotor terkena lumpur.

Tapi rupanya itu bukan kejadian yang tersial yang pernah kualami dengan hewan yang bernama anjing. Kejadian yang lebih tragis saat aku kuliah. Waktu itu aku baru pulang dari kosan temen sekitar pukul 8 malam. Aku tak punya kendaraan dan angkot pun sudah jarang kala itu. Akhirnya aku putuskan untuk berjalan kaki. 

Aku berjalan kaki dari arah ciwaruga. Untuk memotong jalan lebih baik aku masuk ke area kampus lewat gerbang belakang dan keluar dari gerbang depan. Sebenarnya aku tau di lingkungan kampus memang ada beberapa anjing. Tapi biasanya di siang hari anjing – anjing itu jinak dan tak pernah menggonggong apalagi mengejar. 

Baru beberapa langkah masuk area kampus ku lihat ada satu ekor anjing sedang duduk manis disana. Tapi aku tak peduli karena biasanya itu anjing jinak dan aku pikir dengan mengucapkan kata “permisi njing” pada anjing itu, anjing itu akan mengerti. Namun beberapa langkah aku mendekat rupanya anjing itu mulai berdiri dan perlahan mendekatiku, lalu ia mulai menggonggong dan mengejarku. Tapi aku tak patah arang. Aku coba untuk menakut – nakuti anjing itu dengan menendang – nendangnya. Tapi apa yang terjadi, wohoooo rupanya satu anjing lagi keluar, diikuti dua anjing lainnya. Jadi saat itu aku berhadapan dengan empat anjing sekaligus. Aku pun menyerah dan merasa tak kuasa bertarung dengan mereka. Akhirnya aku berbalik arah berlari sekuat tenaga kembali ke gerbang belakang. 

Hampir – hampir saja kakiku digigit itu anjing. Untungnya aku bisa meloloskan diri melewati gerbang belakang walaupun sialnya kepalaku harus terbentur pagar besi aduhhhhh sakittttt dasar anjing nyebeliinnnnnnn :p.

Hingga saat ini aku tak tau kenapa anjing suka marah. Yah……mungkin karena sering dibilang goblok sama manusia.

Cerita Lucu: SI Mahmud Ngelindes Polisi Tidur

~ Sambungan dari Cerita: Si Mahmud Belajar Fisika ~

“Si Kamal hebat yah.”

“Napa emang suf ?” tanya Mahmud.

“Tadi gue liat dia dijalan, ngelindes polisi tidur kaga pake rem.”

“Ngelindes polisi tidur kaga pake rem ?”

“Ia, kalo orang mah kan yah kudu ngerem dulu, eh si Kamal mah langsung aja kaya ga ada polisi tidur. “

“Hmmmm, baru segitu doanggggg.” Jawab Mahmud

Besok harinya si Mahmud dah di rumah sakit

“Suf, emang kenapa si Mahmud bisa celaka kaya gini ?” kata ibunya Mahmud.

“Ehh,……Kemaren abis ngelindes polisi yang lagi ngatur lalu lintas bu, ehhh terus dia dikejar – kejar sama polisi yang laen. Trus nabrak pohon deh motornya.” Jawab Yusuf

“Dasar Mahmudddddddddddddddddddddd. . . . .”
…………………

“Ehhh dog gimana kabar anak saya ?” tanya Pak Dahlan.

“Ia dog gimana. . . .gimana. .. . .gimana ?” tanya Bu Sari sambil narik kerah si dokter.

“Aduhhhh aduhhh aduhhhh sabar dong Pak Dahlan sama Bu  Sari ini. Pasti eikee kabarin dongga ahhh sabarrrrr ahhhh Bu Sari sama Pak Dahlan ini manggil eike dog (pake g) lagi sihhhh ?”

“Oh ia maaf dok, gimana dok keadaan anak saya ?”

“Anak Pa Dahlan sama bu Sari tu sebenernya ga papa begindang. Cumannn eh cuman cuman palanya aja kena benturann, itu sih yang rada bahagiaa eh bahayaa boooo. Tapi kalo udah sadar sih bisa cepet pulang kok pa bu.”


Beberapa saat kemudian si Mahmud sadar juga, trus dia dibawa ke rumah setelah kondisinya membaik. Tapi yang aneh, setelah kepalanya kebentur pohon dia jadi balik lagi kaya semula, Mahmud yang rendah hati tapi pintarnya luar biasa. Bukan Mahmud yang sombong tapi oon. Rupanya perubahan sifat Mahmud itu dulu karena kepalanya kebentur semen. Dan sekarang Mahmud sudah kembali seperti semula. Hmmmm, emang anehhhhh.

***
Sebuah cerita lucu
Karya: Rival Ardiles

Cerita Lucu: Si Mahmud Belajar Fisika

~ Sambungan dari cerita: Si Mahmud dan Kalung Medali ~

Semenjak kejadian itu kini si Mahmud kembali masuk sekolah kaya biasanya lagi. Dan pelajaran hari ini adalah pelajaran Fisika, pelajaran yang menjadi bidangnya yang paling ia sukai. Nah tapi masalahnya kayanya kan ada sesuatu yang aneh dengan otaknya Mahmud. Ibunya aja sampe dibuatnya pusinggg. Kalo di sekolah gimana yahhh ???

“Eh,,, anak – anak di dunia ini banyak sekali penemuan penting. Nah, kalian ada yang tau siapa penemmu bohlam lampu ?” tanya bu guru.

SI Mahmud pun langusng ngacung, secara dia ngerasa murid paling pinter di kelas itu.

“Ia Mahmud siapa penemu bohlam lampu ?”

“Pak Haji Ali buu. . .”

“Wuahahahahhahahahah.” Murid yang lain tertawa terbahak – bahak.

“Lohhh Mahmud kamu itu ngomong apa sihhhh ?” tanya bu guru yang heran.

“Ia bu, waktu itu kan lampu di depan gang ilang, trus yang nemuin ya Pa Haji Ali bu. . . “ jawab Mahmud.

“Mahmudddddddddddddddddddddd. . . . .. . . “ bu guru pun mulai emosi.
……………..

“Haduhhh, ibu pusinggg. Sekarang kita belajar tentang hukum Newton. Dalam hukum Newton aksi sama dengan reaksi. Kalian ada yang bisa ngasih contoh ?” tanya bu guru lagi.

Si Mahmud pun ngacung lagiii

“Apa contohnya Mahmud -_- ?” tanya bu guru

Si Mahmud pun maju ke depan kelas, trus dia joget – joget gak karuan.

“Eaaaaaaa. . . ..eaaaaa. . . .eaaaaa.” Yang laen pada nyorakin.

“Mahmudddddddddddddddddddddddddd. . . ..  . . .apa – apaaan kamuuuuuuuu . . . .!!!!!!” Bu guru pun mulai marah

“Loh kan ibu tadi yang nyuruh ngasih contoh hukum aksi sama dengan reaksi. Ini contohnya bu, saya beraksi di depan kelas, trus bu guru bereaksiii marahhh. Bener kan bu heheheh ?”

“Mahmuddddddddddddddddddddd. . . .. . . . . angkat kaki kamu dari kelas ini.”

Mahmud pun ngangkat kakinya Satu


“Bukan gituuuuuu, keluarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrr . . .. . . .!!!!!”

~ Bersambung ke cerita: Si Mahmud Ngelindes Polisi Tidur ~

Cerita Lucu: Si Mahmud dan Kalung Medali

~Terusan dari cerita: Si Mahmud Overdosis

Sesampenya di sekolah, Mahmud emang udah berubah, dia yang dulu berprestasi tapi tetep rendah hati sekarang jadi petentantang petenteng. Jalannya aja udah kaya burung meri, trus didadanya dikalungin semua medali yang udah dia dapetin mulai dari juara olimpiade matematika, fisika, dan sederet medali lainnya pokonya banyak banget deh yang ngegantung di lehernya.

“Wuahahahahahaahah. .. . . . .wuahahahahhahahah. ..  .. hahahahahah.” Teman – teman sekolahnya pun tertawa terbahak – bahak.

“Kenapa, ini semua kan prestasi yang duah saya dapet?” tanya Mahmud yang heran kenapa pada ketawa.

“Wuahahahahaha wuahahahahaha, bukan itu mud mahmudddd. Itu kamu tuh kalo ke sekolah ya pake celana panjang abu – abu donggg bukan pake celana pendek kaya gituuuuuu.” Kata Badrun salah satu temannya.


Mahmud pun langsung balik lagi lari terbirit – birit sambil memegangi ehm. . . .ehmmm.

~ Bersambung ke cerita: Si mahmud dan Pelajaran Fisika ~

Cerita Lucu: Si Mahmud Overdosis

Suatu ketika di sebuah rumah Pak Dahlan dan Bu Sari lahirlah seorang anak yang diharapkan oleh kedua orang tuanya. Kemudian anak itu tumbuh menjadi anak yang baik, pintar, dan benar – benar bikin bangga orang tuanya. Bayangin aja di kelas 1 SD dia udah lancar baca tulis. Trus dia dapet ranking 1 mulu tiap pembagian raport. Ga ada temen – temennya yang bisa ngejar prestasi dia, makanya dia jadi kebanggan sekolah dan juga keluarga.

Begitu juga di SMP, di SMP dia sempat ngerasain ikut lomba cerdas cermat tingkat kota mewakili sekolahnya. Dan dia dapet juara 1. Sederet prestasi juga udah dia persembahin buat sekolahnya dan orangtuanya. Juara lomba cerdas cermat, olimpiade fisika, olimpiade matematika, bahkan sampe balap kerupuk sama balap karung juga dia juara brooo. Sederet piala dipajang di lemari kaca di rumahnya, piala itu udah kaya tentara yang berbaris saking banyaknya.

Namanya Mahmud, walaupun ia punya sederet prestasi tapi ia tetep rendah hati. Ia mau saja mengajari teman – temannya yang ingin belajar sama dia. Tapi sayang seribu sayang semua itu berubah ketika dia duduk di bangku SMA. Tepatnya saat sebuah kejadian di semester 2 menimpanya.

Saat itu orang tuanya sedang merenovasi rumahnya. Ceritanya rumahnya pingin ditingkatin kaya rumah – rumah orang kaya gituhh. Mahmud pun ikut membantu pekerjaan tersebut bersama beberapa tukang lainnya, secara dia anak yang rendah hati dan rajin membantu. Tapi naas ketika dia sedang berada di bawah tiba – tiba saja karung semen yang ada di atas meluncur tepat mengenai kepalanya. Spontan saja ia tersungkur tak sadarkan diri bertaburkan semen.

Pak Dahlan dan Bu Sari pun langsung kaget dengan peristiwa itu, mereka teriak histeris dan segera membawa anaknya ke rumah sakit.

“Dog, gimana kondisi anak saya ?” tanya Pa Dahlan

“Ia dog gimana dog kondisi anak saya, gapapa kan dog ????” tanya Bu Sari sambil menarik – narik kerah dokter. Si dokter pun kesulitan bernapas dan pa Dahlan pun aga jeleus dikit.

“Aduhhhhh. . . .aduhhhhh Bapa sama ibu ini tendang aja dechhh yaaa, ga usah panik begindangg ah booo, ga usah narik kerah baju eikeeee. Tapi sebelum eike jawab pertanyaannya, ngomong ngoomong kenapa bapa sama ibu tuh manggil eike dengan sebutan dog (pake g) bukan dok (pake k), emangnya eike anjinggg apaaaa . . . . .!!!”

“Ia,,, maaf dog eh,,,,, dok, soalnya kami panik.” Kata pak Dahlan.

“Begindang yah, kondisi anak bapa sama ibu itu gapapa ga mamah tenang aja boooo. Pokonya ga da masalah gitu dechhh. Paling Cuma memar – memar dikit lah di kepala, tapi  desye udah sadarkan diri gindang, yu ahhhhh booo capcusss.” Kata dokter.

Mahmud emang udah sadarkan diri walaupun badannya masih lemes dan kepalanya masih sakit. Tapi dia udah bisa pulang hari itu juga walau mungkin selama 2 hari ia belum bisa beraktifitas seperti biasa. Tapi seharian dia dirumah, ortunya udah ngeliat ada sesuatu yang aneh pada dirinya.

“Mahmuddd jangan lupa banyak istirahat biar sembuh” kata ibunya.

Beberapa saat ibunya pun ke kamarnya dan kaget melihatnya anaknya sedang berdiri tegap sambil meletakkan tangannya di belakang.

“Mahmuuuuudddd lagi ngapain kamu berdiri disitu?”

“Istirahat di tempat mak, kata mak kan harus istirahat biar sembuh.”

“Aduhhh bukan gituuuhhhhh, istirahat tidurrrrr.” Kata ibunya sambil memegang keningnya.

Beberapa lama kemudian

“Mud, dah bangun, jangan lupa makan, trus obatnya diminum biar cepet sembuh,

Setelah makan si Mahmud pun berpikir, “Kalo pingin cepet gemuk harus banyak makan, kalo pingin sembuh berarti harus banyak minum obat.

Gak lama kemudian dipergok sama ibunya,

“Eh,,, mahmud mud muddddddd. . . . . . lagi ngapain kamuuuuuuuuu ?” kata ibunya sambil nyuruh si Mahmud muntahin obat – obat yang dia minum.

“Biar cepet sembuh makk, ya udah Mahmud minum aja semua obat yang ada di botol”


“Mahmuddddddd. . . .. . .. .itu ikan harus sesuai dosiiisssss.”

~ Bersambung ke: Si Mahmud dan Kalung Medali ~

***
Sebuah Cerita Lucu
Karya: Rival Ardiles

Belajar Tuk Mengerti


Dari Mentari kita belajar memberi,
Dari Batu karang kita belajar ketegaran,
Dari laut kita belajar keluasan hati,
Dari Ombak kita belajar berlari,
Dari kupu – kupu kita belajar tuk berubah,
Dari langit kita belajar menggapai impian,
Dan dari masalah kita belajar tuk mengerti

Masalah ibarat sebuah batu di tengah jalan,
Yang bisa menjadi batu sandungan,
Namun juga bisa menjadi batu loncatan,

Kadang hidup tak semanis yang kita harapkan,
Kadang hidup tak seindah yang kita inginkan,
Namun seiring berjalannya waktu,

Kita kan menyadari bahwa kita tlah belajar tuk mengerti

Cerpen: Penyesalan


Jarum  telah saling bertemu di angka dua belas, sedangkan yang satu lagi berkeliling menimbulkan suara detak di tengah keheningan malam. Aku sedari tadi telah menutup kelopak mataku laksana deretan roling door yang menutup di tepi jalan di tengah malam. Telah kurebahkan pula tubuhku di atas spring bed yang sangat lembut laksana awan. Namun tak jua kuberanjak dari alam sadarku.

Itulah yang selalu kurasakan di setiap malam – malamku beberapa waktu belakangan ini. Tinggal di rumah yang megah, tidur di kasur yang empuk diiringi hembusan angin AC yang menyejukkan tak membuatku bisa tidur dengan tenang di setiap malam – malamku.

Rasanya ingin kukembali seperti dulu, walau harus tidur beralaskan tikar yang tipis, walau udara dingin menembus bilik – bilik dinding rumahku. Walau sorot lampu yang redup tak cukup menerangi ruang – ruang yang sempit, walau harus berselimut sarung tipis, tapi aku mampu tidur dengan nyenyak dan terbangun di kala suara adzan subuh berkumandang.
***

Namaku Fajar. Dulu, aku hanyalah seorang sopir angkot di desaku di Sukabumi. Di sebuah desa dengan jalan masih berbatu. Jarang sekali angkot yang berlalu lalang di desa ini. Padahal area desa ini cukup luas dan banyak para petani yang menempuh perjalanan jauh untuk menuju lahan garapannya. Ya, itu salah satu hal yang mendorong niatku tuk menjadi sopir angkot disamping dorongan tuk menafkahi keluarga. Aku sangat senang bisa membantu penumpang di desa ini yang membutuhkan transportasi, mengantarkan anak – anak yang sekolah, petani yang mengangkut hasil panen, dan warga desa dengan berbagai aktivitas lain. Yang pasti aku sering bercengkrama dengan warga desa ini ketika di perjalanan.

Aku sangat senang menggeluti profesi itu, walau penghasilanku tak seberapa. Ya, pasalnya aku memang tak punya armada angkutan umum. Aku hanya menjadi sopir yang tiap hari harus nyetor ke pemilik angkot. Tapi aku mensyukuri itu. Asalkan dapur rumahku tetap mengepul.

Pagi – pagi buta disaat matahari baru menampakkan sedikit cahayanya, dan ayam – ayam baru mengumandangkan suaranya, aku telah beranjak tuk bekerja. Kusalami istri dan anakku yang baru berusia 4 tahun. Mereka selalu setia menungguku hingga kukembali ke rumah di kala petang. Ribuan demi ribuan rupiah kukumpulkan tiap harinya. Tak pernah sekalipun istriku mengeluh dengan penghasilanku yang pas – pasan. Ia selalu menyambutku dengan senyum, menyeduhkan secangkir kopi untukku dan memijatiku ketika lelah menerpaku.

Suatu Ketika  aku ditawari kerja oleh salah satu sahabatku yang bekerja di Jakarta. Jafar namanya. Namaku dan namanya memang sepintas hampir mirip dan kami adalah sahabat karib sejak kecil. Sudah setahun ini Jafar bekerja sebagai office boy di sebuah perusahaan. Aku pun ditawari menjadi sopir pribadi bosnya di kantornya. Awalnya memang berat karena harus meninggalkan istri dan anakku yang masih kecil di desa. Tapi karena bayarannya cukup lumayan, akhirnya aku terima tawaran itu.

Besok pagi aku berangkat ke kota bersama Jafar Sahabatku yang sengaja menjemputku ke desa. Kusalami anak dan istriku dan kupeluk mereka. Terlihat wajah haru terpancar dari wajah mereka. Di satu sisi mereka berat dan aku pun berat tuk berpisah, tapi disisi lain mereka mendukung keinginanku tuk mencari penghasilan yang lebih baik di Jakarta. Ini semua kulakukan demi keluargaku.

Seminggu kemudian aku tiba di Ibu Kota. Ternyata seperti ini kota Jakarta, dengan gedung - gedung yang menjulang tinggi, mobil - mobil bisa melayang di udara di atas aspal jalan layang. Hampir kutak melihat pesawahan dan rerumputan seperti yang biasa kulihat di kampung.

Jafar membawaku ke rumah bosnya yang sedang mencari sopir. Rumahnya bagaikan istana yang megah, dengan tiang - tiang yang berdiri kokoh dan pekarangan yang indah. Dibawanya aku bertemu dengan orang kaya itu. Dari tampangnya kelihatan sekali kalau ia adalah seorang pemilik perusahaaan. Ditambah lagi dengan jas yang melekat di tubuhnya dan dasi yang mengikat lehernya. Aku agak segan pertama kali bertemu dengan orang yang berpenampilan elegan itu. Pak Burhan namanya. Ia adalah seorang presiden direktur di sebuah perusahaan di Jakarta. Tapi kabarnya ia tinggal hanya seorang diri. Ia sudah tak memiliki keluarga lagi setelah bercerai dari istrinya. Anaknya pun ikut tinggal bersama ibunya dan ayah barunya. Sementara kedua orang tua Pak Burhan telah meninggal. Aku merasa iba mendengar kondisinya. Tapi aku salut padanya, walaupun banyak masalah yang menerpanya justru ia mampu menjadi orang sesukses itu.
***

Aku mulai bekerja sebagai sopir pribadi Pak Burhan. Hari itu hari pertamaku bekerja dengan orang kaya itu. Aku yang biasanya hanya menyupir angkot butut kini ditugaskan tuk membawa Toyota Alphard warna hitam mengkilap. Aku agak canggung menyetir mobil ini. Dalam benakku terbayang - bayang bagaimana jika mobil ini baret, atau jika spion yang kabarnya seharga motor itu dicuri orang. Tapi Pak Burhan orang yang baik. Ia selalu memerintahkanku dengan begitu sopan, bukan seperti majikan dan bawahan, tapi seperti seorang teman. Bahkan kerapkali di tengah perjalanan kami berbincang, dan kadang pula ia menanyakan kabar keluargaku di kampung.

Semakin lama aku semakin terbiasa menyetir mobil mewah ini, aku semakin nyaman dan semakin nyaman hingga pernah suatu ketika muncul di benakku tuk membawa kabur mobil mewah ini, tapi pikiran busukku segera kusingkirkan jauh – jauh sampai menghilang di langit ke tujuh atau terhisap segitiga bermuda.

Setiap bulan, sebagian besar gajiku kutitipkan pada Jafar untuk disampaikan pada istri dan anakku. Sebagai office boy Jafar memang libur seminggu sekali dan setiap bulan bisa pulang ke kampung halaman. Sementara aku sebagai sopir pribadi harus selalu menemani majikanku ke manapun dia pergi.

Bulan demi bulan berlalu, aku pun semakin akrab dengan Pa Burhan. Nampak bukan lagi seperti majikan dan bawahan. Pak Burhan sering bersenda gurau denganku atau bercerita denganku sepanjang perjalanan. Dan gajiku pun dinaikkannya. Padahal aku baru bekerja beberapa bulan saja. Tapi ada yang mengganjal dalam pikiranku. Setelah gajiku dinaikkan nampak wajah Jafar terlihat dingin saat kutitipi uang gajiku untuk istri dan anakku. Mungkinkah ia iri padaku. Tapi aku rasa ia orang yang selalu mensyukuri apa yang ia dapat.

“Jar, sudah berapa lama kamu nggak pulang kampung?” tanya Pak Burhan

“Sudah hampir setaun pak.” Jawabku

“Yasudah, besok kita ke kampung halamanmu tuk menemui anak istrimu. Bolehkan saya ikut?”

Aku terdiam sejenak seolah tak percaya ucapan atasanku ketika kami berbincang di mobil. Aku tak menyangka ada bos yang sebaik dia.

“Jar. . . .Boleh kan?”

“Oh ia pak tentu saja boleh pak bolehhh. Trimakasih banyak paaa. . .trimakasih.”

Itulah perbincanganku dengan Pa Burhan. Hmmm, aku tak menyangka ia mengijinkanku tuk berjumpa anak dan istriku.
***

Hari itu kami berangkat ke kampung halamanku di Sukabumi. Dari Jakarta kupacu mobil Toyota Alphard milik bosku ini. Sementara di sampingku duduk Pa Burhan yang sepantasnya duduk di belakang. Ia memang bos yang luar biasa, mampu meluangkan waktu hanya untuk mengunjungi keluargaku di kampung.

Aku semakin tak sabar menemui istri dan anakku. Kuinjak pedal gas dalam – dalam di atas beton jalan bebas hambatan ini sembari menyetel musik dari Tape mobil. Sementara Pa Burhan terlihat terlelap. Nampaknya ia kelelahan setelah seminggu penuh menghadapi padatnya rutinitas kantor.

Tapi disaat mobil melaju bak kereta express diiringi musik yang bertempo cepat, tiba – tiba saja ban belakang mobil yang kami tumpangi pecah. Aku mencoba sebisa mungkin mengendalikan mobil yang sedang melaju kencang ini. Kuinjak pedal rem namun sulit di kecepatan tinggi tuk langsung berhenti. Aku panik setengah mati, keringat dingin bercucuran, sementara bosku masih terlelap di tidurnya. Aku semakin panik ketika melihat truk besar pengangkut pasir dihadapanku dari arah berlawanan. Kucoba tuk menginjak pedal rem lebih keras lalu kubanting stir ke kiri. Naasss kami menabrak pembatas jalan, dan aku tak ingat apa – apa lagi saat itu.
***

Pening rasanya kepalaku ini, kubuka perlahan mataku dan aku tak tau berada dimana ini. Sampai kusadari ternyata ini di rumah sakit. Tak ada anak istriku disana, tak juga Pak Burhan. Yang aku lihat hanyalah Mbo Siti pembantunya Pak Burhan dan Pak Mamat tukang kebun di rumah Pak Burhan.

“Pa Mamat saya ini kenapa, Pak Burhan mana ?” aku bertanya tak mengerti

“Pa Fajar ini baru aja kecelakaan di jalan tol, ini di rumah sakit.” Jawab Pak Mamat

“Lalu dimana Pak Burhan, apa dia baik – baik saja ?” tanyaku cemas.

Pak Mamat dan Mbo Siti hanya terdiam dan menunduk lalu saling menatap dengan wajah yang sayu. Sedangkan mulut mereka bungkam tak mampu berkata – kata.

“Dimana Pak Burhan, apa dia baik – baik saja?” tanyaku yang semakin cemas.

Setelah terdiam cukup lama akhirnya Mbo Siti dengan berat hati mengatakan yang sebenarnya.

“Pa Burhan. . . . . ..Pa Burhan udah nda’ ada Pa.”

“Astagfirullah. . . . .!!”

Aku pun tak kuasa membendung air mataku. Antara tangis dan penyesalan berbaur menjadi satu. Aku tak percaya, bos yang sebaik itu harus tiada gara – gara aku yang menyetir gak hati – hati. Aku pun merasa menyesal sekali. Namun Pa Mamat dan Mbo Siti berupaya menenangkanku dan mengatakan bahwa ini sudah suratan takdir.
***

Dua bulan kejadian itu berlalu. Aku masih dirundung kesedihan yang mendalam. Aku masih berjalan menggunakan tongkat usai kecelakaan itu. Hari itu di rumah Pak Burhan diumumkan wasiat yang sempat disampaikan Pak Burhan sebelum beliau meninggal. Beliau tak punya siapa – siapa lagi. Dan pengumuman itu membuatku terkejut, hampir copot jantungku rasanya mendengar pengumuman wasiat itu.

Dikatakan oleh kuasa hukumnya bahwa akulah yang mendapatkan warisan terbesar atas harta kekayaannya. Dahulu aku bercita – cita ingin kaya raya, tapi tak seperti ini. Ini semakin membuat rasa bersalahku semakin besar pada Pak Burhan. Tapi Mbo Siti dan Pa Mamat menyarankanku agar menerima permintaan Pa Burhan untuk mengurus hartanya.
***

Enam bulan berlalu setelah kakiku benar – benar sembuh aku memutuskan tuk kembali ke kampung memberitahukan anak istriku tentang hal ini. Tak terlalu berbeda dengan tahun - tahun sebelumnya, desa ini selalu sejuk. Aku pun berjalan melewati pangkalan angkot tempat kubekerja dulu. Ada Hamid, Dadang, dan kawan kawanku sesama sopir angkot dahulu. Tapi kulihat ada sesuatu yang berbeda dari mereka. Lama tak bertemu, ternyata tak membuat lengkung bibir mereka tersenyum kepadaku sedikitpun. Bahkan mereka memasang muka masam padaku. Aku pun mencoba menyapa mereka

"Hai teman - teman, apa kabar kalian ?" kataku sambil tersenyum pada mereka.

Mereka terdiam tak bergeming, tatapan mereka semakin tajam bak pisau belati. Aku semakin tak mengerti dengan semua ini. Lantas kutanyakan pada mereka,

"Haiii, kalian semua kenapa? Jangan diam saja, aku bawa oleh - oleh untuk kalian." Kataku memancing respon mereka.

Salah satu dari mereka mulai merespon. Namun sayang, bukan respon yang kuinginkan.

"Buat apa kau balik lagi kemari ?" Tanya Dadang, teman sepropesiku dulu.

Ia berdiri dan murka kepadaku. Aku semakin tak mengerti. Mengapa sahabatku ini bersikap seperti itu padaku.

"Dang, kamu ini kenapa, apa salahku ?" aku bertanya dengan penuh kebingunan.

"Kamu tuh enak Jar, naek mobil mewah setiap hari, punya rumah yang besar. Sedangkan kita cuma sopir angkot yang penghasilannya pas pasan. Lebih baik kamu ga usah kemari Jar kalo kamu cuma mau sombong pada kami." jawab Dadang.

"Ya ampun, aku ga maksud gitu sama kalian. Kalian tetep sahabat buatku." jawabku.

"Ahhhh, sudahlah kau balik saja ke kota sanahhh.!!" Katanya sambil melemparkan baju - baju yg rencananya akan kuberikan pada mereka.

Aku sama sekali tak mengerti mengapa niat baikku ini justru ditanggapi negatif oleh mereka.  Aku pun terus berjalan sambil menundukkan kepala dan tak mengerti apa yang terjadi dengan teman - temanku."Ahhh sudahlah, biar kupikirkan nanti, sekarang yang penting aku harus pulang aku sudah kangen pada istriku yang tak bertemu selama setahun lamanya." Pikirku.
***

Lama tak kurapatkan jejakku di tanah ini, tepat di depan rumahku. Nampak halaman ditutupi daun - daun yang berserakan, rerumputan pun telah meninggi. Tak seperti biasanya, apakah istriku malas mengurusi halaman rumah, ahhh. . .aku rasa tidak mungkin. Ia adalah orang yang rajin.

Ku berdiri di depan pintu sembari mengetuki pintu. . .mengetuk pintu. . .dan mengetuk lagi. Namun tak ada yang membukakan pintu. Aku semakin bertanya - tanya dalam batinku ada apakah ini, dimana istriku yang biasanya menyambutku ketika letihnya pulang kerja.

Aku pun mendobrak pintu tersebut dan memanggil - manggilnya. Namun tetap tak ada jawabnya. Sampai kutemukan secarik kertas di atas meja di kamarku. Kubaca pelan - pelan apa maksud yang tersirat di surat itu.

"Mas, mas pasti udah bahagia di sana kan, udah jadi kaya raya, udah punya mobil, rumah mewah. Titi ngerti mas kalo mas ga pernah ngabarin keadaan di sana. Tapi Titi kecewa sama mas, kecewa. Titi ga nyangka mas yang dulu baik ternyata bisa sejahat ini untuk memperoleh kekayaan. Titi harus pergi mas, harus mulai bisa ngelupain mas."

Ada apa dengan semua ini. Mengapa teman - temanku, istriku, semuanya bersikap aneh seolah - olah aku punya kesalahan besar pada mereka. Padahal tak secuilpun dalam benakku untuk mengacuhkan mereka, apalagi memusuhi mereka.

Aku pergi ke tepian sungai. Duduk sendiri di tengah suara gemercik air yang mengalir. Sesekali kulempar batu ke permukaan air. Dan aku bertanya pada diriku sendiri tentang apa yang terjadi. Walau kutak temukan jawabannya.

Besoknya aku bergegas pergi ke Tasik tempat mertuaku tinggal. Siapa tau istriku berada disana. Dan ternyata benar istriku  memang berada disana. Tapi belum sempat aku masuk aku sudah diusirnya. Dan orang tuanya pun turut mengusirku dengan lantang. Aku semakin tak mengerti dengan semua ini. Akhirnya kumenyerah dan kuputuskan tuk kembali ke Jakarta.
***

Aku pun berbaring di kasur yang empuk di kamar yang luas. Ini adalah rumah Pak Burhan yang diwariskan padaku. Semenjak aku tinggal di rumah semegah ini aku tak pernah merasa tenang. Aku selalu dihantui rasa bersalah. Rasa bersalah pada Pak Burhan, rasa bersalah pada anak istriku di kampung, rasa bersalah pada sahabat – sahabatku di kampung.

Handphone kupun bergetar, kulihat ada sms masuk. Dari Jafar rupanya, isinya begini,

“Hai Fajar sahabat karibku dulu, mungkin kau sudah lupa denganku. Aku hanyalah office boy dan kamu adalah orang kaya raya sekarang. Aku tak menyangka ternyata kau bisa sesombong ini melupakanku, padahal pekerjaanmu yang menghantarkanmu seperti sekarang ini. Dan itu karena jasaku. Tapi tak sedikitpun kamu berterima kasih padaku. Hahahha. . . . bahkan kau tega melupakan keluargamu di kampung dan sahabat – sahabat lamamu. Kini kau rasakan hidup dalam ketidak tenangan Fajar. Akulah yang bilang pada teman-  temanmu dan istrimu bahwa kau telah membunuh bosmu untuk menguasai hartanya. Hahaha ternyata kau sepicik itu Fajar.”

“Astagfirullah Al adzim. . . .. astagfirullah al adzim”

Aku ini manusia yang lupa diri. Aku melupakan sahabatku yang telah membantuku, aku juga telah lama tak mengabari istriku dikampung, juga teman – temanku walaupun sebatas surat sekalipun. Aku juga telah menyebabkan Pa Burhan celaka. Aku menyesal. . .  .aku menyesal.


Malam ini pun demikian. Aku masih mencoba memejamkan mataku dan merebahkan tubuhku. Walau pikiran – pikiran ini tak mampu kuusik dari ubun – ubunku. Walau setiap detik yang bergulir tak mampu menyingkirkanku dari alam sadarku, dari masalahku, dan dari penyesalanku.

***
Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles