Jumat, 07 November 2014

Bandung akan kembali dilanda Tsunami seperti 19 tahun yang lalu

19 tahun yang lalu lautan biru tumpah ruah di jalan-jalan di Bandung, seolah seperti tsunami yang menyebar ke seluruh kota. Tapi bukan air laut, melainkan iring-iringan kendaraan para bobotoh yang tumpah ruah di jalan untuk merayakan Persib juara di Liga Indonesia Pertama 19 tahun yang lalu. 

Saat itu aku dan beberapa temanku yang masih kelas 2 SD kalau tidak salah, seketika keluar berhamburan tuk melihat iring-iringan tersebut. Selain bobotoh, rupanya ada kendaraan yang membawa para pemain Persib kala itu seperti Robi Darwis dan kawan-kawan yang juga melewati jalan di depan sekolah kami. Beberapa teman-temanku bersahut-sahutan meneriakkan para pemain favorit meraka. Aku masih terlalu kecil untuk mengingat semuanya secara detail momentum saat itu. Terlebih saat itu aku belum begitu mengerti soal bola, apalagi menyukainya. Tapi rasanya aku bergidik, bergetar melihat euforia itu. 

Beberapa tahun kemudian, semenjak piala dunia 98, aku mulai menyukai sepak bola, dan di awal tahun 2000an rasanya aku benar-benar ingin menjadi pemain sepak bola. Kemudian aku masuk sekolah sepak bola. Terbesit dalam benakku euforia saat Persib juara, saat seluruh bobotoh tumpah ruah tuk merayakan kemenangan. Mengingat hal itu, saat itu terpatri dalam jiwaku tuk bisa menjadi bagian dari pangeran biru, mempersembahkan mahkota gelar bagi seluruh para bobotoh. 

Aku masih ingat betul, saat SMP, saat aku latihan di sekolah sepak bola. Aku dan beberapa teman kadang naik sepeda tuk menuju ke tempat latihan, kadang pula jalan kaki sekitar 2 Km, atau kadang pula ketika kita sudah lelah latihan, kita pun menumpang kendaraan yang lewat.

Saat SMA aku kembali masuk sekolah sepak bola. Kali ini tak bersama teman-teman, hanya aku sendiri yang masih menyisakan impian tuk jadi pemain sepak bola. Aku berjalan kaki sendiri, pulang dan pergi sejauh sekitar 4 KM ke tempat latihan. Walau kau tahu kawan, semuanya sirna. Impianku tuk membawa tropi bagi pangeran biru pun memudar dan semakin menghilang. Namun impian tuk melihat Persib juara, dan para bobotoh bereuforia merayakan kemenangan, tak pernah sirna. Walau bertahun-tahun lamanya Persib hanya bertengger di papan tengah. Walau telah berganti-ganti pelatih, mulai dari pelatih asing hingga lokal, walau telah banyak pemain asing berkualitas, dan pemain lokal  berlebel nasional diboyong. 

Tapi di tahun ini, rasanya kesempatan itu terbuka lebar setelah di semifinal, Persib mengalahkan Arema 3-1 dengan begitu dramatis. Kemudian Persib menghadapi Persipura di partai puncak. Banyak para bobotoh yang menjual barang-barang kesayangannya hanya untuk melihat Persib di laga puncak. Dan hal itu mengingatkanku akan tsunami 19 tahun yang lalu. Tsunami euforia saat Persib juara. Aku bergidik. Mungkinkah tsunami euforia itu terulang kembali di tahun ini?

Dan ternyata setelah melalui perjuangan yang menegangkan, Persib berhasil mengangkat trofi setelah sekian lama para bobotoh memendam rindu bertahun-tahun lamanya. Persib berhasil mengalahkan Persipura di partai puncak setelah melalui drama adu penalti yang menegangkan. Semuanya terharu. Segera saja setelah Persib juara, seluruh bobotoh tumpah ruah di jalanan malam tadi untuk merayakan kemenganan. Dan puncaknya mungkin akan terjadi minggu nanti di saat para pemain dan seluruh bobotoh merayakan euforia kemenangan di Bandung. Sebuah tsunami euforia setelah air kerinduan akan gelar itu terbendung 19 tahun lamanya.


 


Minggu, 02 November 2014

Gara-gara Sekolah di Angkasa, kuliah di Polban, kerja di MAU

Dulu aku sekolah di SMA Angkasa, kuliah di Polban, dan pernah kerja di PT. MAU. Gara-gara itu semua aku berkelahi dengan temen.

Tapi tunggu dulu!!! Ini cuma cerita fiksi. Peliss!!! Jangan dianggap serius. Secara aku orangnya baik hati, tidak pernah berkelahi, dan rajin menabung.

Jadi ceritanya begini.

Waktu sekolah di Angkasa, aku pun berangkat sekolah dengan berseragam putih abu-abu sambil menenteng tas. Di perjalanan, aku berjumpa dengan temenku itu, sebut saja Usro (nama disamarkan).

Kemudian si Usro menyapa,

“Woyyy val berangkat sekolah. Emang sekolah dimana??”
“Di Angkasa,” jawabku singkat.
“Wahhhh hebat euyyyy jiga astronot. Tapi naha sakola teh meuni jauh-jauh pisan di Angkasa. Rek naek pesawat naon kaditu euy??!!”

Aku nggak jawab apa-apa, cuma berkata dalam hati, “Pelis atuh laaaaaaah, bukan angkasa yang di langit keleusss --___--“. Waktu itu masih sabar.

 Terus waktu pun begulir seiring terbit dan tenggelamnya matahari.  Aku pun diterima kuliah di Polban. Suatu ketika, saat berangkat kuliah, aku bertemu dengan si Usro. Ia pun menyapaku lagi yang sudah beberapa tahun tidak bertemu.

“Woyyy Val, kamana wae. Nggeus kuliah ayeuna? Kuliah dimana?”
“Di Polban,” ucapku menjawab pertanyaan itu.
“Wahhh hebat di Polban, rek jadi Polisi. Wahhh mantap....!!!’ ucapnya girang.

Aku hanya diam sembari memicingkan mata, dan timbul tanda seru di atas kepalaku seraya berucap dalam hati, “Pelisss atuh laaaaah, Polban itu Politeknik Negeri Bandung, bukan Polisi Bandung keleusss T_T.” Aku mulai geram, tapi masih tetap sabar.

Waktu terus bergulir, sampai suatu ketika aku sudah bekerja di perusahaan yang bernama PT. MAU
Waktu berangkat kerja, pernah ketemu lagi sama tuh orang. Dia nyapa lagi dengan girangnya,

“Woyyy Val kamana wae, mau berangkat kerja?”
“Iya, mau.”
“Wahhh hebat, kerja di mana sekarnag euyy?”
“Di MAU,” jawabku.
“Iya, tadi kan udah jawab mau kerja, saya teh nanya, sekarang kamu kerja di mana??”
“Iya MAU,” jawabku lagi.
“Yeee itu mah kan udah tau. Saya teh nanya, kamu sekarang keraja di mana??!!” si Usro bertanya menaikkan volume suaranya.
“Iya, saya juga ngerti pertanyaan kamu. Saya teh jawab Saya kerja di MAU!!” aku juga ikut menaikkan volume suara.
“Ari maneh ngarti teu, saya teh pan udah nanya, kamu mau kerja? Kamu jawab mau. Terus saya nanya, kamu teh kerja di mana???!!” si Usro semakin naik pitam.
“Heyyy ai kamu naha jadi marah. Pan saya teh jawab pertanyaan kamu. Saya teh jawab MAU. Kamu yang nggak ngerti jawaban saya.”
“Yeeee Val, kamu kali yang nggak ngerti pertanyaan saya!!!”
“Heyyy saya udah jawab MAU...MAU...MAU..!!” aku pun ikut emosi.
“Yeee  kamu teh ngajak berantem, ditanya apa jawabnya apa. Mau saya tonjok??!!”
“Yee pan saya udah jawab MAU,” Aduh sial, keceplosan.
“Oke, terima ini... Bugggg........!!!!!
(--_#) Siaaaalllll...........!!!!

Rabu, 29 Oktober 2014

Anggota DPR Ngebanting Meja, Ai aku mah dibanting meja :(

Ngeliat ulah anggota DPR yang ngebanting meja, aku jadi inget waktu kelas 2 SMP. Ceritanya begini,

Waktu itu ada praktek olah raga, materinya tiger sprong alias loncat harimau. Sebelumnya aku  ceritain dulu kalo waktu SMP aku tuh termasuk salah satu siswa yang paling pendek. Kalau upacara pasti baris paling depan yang udah pasti paling kepanasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendek.

Maka ketika hari itu ada tes praktek tiger sprong di kelas, si aku semakin berdebar. Guru olah raga menggeser meja ke depan kelas dan menaruh matras di belakangnya. Ia mulai mencontohkan bagaimana melakukan tiger sprong dengan melompati meja dan mendarat di matras. Guru olah raga  yang notabene punya postur tinggi itu dengan begitu lancarnya melakukan tiger sprong. Sekarang giliran murid-murid yang mengantre untuk melakukan tiger sprong. Beberapa temen aku bisa melakukannya dengan lancar. Tepuk tangan pun membahana. Si aku kadang mengira mereka itu manusia harimau, sementara aku cuma ganteng-ganteng kalem.

Antrean di depan aku semakin menipis, itu artinya giliran si aku untuk tiger sprong semakin dekat. Ketika yang melakukan tiger sprong itu murid perempuan, maka si meja yang lebar itu diganti dengan tongkat yang jelas jauh lebih tipis dan mudah dilompati. “Ah sialnya, coba kalau aku melompati tongkat itu, pasti gampang banget,” pikir si aku waktu itu.

Dan giliran aku pun tiba. Aku bersiap-siap mengambil ancang-ancang dan berlari tuk melompati meja yang lebar itu. Da aku mah apa atuh da, udah pendek nggak suka makan biskuat. Al hasil sebenarnya aku berhasil melompati meja itu. Tapi naasnya, sebelum jatuh ke matras, dadaku sempat terbentur sudut meja dan jatuh dengan posisi yang enggak enak. Waktu itu rasanya kaya di dibanting meja. Itulah penderitaan kedua sebagai orang pendek.

Oh iya, aku belum cerita, selain pendek, waktui itu aku pendiem banget, nggak pernah ngomong kalo di sekolah. Makanya pada saat dada kebentur sudut meja dan kebanting, aku terpaksa bungkam, nggak merintih, nggak menjerit, belaga nggak apa-apa. Tapi waktu itu aku cuma jerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI.....!!!!” sambil nunjuk dada. Asli ini mah bukan kiasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendiam.

Sejak saat itu, aku berpikir “Kapan ya aku bisa bales dendam buat banting meja.”  Tapi aku enggak pernah banting meja. Karena aku enggak pernah punya alasan yang tepat (baca: WARAS) buat ngebanting meja.

Setahun kemudian, waktu kelas 3 SMP
Hari itu suasana kelas yang lagi nggak ada guru gaduh banget. Temen-temen yang lain pada mukul-mukul meja atau tatalu. Ngeliat temen-temen mukul-mukul meja aku jadi kepikiran buat bales dendam sama si meja yang udah ngebanting aku setahun yang lalu. Aku pingin juga mukul-mukul meja. “Kalo tatalu kan rasanya alasannya rada waras,” pikir aku. Tapi aku sadar, kalau aku cuma murid pendiam yang tak pernah bertingkah aneh. Aku pun mengurungkan niatku. Tapi pada saat itu, ternyata ada guru di luar kelas yang merasa terganggu dengan kondisi gaduh di kelas kami. Guru senirupa lebih tepatnya. Guru itu pun tiba-tiba masuk dengan marah-marah. “Heyyy berisikkk, diam kalian jangan mukul-mukul meja...!!” begitu kira-kira.

Kemudian guru itu pun menampar beberapa murid yang duduk di depan, yang dianggapnya turut membuat kegaduhan dengan memukul-mukul meja. Dan sialnya, si aku terkena tamparan keras tersebut. Aku pun tak berkata apa-apa, cuma menjerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI......!!!!” sambil nunjuk pipi. Itulah penderitaan pertama bagi siswa yang duduk di depan.

Sejak itu, dendamku pada meja semakin menjadi. Tapi aku tak pernah memukul meja, apalagi membanting meja. Karena aku tak pernah menemukan alasan yang bisa dianggap (baca: WARAS) untuk membanting meja.

Waktu Kuliah
Waktu kuliah dendamku pada meja sempat terbesit kembali. Tapi aku tak pernah memukul meja apalagi membanting meja. Suatu ketika, saat nggak ada dosen, aku duduk di meja paling depan.  Di atas meja lebih tepatnya. Sambil duduk di meja, aku menoleh ke meja yang aku duduki dan berkata dalam hati, “Hai meja, gue nggak bisa ngebanting elo tanpa alasan, tapi sekarang lo gue dudukin, mau apa lo sekarang,” ucapku pada meja. Tapi sialnya, dengkul aku tiba-tiba ada yang ngegetok, dan ternyata begitu menoleh ke depan, ternyata dosen yang paling galak dan nyuruh jangan duduk di meja. Apes banget deh, kebayang kalo tu meja bisa ngomong, pasti dia bakal ketawa cekikikan.

Sejak saat itu, aku kapok buat ngedudukin meja, apalagi mukul meja, atau sampe ngebanting meja. Yang pernah aku lakuin paling ngejadiin meja kuliah jadi meja pingpong. Itu juga karena ada temen yang bawa bola pingpong. Dan kalo dipikir-pikir, meja sebenarnya baik banget. Kalo belajar di kelas pasti pakai meja, kalau menulis pasti di atas meja, dan sampe kalo kerja pun, laptopku ditaro di atas meja. Dan meja nggak pernah iseng ngebanting laptopku walau sedang aku tinggalin sekalipun. Kalau aku ketiduran di meja pun nggak pernah sekalipun dia iseng. Jadi selama ini aku telah menafikan kebaikan meja hanya karena kesialanku semata.

Lalu, kalau aku, dan mungkin juga kamu, nggak pernah punya alasan yang (baca: WARAS) untuk ngebanting meja yang udah begitu baik, terus apa anggota dewan yang katanya terhormat kok bisa ya ngebanting meja sampe gelas pada pecah begitu? Hmmm...... pasti nggak pernah jadi tukang mebel kaya pak Pres. Jadi nggak pernah ngerti HAM (Hak Asasi Mebel). Sudahlah, cukuplah, jangan lagi banting meja. Dari pada ngebanting meja lebih baik para anggota dewan yang terhormat banting tulang. Ehhh.... tapi banting tulang dalam arti bekerja ya. Aku nggak mau denger ada berita kalo anggota DPR asal Sumut ditangkep polisi gara-gara ngebanting paman sendiri. Pelis atuh lah.....

Cuma iseng nulis, jangan dianggap serius, ambil positifnya aja PELISSSS ^_^V

Sabtu, 12 April 2014

Akhirnya Terbit Juga

sambungan dari http://rivalardiles.blogspot.com/2011/11/nyoba-nulis-buku.html

Novel Tangguh perkasa awal digarap tahun 2010. Waktu itu semanget pengen nulis novel, dan akhirnya beres tahun 2011. Memang cukup lama sih, setahun. Itu karena waktu itu saya nulis cuma di larut malam. Karena waktu itu sering banget kerja lembur.

Tapi perjuangan belum berhenti sampai disitu. Waktu itu saya ngirimin ke penerbit untuk diterbitkan. Dan setelah menunggu sebulan ternyata di tolak. Terus kirim ke penerbit lain, dan setelah menunggu beberapa bulan ditolak juga. Begitu seterusnya sampe ampir 10 penerbit nolak naskah yang udah saya buat susah-susah selama setaun.

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengirim lagi ke penerbit. Saya membaca ulang naskah itu berkali-kali. Mungkin sampe puluhan atau ratusan kali. Terus membandingkannya sama naskah yang genrenya serupa tapi best seller. Sampe akhirnya saya yakin naskah saya juga sebenernya layak jadi best seller.

Setelah siap terbit, saya sudah siapkan covernya, lay outnya, sudah saya edit pula. Dan saya terbitkan di penerbitan yang saya dirikan sendiri, yaitu rasibook. Perjuangan belum selesai. Saya masih harus berjuang untuk menjual buku ini. Tahap awal saya mungkin lebih banyak menjual versi digitalnya karena kendala modal untuk mencetak buku.

Tapi saya masih tetep yakin, suatu saat nanti buku ini bisa jadi best seller.

Ini penampakan saya bersama buku terbitan saya. Nanti bakal saya ceritain lagi selanjutnya.

Pasti ada Jalan

Bulan ke 4 tanpa gajian. Berusaha untuk menjalani jalan sendiri. Walau pastinya ada halangan dan rintangan tapi terus berusaha maju.

Kadang emang lebih nggak mudah untuk mendisiplinkan diri sendiri dari pada didisiplinkan orang lain. Tapi harus, kalo enggak bisa-bisa usaha cuma sekedar nyoba doang dan tutup.

Progress sampai saat ini sih masih merangkak. Tapi pelan-pelan mulai menebas ilalang dan membuka jalan. Yang pasti harus tetep percaya pasti ada jalan. . . pasti ada jalan

Sabtu, 04 Januari 2014

Momentum awal tahun

Sekarang udah memasuki tahun yang baru. Ada banyak hal yang belum berubah dan harus berubah. Namun awal tahun ini menjadi momentum perubahan itu sendiri.

Sebuah keputusan, ya keputusan yang diselimuti sejuta keraguan akhirnya paten sudah. Ini bukan soal kepastian atau ketidak pastian, loyalitas atau tidak. Tapi lebih kepada sebuah pilihan mengikuti apa maunya hati.

Setiap orang punya jalannya sendiri-sendiri. Setiap orang berhak menentukan mana jalan yang akan dilalui untuk menuju tujuannya. Tak ada yang salah dari sebuah pilihan. Karena setiap pilihan pasti ada perjuangan.

Rabu, 25 September 2013

Bahasa Aneh

Belum lama ini media banyak membicarakan tentang bahasa yang ketinggian yang diungkapkan Vicky Prasetyo di infotainment. Kata-kata yang tak pernah kita dengar seperti harmonisasi, kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, labil ekonomi, dan lain sebagainya tiba-tiba menjadi bahan guyonan di dunia maya. Entah memang ucapannya seperrti itu atau hanya dibuat-buat untuk sensasi belaka, tapi yang pasti itu sudah menjadi sesuatu yang familiar saat ini.

Vicky memang bukan orang pertama yang membuat bahasa aneh yang menjadi tenar. Di awal taun 2000an ada Debby Sahetian yang membuat kamus bahasa gaul. Walau pada kenyataannya lebih banyak dipakai oleh para bencong ketimbang anak-anak gaoolll. Selain itu anak-anak alay pun membuat bahasa alay yang kerap kali kita dengar kata-katanya seperti kata-kata cemungud, eaaa, ciyus, miapa, dan lain sebagainya.

Bahkan untuk sesuatu hal yang biasanya menggunakan bahasa yang formal seperti pada acara siaran langsung sepakbola. Saat ini pada saat laga Indonesia kita mendengar kata-kata yang tidak biasa dari para komentator seperti kata-kata jeger, ahay, dan yang terakhir jebret. Kata-kata itu memang tidak biasa, ada yang aneh mendengarnya tapi juga banyak yang menganggapnya sebagai kreativitas untuk membuat pertandingan semakin seru.

Memang tak salah juga kiranya membuat bahasa-bahasa yang tak lazim. Hanya saja kita harus tau juga dengan bahasa Indonesia yang Baik dan Benar.

Mungkin anda mau buat bahasa baru juga?

Jumat, 09 Agustus 2013

Buka Bersama di Bali Heaven

Sudah menjadi hal yang istimewa di bulan ramadhan ketika kita mengadakan acara buka bersama teman-teman. Apalagi teman-teman lama yang sudah jarang ketemu.

Saya sendiri tiap taunnya selalu ikut acara buka bersama temen-temen jaman kuliah dulu. Tahun ini kebanyakan pada kerja di luar kota, ada juga yang masih nerusin kuliah di luar kota. Jadi saya yang ditunjuk sebagai panitia pelaksanaan acara buka bersama tahun ini. Ya, buat saya sih gak masalah, itung-itung nambah pahala.

Waktu acara sudah ditentukan berdasarkan kesepakatan, yaitu tanggal 6 agustus kemaren. Nah, yang belum ditentuin adalah tempatnya. Soal tempat, sebenernya saya gak begitu tau banyak tempat makan yang asik di kota Bandung. Jadi saya mulai mencoba membuka masukan dan saran dari temen-temen. Ada yang nyaranin di Gigle Box, ada juga yang nyaranin di Resep Moyang, di Tokyo apa gitu lupa yang pasti bukan Tokyo flash. Tapi yang pasti yang penting adalah kebersamaan.

Hal pertama yang saya pertimbangin untuk pemilihan tempat adalah lokasi. Ya, lokasi ini penting, apalagi lagi musim mudik yang sering macet dimana-mana. Saya harus milih tempat yang lokasinya mudah dijangkau dan berada di tengah-tengah biar adil. Lalu yang kedua adalah tempat yang nyaman, dan yang ketikga baru menunya lengkap apa enggak. Akhirnya terlintas di pikiran saya, Bali Heaven hmmm gimana kalo Bali Heaven.

Saya belum pernah ke Bali Heaven sebenernya. Saya cuma pernah denger itu ada restoran dan juga FO dengan konsep Bali. Yang punyanya Fery Tristianto, raja FO di Bandung. Dia yang punya The secret, Rumah Mode, dll.
Saya mulai seaching di google tentang Bali Heaven. Sepertinya tempatnya asik juga. Makanannya juga lengkap gak hanya menu masakan Bali aja, ada juga masakan Eropa bahkan Bandung pun ada. Akhirnya saya ajuin deh ke temen-temen gimana kalo tempat buka bersamanya disitu aja. Endd Okeeee jadi disitu.

Saya booking untuk 15-20 orang. Saya milih yang tempat duduknya sofa biar lebih santai. Saya liat tempatnya lumayan walau belum sempat keliling-keliling. Tempat parkir memadai, restonya oke suasananya. FO nya gak tau belum masuk soalnya gak niat belanja da udah dapet voucher di FO lain dari kantor hehehe.



Pas acara buka bersama hari itu ujan cukup gede. "Waduh gimana nih kalo pada gak datang," pikir saya waktu itu. Tapi untungnya satu per satu datang juga. Dan sebelum magrib kita mesen makanan walau belum semuanya hadir. Saya waktu itu awalnya mesen nasi sama daging sapi lada hitam. Tapi ternyata nggak ada, akhirnya mesen spageti lagi kaya waktu bukber di Pasadena. Minumnya saya pesen Ice Cappucino, wuidihhh dah berasa italiano makan spageti minumnya capuccino.

Buka puasa pun tiba, menikmati ta'jil dulu sambil nunggu menu utama tiba. Udah gitu Sholat Magrib dulu. Abis solat magrib pesenan udah ada di meja. Spagetti sama cappucino. Hmmm yumiiiii, lumayan enak lah. Dan pesenan lumayan cepet. Eitt tapi gak semua sih tergantung amal-amalan kayanya. Temen saya mesen teh botol aja lama banget, tapi saya mesen spageti sama cappuciono cepet datangnya hihihi.

 
Setelah magrib, temen-temen kami yang belum datang berdatangan. Mungkin karena kehujanan dan lain-lain, jadi mereka baru datang. Ya, seperti biasa, becanda-becanda kaya waktu jaman kuliah dulu. Kadang juga ngobrolin soal kerjaan masing-masing. Memoar-memoar lama tentang masa-masa kuliah pun seolah terbuka kembali dan membuat suasana semakin cair sambil menikmati pesenan.

Sambil nunggu yang belum datang, kita pesen cemilan, bukan juventus hehe, bukan juga cepuluh atau cebelas. Cemilannya tahu goreng hahaha tahu goreng dicocol sambel kecap. Kita pun gak lupa poto-poto walau gak banyak sih.

Setelah selesai dan mulai garing kita pun memutuskan untuk menutup acara. Bukan dengan kata sambutan, tapi dengan ngumpulin duit hasil pesenan masing-masing. Saya mah cuma 50 rebu itu juga pake kuitansi booking yang udah saya bayar 100 rebu, jadi balik 50 rebu. Ada yang sampe lebih dari seratus rebu.

Udah gitu pulang dehhh, mudah-mudahan taun depan lebih seru. Ehhh ada yang ngusulin gimana kalo adain arisan dikocoknya setaun sekali. Et dah buseettt kasian yang dapet terakhir harus nunggu 30 taunn hahahaha.

Selasa, 02 Juli 2013

Melintasi Jembatan Tali

Jumat kemaren saya mengikuti outbond di Cikole Lembang. Saya merasakan gimana rasanya menuruni tebing, melintasi jembatan tali, dan menaiki flying fox. Diantara yang saya coba, yang paling berat ternyata melintasi jembatan tali.

Ada dua tali yang terbentang, satu tali sebagai pijakan kaki kita dan satu lagi untuk pegangan kita. Ternyata tak mudah untuk melalui jembatan tali tersebut, lantaran antara kedua tali tak selalu sejajar, ada kalanya harus agak membungkkukan badan, dan ada kalanya juga harus membengkokkan pinggang ke belakang.

Disaat seperti itu, ingin rasanya melepaskan pegangan karena tangan sudah terasa begitu pegal mencengkram tali. Walaupun pakai tali pengaman yang apabila jatuh akan menggantung dan tak akan jatuh ke jurang, tapi rasanya begitu takut untuk melepaskan pegangan. Akhirnya berusaha sekuat mungkin sampai di ujung jembatan tali itu.

Dari pengalaman itu, pikiran saya terlontar dan seolah merasakan bagaimana sulitnya perjuangan anak-anak SD di pedesaan yang harus menyebrangi sungai dengan melintasi jembatan tali yang seperti itu. Apalagi otot-otot mereka belumlah begitu kuat untuk mencengkram tali. Selain itu mereka menyebranginya tanpa pengaman, yang apabila jatuh akan langsung jatuh ke sungai. Saya salut pada mereka, betapa hebatnya perjuangan mereka yang menempuh jarak yang amat jauh dan berbahaya demi menimba ilmu di sekolah tempat mereka belajar. Berikut adalah beberapa adik-adik kita yang harus mengalami perjuangan seperti itu.


Rabu, 19 Juni 2013

Menyikapi kenaikan harga BBM

Salah satu alasan pemerintah menaikkan harga BBM karena menurut mereka subsidi BBM dinikmati oleh kalangan orang berkecukupan.

Tapi apakah menaikkan harga BBM menjadi solusi? Andai kenaikan harga BBM tak berdampak pada kenaikan seluruh bahan pokok mungkin tak terlalu masalah bagi rakyat. Tapi nyatanya pasti banyak pengaruhnya.

Mungkin alangkah lebih bijak jika pemerintah tak perlu menaikkan harga BBM. Sebagai gantinya naikkan pajak kendaraan mobil, terutama mobil mewah. Selain mengurangi jumlah konsumsi bahan bakar juga mengurangi dampak kemacetan dan dampak polusi. Tapi fasilitas transportasi umum juga harus dibuat nyaman.

Selain itu juga buat aturan premium hanya untuk kendaraan motor dan angkutan umum, sedangkan mobil pribadi harus menggunakan pertamax. Masing-masing SPBU harus ada petugas yang memisahkan itu.

Atau aturan penggunaan stiker dibalik. Sekarang yang ada stikernya aja yang bisa ngisi bensin premium. Jadi buat yang ngisi premium kudu ada ijin yang ditandai dengan stiker. Kalo udah rada ribet kan pada beralih ke pertamax, kecuali buat yang gak mampu doang.

=============================================

Tapi apapun keputusan pemerintah jangan juga disikapi secara emosi. Apalagi berdemo sampai anarki. Gimana kita bisa percaya anda yang berdemo memperjuangkan rakyat, tapi ngelemparin batu ke polisi dan masyarakat, merusak fasilitas umum, dll.

Ngaku gak mampu kalo bensin dinaekin tapi tiap hari rokok abis berapa bungkus, boros-boros energi,dll.

Hayu ahh mulai berhemat dan memperbaiki diri walau cuma sedikit berkontribusi, tapi seenggaknya lebih baik menyalakan lilin dari pada mengutuk kegelapan.