Di sebuah malam, Lasmi
masih belum tidur. Ia melihat anaknya yang baru masuk SD telah tertidur lelap
di kamarnya. “Sabar ya nak,” ucapnya
dalam hati seraya menangis meneteskan air mata.
Di depan pintu, ia
menanti kedatangan suaminya dengan emosi yang bercampur aduk, antara ingin
menangis dan ingin marah. Telah beberapa minggu ini, Bram suaminya, selalu
pulang lewat tengah malam. Bahkan ia seringkali pulang dalam kondisi
mabuk. Bram memang selalu memberikan
nafkah untuknya dan anaknya. Namun sikapnya yang hampir selalu pulang dalam
kondisi mabuk dan selalu marah-marah ketika dinasehati membuat kesabarannya
hampir habis. Mereka kerap kali bertengkar.
Bahkan puncaknya malam
itu. Bercak merah berbentuk bibir di baju suaminya membuat Lasmi semakin naik
pitam.
“Ini apa mas, mas dari
mana aja mas. . . .!!!” teriak Lasmi dengan penuh emosi.
“Udah lah terserah, aku
mau ngapain aja, kamu diem aja. . .!!!” ucap Bram yang tengah mabuk.
Malam itu lagi-lagi terjadi
pertengkaran di antara mereka berdua. Bahkan Bram menampar istrinya yang tak
terima dengan kelakuannya. Saat itu Bayu, anaknya yang masih SD terbangun dan
mengintip dari balik pintu kamarnya. Ia amat sedih dan takut melihat
pertengkaran kedua orang tuanya itu. Lasmi yang telah habis kesabarannya pun
menuntut cerai. Dan mereka pun berpisah setelah sidang perceraian beberapa
waktu kemudian.
***
Setelah perceraian itu
tak sekalipun Bram menunjungi Lasmi dan anaknya. Bahkan tak sepeserpun ia
memberikan uangnya untuk mantan istri dan anaknya bertahan hidup. Tapi Lasmi
bertekad untuk berusaha menghidupi dirinya dan anaknya, apapun caranya.
“Bapak kemana bu?”
tanya Bayu yang tak ingin mereka berpisah.
Lasmi tak kuasa
menjawabnya. Ia hanya memeluk dan mengelus rambut anaknya sembari meneteskan
air mata.
Keesokan harinya ia mencari
pekerjaan di pabrik-pabrik. Namun ia tak mendapat pekerjaan. Ia hanya lulusan
SMP. Itu pun ijasahnya entah kemana. Akhirnya ia bekerja sebagai buruh cuci. Ia
keliling-keliling untuk menawarkan jasa cuci baju pada warga sekitar. Namun tak
banyak yang ia dapatkan. Bahkan untuk makan sehari-hari saja sulit.
Semua barang-barang
berharganya ia jual untuk makan sehari-hari. Mulai dari mas kawin, dan
peralatan rumah tangga. Namun beberapa bulan kemudian ia harus memutar otak lagi.
Pekerjaan sebagai buruh cuci tak cukup untuk menghidupinya dan anaknya. Ia
terpaksa harus berutang pada tetangga-tetangganya untuk kebutuhan sehari-hari.
Sudah tiga bulan ini
Bayu tak membayar uang sekolah. Ia sudah diperingatkan dari pihak sekolah untuk
membayar uang iuran sekolah. Jika tidak, maka Bayu akan dikeluarkan dari
sekolah. Lasmi pun menghadap ke kepala sekolah untuk memberikannya waktu satu
atau dua bulan lagi agar anaknya tak dikeluarkan dari sekolah. Baginya,
pendidikan anaknya adalah yang terpenting. Kepala sekolah pun hanya memberikan
batas hingga satu bulan ke depan, jika tidak, maka anaknya akan dikeluarkan
dari sekolah.
Dalam kondisi tertekan,
belum lagi tetangga-tetangganya managih hutang yang tak kunjung terbayar, ia
bingung dan merasa amat depresi. Ia merasa menyesal menuntut cerai pada
suaminya, walau kelakuan suaminya yang kerap mabuk dan bersenang-senang dengan
wanita lain benar-benar membuatnya naik pitam.
Tekanan itu rupanya
membuatnya gelap mata. Ia berjalan seorang diri di gelapnya malam. Di bawah temaram
lampu-lampu jalan ia berjalan menuju sebuah gang tanpa membawa lentera hati
yang telah padam oleh tekanan ekonomi. Gang Dodol namanya, gang yang sudah amat
terkenal sebagai tempat lokalisasi terbesar di negeri ini. Ia mendatangi sebuah
wisma dan bertemu dengan seorang ibu-ibu paruh baya. Dengan hati menangis ia
mendaftar sebagai PSK di wisma tersebut. Ia tak ingin melakukan semua ini.
Namun di satu sisi ia merasa terpaksa karena tekanan ekonomi yang mendera.
Di hari-hari berikutnya,
ketika anaknya telah tertidur lelap. Ia berangkat ke luar tuk bekerja di gang
tersebut. Dengan berpakaian ketat ia berdiri di pinggir jalan. Membawa
lelaki-lelaki hidung belang tuk membeli tubuhnya. Awalnya ia takut, namun
lambat laun ia mulai terbiasa dengan pekerjaan terkutuk itu. Hingga ia sama
sekali tak merasa berdosa.
Setelah Lasmi melakukan
pekerjaan itu, Bayu tak jadi dikeluarkan dari sekolahnya. Lasmi telah
membayarkan uang sekolah anaknya. Ia juga telah membayar hutang-hutangnya pada tetangga-tetangganya.
Secara perekonomian, hidupnya semakin meningkat. Walau Bayu sama sekali tak tau
perbuatan ibunya.
“Ibu sekarang sudah
punya uang, dari mana bu?” tanya Bayu yang masih polos penasaran.
Lasmi terdiam sejenak
dan menunduk, “Ibu bekerja nak, untuk Bayu,” ucapnya menahan tangis.
Namun tentu cibiran
dari tetangga-tetangganya yang melihatnya selalu keluar malam dan pulang
menjelang subuh sudah mulai terdengar. Bahkan anaknya yang menjadi korban.
Setiap kali pulang sekolah, tetangganya selalu menatap anak itu dengan tatapan
yang aneh. Terkadang pula terdengar cibiran-cibiran tentang ibunya yang Bayu
sendiri masih belum mengerti.
“Bu, mereka
membicarakan ibu, memangnya ada apa bu?” tanya Bayu.
“Oh, ehmmm. Tidak tau
nak. Sudah lah biarkan saja,” ucap ibunya.
***
Sudah beberapa bulan
ini Lasmi bekerja sebagai PSK di gang Dodol. Kehidupanya mulai mapan lantaran
ia wanita favorit para lelaki hidung belang disana. Mereka rela merogoh kocek
dalam-dalam untuk meluangkan malam bersama Lasmi. Kini Lasmi bahkan sudah bisa
membeli handphone, TV, bahkan perhiasan.
Cibiran dari
tetangganya semakin terdengar. Namun Lasmi kini telah berubah. Ia bukan lagi
melakukan hal itu hanya untuk kebutuhan ekonomi. Mata hatinya telah dibutakan.
Bahkan tak peduli walau setiap malam Lasmi harus meninggalkan anaknya sendirian
di rumah.
Malam itu, ketika
berdiri di pinggir jalan tuk mencari lelaki hidung belang, tiba-tiba seorang
lelaki hidung belang mendekatinya dari belakang.
“Hai. . . .” sapa
lelaki itu.
Lasmi membalikkan
wajahnya. Namun sontak Lasmi terkejut, begitupun lelaki itu. Rupanya itu adalah
Bram, mantan suaminya yang memang adalah seorang lelaki hidung belang. Ia
berlari sekuat tenaga menghindari lelaki itu.
“Lasmi. . . .Lasmi
tunggu kau Lasmi. . .!!!” teriak Bram yang mengejarnya.
Malam itu rupanya bukan
hanya bertemu dengan Bram yang membuatnya sontak terkejut. Malam itu sebuah
cahaya terang dan asap mengepul terlihat di langit. Mobil pemadam kebakaran
mengiung-ngiung mendekati sumber api. Lasmi berlari sekuat tenaga ke tempat itu
dengan perasaan amat khawatir.
***
Enam
bulan kemudian
Lasmi melihat sepasang
suami istri yang sedang mengais sampah,
“Ayo semangat bu, kita
harus nyari uang buat anak kita,” ucap pemulung itu.
Lasmi menitikkan air
matanya yang menetes ke sebuah gundukan tanah. Bram merangkulnya tuk menenangkan
hatinya.
“Harusnya saya nggak
pernah bekerja seperti itu mas, nggak pernah. Seharusnya saya nggak pernah
ninggalin Bayu sendiri malam hari mas, nggak pernah,” ucap Lasmi sembari
menangis menyesali perbuatannya.
“Hmmm ya, saya juga
seharusnya nggak bersikap seperti dulu. Saya juga seharusnya nggak pernah
pulang malam hanya untuk mabuk-mabukan dan bersenang-senang,” ucap Bram yang
juga amat menyesal.
Siang itu mereka
menabur bunga di makam anaknya. Enam bulan yang lalu Bayu meninggal karena
rumahnya kebakaran. Saat kejadian, Bayu sedang tertidur, seluruh pintu dan
jendela rumahnya terkunci. Selain itu api cepat sekali menjalar. Tetangganya
tak mampu menyelamatkannya.
Lasmi menyadari bahwa
perbuatannya amatlah salah. Jika Bayu tau apa yang dilakukannya ia pasti kecewa
sekali pada ibunya. Lasmi menyadari kalau setiap masalah pasti ada jalan
keluarnya. Termasuk masalah ekonomi yang waktu itu menderanya. Ia seharusnya
bekerja keras, bukannya menyerah dan pasrah pada nasib lalu berbuat sesuatu
yang terkutuk hanya untuk uang. Ia seharusnya tak pernah mendatangi gang itu
ketika ditekan masalah ekonomi, ia seharusnya datang pada Tuhannya dan bersujud
di kala malam dan meminta kemudahan. Bram pun menyesal dengan perbuatannya.
Kini Lasmi dan Bram kembali bersama lagi, walau tanpa Bayu anak mereka
satu-satunya. Walaupun Bayu takkan pernah kembali. Tapi mereka ingin memulai
lagi dari awal, bertaubat dan kembali ke jalan yang benar. Lasmi tak ingin ada
Lasmi-Lasmi yang lain, yang mengatasnamakan untuk keluarga dengan mencari
rejeki seperti itu. Padahal keluarga lah yang menjadi korban. Ia berharap
lokalisasi itu segera ditutup oleh pemerintah setempat.
~***~
Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles
EmoticonEmoticon