19 tahun yang lalu lautan biru tumpah ruah di jalan-jalan di Bandung, seolah seperti tsunami yang menyebar ke seluruh kota. Tapi bukan air laut, melainkan iring-iringan kendaraan para bobotoh yang tumpah ruah di jalan untuk merayakan Persib juara di Liga Indonesia Pertama 19 tahun yang lalu.
Saat itu aku dan beberapa temanku yang masih kelas 2 SD kalau tidak salah, seketika keluar berhamburan tuk melihat iring-iringan tersebut. Selain bobotoh, rupanya ada kendaraan yang membawa para pemain Persib kala itu seperti Robi Darwis dan kawan-kawan yang juga melewati jalan di depan sekolah kami. Beberapa teman-temanku bersahut-sahutan meneriakkan para pemain favorit meraka. Aku masih terlalu kecil untuk mengingat semuanya secara detail momentum saat itu. Terlebih saat itu aku belum begitu mengerti soal bola, apalagi menyukainya. Tapi rasanya aku bergidik, bergetar melihat euforia itu.
Beberapa tahun kemudian, semenjak piala dunia 98, aku mulai menyukai sepak bola, dan di awal tahun 2000an rasanya aku benar-benar ingin menjadi pemain sepak bola. Kemudian aku masuk sekolah sepak bola. Terbesit dalam benakku euforia saat Persib juara, saat seluruh bobotoh tumpah ruah tuk merayakan kemenangan. Mengingat hal itu, saat itu terpatri dalam jiwaku tuk bisa menjadi bagian dari pangeran biru, mempersembahkan mahkota gelar bagi seluruh para bobotoh.
Aku masih ingat betul, saat SMP, saat aku latihan di sekolah sepak bola. Aku dan beberapa teman kadang naik sepeda tuk menuju ke tempat latihan, kadang pula jalan kaki sekitar 2 Km, atau kadang pula ketika kita sudah lelah latihan, kita pun menumpang kendaraan yang lewat.
Saat SMA aku kembali masuk sekolah sepak bola. Kali ini tak bersama teman-teman, hanya aku sendiri yang masih menyisakan impian tuk jadi pemain sepak bola. Aku berjalan kaki sendiri, pulang dan pergi sejauh sekitar 4 KM ke tempat latihan. Walau kau tahu kawan, semuanya sirna. Impianku tuk membawa tropi bagi pangeran biru pun memudar dan semakin menghilang. Namun impian tuk melihat Persib juara, dan para bobotoh bereuforia merayakan kemenangan, tak pernah sirna. Walau bertahun-tahun lamanya Persib hanya bertengger di papan tengah. Walau telah berganti-ganti pelatih, mulai dari pelatih asing hingga lokal, walau telah banyak pemain asing berkualitas, dan pemain lokal berlebel nasional diboyong.
Tapi di tahun ini, rasanya kesempatan itu terbuka lebar setelah di semifinal, Persib mengalahkan Arema 3-1 dengan begitu dramatis. Kemudian Persib menghadapi Persipura di partai puncak. Banyak para bobotoh yang menjual barang-barang kesayangannya hanya untuk melihat Persib di laga puncak. Dan hal itu mengingatkanku akan tsunami 19 tahun yang lalu. Tsunami euforia saat Persib juara. Aku bergidik. Mungkinkah tsunami euforia itu terulang kembali di tahun ini?
Dan ternyata setelah melalui perjuangan yang menegangkan, Persib berhasil mengangkat trofi setelah sekian lama para bobotoh memendam rindu bertahun-tahun lamanya. Persib berhasil mengalahkan Persipura di partai puncak setelah melalui drama adu penalti yang menegangkan. Semuanya terharu. Segera saja setelah Persib juara, seluruh bobotoh tumpah ruah di jalanan malam tadi untuk merayakan kemenganan. Dan puncaknya mungkin akan terjadi minggu nanti di saat para pemain dan seluruh bobotoh merayakan euforia kemenangan di Bandung. Sebuah tsunami euforia setelah air kerinduan akan gelar itu terbendung 19 tahun lamanya.
Dan ternyata setelah melalui perjuangan yang menegangkan, Persib berhasil mengangkat trofi setelah sekian lama para bobotoh memendam rindu bertahun-tahun lamanya. Persib berhasil mengalahkan Persipura di partai puncak setelah melalui drama adu penalti yang menegangkan. Semuanya terharu. Segera saja setelah Persib juara, seluruh bobotoh tumpah ruah di jalanan malam tadi untuk merayakan kemenganan. Dan puncaknya mungkin akan terjadi minggu nanti di saat para pemain dan seluruh bobotoh merayakan euforia kemenangan di Bandung. Sebuah tsunami euforia setelah air kerinduan akan gelar itu terbendung 19 tahun lamanya.