Ini sulap seolah-olah uang terlihat keluar sendir dari dompet. Yang pertama keluar adalah uang 20 ribuan, lalu uang 50 ribuan, dan yang terakhir uang 50 ribuan.
Home
Posts filed under iseng
Tampilkan postingan dengan label iseng. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label iseng. Tampilkan semua postingan
Minggu, 24 September 2017
Sulap, Uang keluar dari Dompet
Ini sulap seolah-olah uang terlihat keluar sendir dari dompet. Yang pertama keluar adalah uang 20 ribuan, lalu uang 50 ribuan, dan yang terakhir uang 50 ribuan.
Senin, 04 September 2017
Kenapa obat nyamuk dipakai buat membasmi nyamuk? Padahal...
Kenapa obat nyamuk dipakai buat membasmi nyamuk? Padahal justru membuat nyamuk semakin berbahaya.
Contohnya nyamuk demam berdarah disebut sebagai nyamuk yang berbahaya. Padahal itu nyamuk kondisinya lagi demam. Kalo lagi demam aja udah bahaya gimana kalo tu nyamuk lagi sehat? Makin bahaya.
Nah, nyamuk demam berdarah kalo dikasih obat nyamuk bisa sembuh dia. Kalo tu nyamuk udah sehat, makin bahaya dia. Lagi demam aja udah bahaya.
Iya kan??
Di Kawah Putih Ciwidey, dikira di Pantai
Ini lagi liburan di kawah putih Ciwidey, tapi kok kaya di Pantai
Banjir kok kayaknya malah seneng. Kira-kira kenapa ya?
Ini video kayaknya lagi kebanjiran, tapi kok malah seneng. Kira-kira kenapa ya?
Minggu, 02 November 2014
Gara-gara Sekolah di Angkasa, kuliah di Polban, kerja di MAU
Dulu aku sekolah di SMA Angkasa, kuliah di Polban, dan pernah kerja di PT. MAU. Gara-gara itu semua aku berkelahi dengan temen.
Tapi tunggu dulu!!! Ini cuma cerita fiksi. Peliss!!! Jangan dianggap serius. Secara aku orangnya baik hati, tidak pernah berkelahi, dan rajin menabung.
Jadi ceritanya begini.
Waktu sekolah di Angkasa, aku pun berangkat sekolah dengan berseragam putih abu-abu sambil menenteng tas. Di perjalanan, aku berjumpa dengan temenku itu, sebut saja Usro (nama disamarkan).
Kemudian si Usro menyapa,
“Woyyy val berangkat sekolah. Emang sekolah dimana??”
“Di Angkasa,” jawabku singkat.
“Wahhhh hebat euyyyy jiga astronot. Tapi naha sakola teh meuni jauh-jauh pisan di Angkasa. Rek naek pesawat naon kaditu euy??!!”
Aku nggak jawab apa-apa, cuma berkata dalam hati, “Pelis atuh laaaaaaah, bukan angkasa yang di langit keleusss --___--“. Waktu itu masih sabar.
Terus waktu pun begulir seiring terbit dan tenggelamnya matahari. Aku pun diterima kuliah di Polban. Suatu ketika, saat berangkat kuliah, aku bertemu dengan si Usro. Ia pun menyapaku lagi yang sudah beberapa tahun tidak bertemu.
“Woyyy Val, kamana wae. Nggeus kuliah ayeuna? Kuliah dimana?”
“Di Polban,” ucapku menjawab pertanyaan itu.
“Wahhh hebat di Polban, rek jadi Polisi. Wahhh mantap....!!!’ ucapnya girang.
Aku hanya diam sembari memicingkan mata, dan timbul tanda seru di atas kepalaku seraya berucap dalam hati, “Pelisss atuh laaaaah, Polban itu Politeknik Negeri Bandung, bukan Polisi Bandung keleusss T_T.” Aku mulai geram, tapi masih tetap sabar.
Waktu terus bergulir, sampai suatu ketika aku sudah bekerja di perusahaan yang bernama PT. MAU
Waktu berangkat kerja, pernah ketemu lagi sama tuh orang. Dia nyapa lagi dengan girangnya,
“Woyyy Val kamana wae, mau berangkat kerja?”
“Iya, mau.”
“Wahhh hebat, kerja di mana sekarnag euyy?”
“Di MAU,” jawabku.
“Iya, tadi kan udah jawab mau kerja, saya teh nanya, sekarang kamu kerja di mana??”
“Iya MAU,” jawabku lagi.
“Yeee itu mah kan udah tau. Saya teh nanya, kamu sekarang keraja di mana??!!” si Usro bertanya menaikkan volume suaranya.
“Iya, saya juga ngerti pertanyaan kamu. Saya teh jawab Saya kerja di MAU!!” aku juga ikut menaikkan volume suara.
“Ari maneh ngarti teu, saya teh pan udah nanya, kamu mau kerja? Kamu jawab mau. Terus saya nanya, kamu teh kerja di mana???!!” si Usro semakin naik pitam.
“Heyyy ai kamu naha jadi marah. Pan saya teh jawab pertanyaan kamu. Saya teh jawab MAU. Kamu yang nggak ngerti jawaban saya.”
“Yeeee Val, kamu kali yang nggak ngerti pertanyaan saya!!!”
“Heyyy saya udah jawab MAU...MAU...MAU..!!” aku pun ikut emosi.
“Yeee kamu teh ngajak berantem, ditanya apa jawabnya apa. Mau saya tonjok??!!”
“Yee pan saya udah jawab MAU,” Aduh sial, keceplosan.
“Oke, terima ini... Bugggg........!!!!!
(--_#) Siaaaalllll...........!!!!
Tapi tunggu dulu!!! Ini cuma cerita fiksi. Peliss!!! Jangan dianggap serius. Secara aku orangnya baik hati, tidak pernah berkelahi, dan rajin menabung.
Jadi ceritanya begini.
Waktu sekolah di Angkasa, aku pun berangkat sekolah dengan berseragam putih abu-abu sambil menenteng tas. Di perjalanan, aku berjumpa dengan temenku itu, sebut saja Usro (nama disamarkan).
Kemudian si Usro menyapa,
“Woyyy val berangkat sekolah. Emang sekolah dimana??”
“Di Angkasa,” jawabku singkat.
“Wahhhh hebat euyyyy jiga astronot. Tapi naha sakola teh meuni jauh-jauh pisan di Angkasa. Rek naek pesawat naon kaditu euy??!!”
Aku nggak jawab apa-apa, cuma berkata dalam hati, “Pelis atuh laaaaaaah, bukan angkasa yang di langit keleusss --___--“. Waktu itu masih sabar.
Terus waktu pun begulir seiring terbit dan tenggelamnya matahari. Aku pun diterima kuliah di Polban. Suatu ketika, saat berangkat kuliah, aku bertemu dengan si Usro. Ia pun menyapaku lagi yang sudah beberapa tahun tidak bertemu.
“Woyyy Val, kamana wae. Nggeus kuliah ayeuna? Kuliah dimana?”
“Di Polban,” ucapku menjawab pertanyaan itu.
“Wahhh hebat di Polban, rek jadi Polisi. Wahhh mantap....!!!’ ucapnya girang.
Aku hanya diam sembari memicingkan mata, dan timbul tanda seru di atas kepalaku seraya berucap dalam hati, “Pelisss atuh laaaaah, Polban itu Politeknik Negeri Bandung, bukan Polisi Bandung keleusss T_T.” Aku mulai geram, tapi masih tetap sabar.
Waktu terus bergulir, sampai suatu ketika aku sudah bekerja di perusahaan yang bernama PT. MAU
Waktu berangkat kerja, pernah ketemu lagi sama tuh orang. Dia nyapa lagi dengan girangnya,
“Woyyy Val kamana wae, mau berangkat kerja?”
“Iya, mau.”
“Wahhh hebat, kerja di mana sekarnag euyy?”
“Di MAU,” jawabku.
“Iya, tadi kan udah jawab mau kerja, saya teh nanya, sekarang kamu kerja di mana??”
“Iya MAU,” jawabku lagi.
“Yeee itu mah kan udah tau. Saya teh nanya, kamu sekarang keraja di mana??!!” si Usro bertanya menaikkan volume suaranya.
“Iya, saya juga ngerti pertanyaan kamu. Saya teh jawab Saya kerja di MAU!!” aku juga ikut menaikkan volume suara.
“Ari maneh ngarti teu, saya teh pan udah nanya, kamu mau kerja? Kamu jawab mau. Terus saya nanya, kamu teh kerja di mana???!!” si Usro semakin naik pitam.
“Heyyy ai kamu naha jadi marah. Pan saya teh jawab pertanyaan kamu. Saya teh jawab MAU. Kamu yang nggak ngerti jawaban saya.”
“Yeeee Val, kamu kali yang nggak ngerti pertanyaan saya!!!”
“Heyyy saya udah jawab MAU...MAU...MAU..!!” aku pun ikut emosi.
“Yeee kamu teh ngajak berantem, ditanya apa jawabnya apa. Mau saya tonjok??!!”
“Yee pan saya udah jawab MAU,” Aduh sial, keceplosan.
“Oke, terima ini... Bugggg........!!!!!
(--_#) Siaaaalllll...........!!!!
Rabu, 29 Oktober 2014
Anggota DPR Ngebanting Meja, Ai aku mah dibanting meja :(
Ngeliat ulah anggota DPR yang ngebanting meja, aku jadi inget waktu kelas 2 SMP. Ceritanya begini,
Waktu itu ada praktek olah raga, materinya tiger sprong alias loncat harimau. Sebelumnya aku ceritain dulu kalo waktu SMP aku tuh termasuk salah satu siswa yang paling pendek. Kalau upacara pasti baris paling depan yang udah pasti paling kepanasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendek.
Maka ketika hari itu ada tes praktek tiger sprong di kelas, si aku semakin berdebar. Guru olah raga menggeser meja ke depan kelas dan menaruh matras di belakangnya. Ia mulai mencontohkan bagaimana melakukan tiger sprong dengan melompati meja dan mendarat di matras. Guru olah raga yang notabene punya postur tinggi itu dengan begitu lancarnya melakukan tiger sprong. Sekarang giliran murid-murid yang mengantre untuk melakukan tiger sprong. Beberapa temen aku bisa melakukannya dengan lancar. Tepuk tangan pun membahana. Si aku kadang mengira mereka itu manusia harimau, sementara aku cuma ganteng-ganteng kalem.
Antrean di depan aku semakin menipis, itu artinya giliran si aku untuk tiger sprong semakin dekat. Ketika yang melakukan tiger sprong itu murid perempuan, maka si meja yang lebar itu diganti dengan tongkat yang jelas jauh lebih tipis dan mudah dilompati. “Ah sialnya, coba kalau aku melompati tongkat itu, pasti gampang banget,” pikir si aku waktu itu.
Dan giliran aku pun tiba. Aku bersiap-siap mengambil ancang-ancang dan berlari tuk melompati meja yang lebar itu. Da aku mah apa atuh da, udah pendek nggak suka makan biskuat. Al hasil sebenarnya aku berhasil melompati meja itu. Tapi naasnya, sebelum jatuh ke matras, dadaku sempat terbentur sudut meja dan jatuh dengan posisi yang enggak enak. Waktu itu rasanya kaya di dibanting meja. Itulah penderitaan kedua sebagai orang pendek.
Oh iya, aku belum cerita, selain pendek, waktui itu aku pendiem banget, nggak pernah ngomong kalo di sekolah. Makanya pada saat dada kebentur sudut meja dan kebanting, aku terpaksa bungkam, nggak merintih, nggak menjerit, belaga nggak apa-apa. Tapi waktu itu aku cuma jerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI.....!!!!” sambil nunjuk dada. Asli ini mah bukan kiasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendiam.
Sejak saat itu, aku berpikir “Kapan ya aku bisa bales dendam buat banting meja.” Tapi aku enggak pernah banting meja. Karena aku enggak pernah punya alasan yang tepat (baca: WARAS) buat ngebanting meja.
Setahun kemudian, waktu kelas 3 SMP
Hari itu suasana kelas yang lagi nggak ada guru gaduh banget. Temen-temen yang lain pada mukul-mukul meja atau tatalu. Ngeliat temen-temen mukul-mukul meja aku jadi kepikiran buat bales dendam sama si meja yang udah ngebanting aku setahun yang lalu. Aku pingin juga mukul-mukul meja. “Kalo tatalu kan rasanya alasannya rada waras,” pikir aku. Tapi aku sadar, kalau aku cuma murid pendiam yang tak pernah bertingkah aneh. Aku pun mengurungkan niatku. Tapi pada saat itu, ternyata ada guru di luar kelas yang merasa terganggu dengan kondisi gaduh di kelas kami. Guru senirupa lebih tepatnya. Guru itu pun tiba-tiba masuk dengan marah-marah. “Heyyy berisikkk, diam kalian jangan mukul-mukul meja...!!” begitu kira-kira.
Kemudian guru itu pun menampar beberapa murid yang duduk di depan, yang dianggapnya turut membuat kegaduhan dengan memukul-mukul meja. Dan sialnya, si aku terkena tamparan keras tersebut. Aku pun tak berkata apa-apa, cuma menjerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI......!!!!” sambil nunjuk pipi. Itulah penderitaan pertama bagi siswa yang duduk di depan.
Sejak itu, dendamku pada meja semakin menjadi. Tapi aku tak pernah memukul meja, apalagi membanting meja. Karena aku tak pernah menemukan alasan yang bisa dianggap (baca: WARAS) untuk membanting meja.
Waktu Kuliah
Waktu kuliah dendamku pada meja sempat terbesit kembali. Tapi aku tak pernah memukul meja apalagi membanting meja. Suatu ketika, saat nggak ada dosen, aku duduk di meja paling depan. Di atas meja lebih tepatnya. Sambil duduk di meja, aku menoleh ke meja yang aku duduki dan berkata dalam hati, “Hai meja, gue nggak bisa ngebanting elo tanpa alasan, tapi sekarang lo gue dudukin, mau apa lo sekarang,” ucapku pada meja. Tapi sialnya, dengkul aku tiba-tiba ada yang ngegetok, dan ternyata begitu menoleh ke depan, ternyata dosen yang paling galak dan nyuruh jangan duduk di meja. Apes banget deh, kebayang kalo tu meja bisa ngomong, pasti dia bakal ketawa cekikikan.
Sejak saat itu, aku kapok buat ngedudukin meja, apalagi mukul meja, atau sampe ngebanting meja. Yang pernah aku lakuin paling ngejadiin meja kuliah jadi meja pingpong. Itu juga karena ada temen yang bawa bola pingpong. Dan kalo dipikir-pikir, meja sebenarnya baik banget. Kalo belajar di kelas pasti pakai meja, kalau menulis pasti di atas meja, dan sampe kalo kerja pun, laptopku ditaro di atas meja. Dan meja nggak pernah iseng ngebanting laptopku walau sedang aku tinggalin sekalipun. Kalau aku ketiduran di meja pun nggak pernah sekalipun dia iseng. Jadi selama ini aku telah menafikan kebaikan meja hanya karena kesialanku semata.
Lalu, kalau aku, dan mungkin juga kamu, nggak pernah punya alasan yang (baca: WARAS) untuk ngebanting meja yang udah begitu baik, terus apa anggota dewan yang katanya terhormat kok bisa ya ngebanting meja sampe gelas pada pecah begitu? Hmmm...... pasti nggak pernah jadi tukang mebel kaya pak Pres. Jadi nggak pernah ngerti HAM (Hak Asasi Mebel). Sudahlah, cukuplah, jangan lagi banting meja. Dari pada ngebanting meja lebih baik para anggota dewan yang terhormat banting tulang. Ehhh.... tapi banting tulang dalam arti bekerja ya. Aku nggak mau denger ada berita kalo anggota DPR asal Sumut ditangkep polisi gara-gara ngebanting paman sendiri. Pelis atuh lah.....
Cuma iseng nulis, jangan dianggap serius, ambil positifnya aja PELISSSS ^_^V
Waktu itu ada praktek olah raga, materinya tiger sprong alias loncat harimau. Sebelumnya aku ceritain dulu kalo waktu SMP aku tuh termasuk salah satu siswa yang paling pendek. Kalau upacara pasti baris paling depan yang udah pasti paling kepanasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendek.
Maka ketika hari itu ada tes praktek tiger sprong di kelas, si aku semakin berdebar. Guru olah raga menggeser meja ke depan kelas dan menaruh matras di belakangnya. Ia mulai mencontohkan bagaimana melakukan tiger sprong dengan melompati meja dan mendarat di matras. Guru olah raga yang notabene punya postur tinggi itu dengan begitu lancarnya melakukan tiger sprong. Sekarang giliran murid-murid yang mengantre untuk melakukan tiger sprong. Beberapa temen aku bisa melakukannya dengan lancar. Tepuk tangan pun membahana. Si aku kadang mengira mereka itu manusia harimau, sementara aku cuma ganteng-ganteng kalem.
Antrean di depan aku semakin menipis, itu artinya giliran si aku untuk tiger sprong semakin dekat. Ketika yang melakukan tiger sprong itu murid perempuan, maka si meja yang lebar itu diganti dengan tongkat yang jelas jauh lebih tipis dan mudah dilompati. “Ah sialnya, coba kalau aku melompati tongkat itu, pasti gampang banget,” pikir si aku waktu itu.
Dan giliran aku pun tiba. Aku bersiap-siap mengambil ancang-ancang dan berlari tuk melompati meja yang lebar itu. Da aku mah apa atuh da, udah pendek nggak suka makan biskuat. Al hasil sebenarnya aku berhasil melompati meja itu. Tapi naasnya, sebelum jatuh ke matras, dadaku sempat terbentur sudut meja dan jatuh dengan posisi yang enggak enak. Waktu itu rasanya kaya di dibanting meja. Itulah penderitaan kedua sebagai orang pendek.
Oh iya, aku belum cerita, selain pendek, waktui itu aku pendiem banget, nggak pernah ngomong kalo di sekolah. Makanya pada saat dada kebentur sudut meja dan kebanting, aku terpaksa bungkam, nggak merintih, nggak menjerit, belaga nggak apa-apa. Tapi waktu itu aku cuma jerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI.....!!!!” sambil nunjuk dada. Asli ini mah bukan kiasan. Itulah penderitaan pertama sebagai orang pendiam.
Sejak saat itu, aku berpikir “Kapan ya aku bisa bales dendam buat banting meja.” Tapi aku enggak pernah banting meja. Karena aku enggak pernah punya alasan yang tepat (baca: WARAS) buat ngebanting meja.
Setahun kemudian, waktu kelas 3 SMP
Hari itu suasana kelas yang lagi nggak ada guru gaduh banget. Temen-temen yang lain pada mukul-mukul meja atau tatalu. Ngeliat temen-temen mukul-mukul meja aku jadi kepikiran buat bales dendam sama si meja yang udah ngebanting aku setahun yang lalu. Aku pingin juga mukul-mukul meja. “Kalo tatalu kan rasanya alasannya rada waras,” pikir aku. Tapi aku sadar, kalau aku cuma murid pendiam yang tak pernah bertingkah aneh. Aku pun mengurungkan niatku. Tapi pada saat itu, ternyata ada guru di luar kelas yang merasa terganggu dengan kondisi gaduh di kelas kami. Guru senirupa lebih tepatnya. Guru itu pun tiba-tiba masuk dengan marah-marah. “Heyyy berisikkk, diam kalian jangan mukul-mukul meja...!!” begitu kira-kira.
Kemudian guru itu pun menampar beberapa murid yang duduk di depan, yang dianggapnya turut membuat kegaduhan dengan memukul-mukul meja. Dan sialnya, si aku terkena tamparan keras tersebut. Aku pun tak berkata apa-apa, cuma menjerit dalam hati, “SAKITNYA TUH DISINI......!!!!” sambil nunjuk pipi. Itulah penderitaan pertama bagi siswa yang duduk di depan.
Sejak itu, dendamku pada meja semakin menjadi. Tapi aku tak pernah memukul meja, apalagi membanting meja. Karena aku tak pernah menemukan alasan yang bisa dianggap (baca: WARAS) untuk membanting meja.
Waktu Kuliah
Waktu kuliah dendamku pada meja sempat terbesit kembali. Tapi aku tak pernah memukul meja apalagi membanting meja. Suatu ketika, saat nggak ada dosen, aku duduk di meja paling depan. Di atas meja lebih tepatnya. Sambil duduk di meja, aku menoleh ke meja yang aku duduki dan berkata dalam hati, “Hai meja, gue nggak bisa ngebanting elo tanpa alasan, tapi sekarang lo gue dudukin, mau apa lo sekarang,” ucapku pada meja. Tapi sialnya, dengkul aku tiba-tiba ada yang ngegetok, dan ternyata begitu menoleh ke depan, ternyata dosen yang paling galak dan nyuruh jangan duduk di meja. Apes banget deh, kebayang kalo tu meja bisa ngomong, pasti dia bakal ketawa cekikikan.
Sejak saat itu, aku kapok buat ngedudukin meja, apalagi mukul meja, atau sampe ngebanting meja. Yang pernah aku lakuin paling ngejadiin meja kuliah jadi meja pingpong. Itu juga karena ada temen yang bawa bola pingpong. Dan kalo dipikir-pikir, meja sebenarnya baik banget. Kalo belajar di kelas pasti pakai meja, kalau menulis pasti di atas meja, dan sampe kalo kerja pun, laptopku ditaro di atas meja. Dan meja nggak pernah iseng ngebanting laptopku walau sedang aku tinggalin sekalipun. Kalau aku ketiduran di meja pun nggak pernah sekalipun dia iseng. Jadi selama ini aku telah menafikan kebaikan meja hanya karena kesialanku semata.
Lalu, kalau aku, dan mungkin juga kamu, nggak pernah punya alasan yang (baca: WARAS) untuk ngebanting meja yang udah begitu baik, terus apa anggota dewan yang katanya terhormat kok bisa ya ngebanting meja sampe gelas pada pecah begitu? Hmmm...... pasti nggak pernah jadi tukang mebel kaya pak Pres. Jadi nggak pernah ngerti HAM (Hak Asasi Mebel). Sudahlah, cukuplah, jangan lagi banting meja. Dari pada ngebanting meja lebih baik para anggota dewan yang terhormat banting tulang. Ehhh.... tapi banting tulang dalam arti bekerja ya. Aku nggak mau denger ada berita kalo anggota DPR asal Sumut ditangkep polisi gara-gara ngebanting paman sendiri. Pelis atuh lah.....
Cuma iseng nulis, jangan dianggap serius, ambil positifnya aja PELISSSS ^_^V
Langganan:
Postingan (Atom)