Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cerpen. Tampilkan semua postingan

Rabu, 04 Oktober 2017

Cerpen: Leo, Si Singa Kecil


Dalam hutan yang lebat terdengar raungan singa yang begitu membahana ke seluruh hutan. “Auuummmmmmmmm,” begitulah suara singa itu. Dan ketika singa mengaum semua penghuni hutan terdiam, terpaku dan terhenyak. Mereka merinding mendengar teriakan singa.

Sudah sejak dahulu singa menjadi raja hutan. Dan raja hutan untuk periode kali ini adalah seekor singa berbadan besar dan berwajah sangar, Singaraja namanya. Hari itu ia mengaum mengumandangkan suara sangarnya ke seluruh antero hutan. Ia baru saja kegirangan karena baru memiliki satu putra lagi. Ya, putra ketiganya lahir pada hari itu dan ia beri nama Leo. Sekor anak singa yang lucu hadir di tengah hutan itu. Seluruh kerajaan merayakan kelahiran putra raja.

“Anak ini akan menjadi penerusku, anak ini akan menjadi singa yang kuat dan ditakuti hewan – hewan lain.” Kata sang Raja di hadapan seluruh hewan penghuni hutan itu yang ia kumpulkan untuk merayakan kelahiran anaknya. Semua hewan lain hanya tertunduk dan terpaksa mengiyakan apa yang dikatakan sang raja.

Singaraja merupakan raja hutan yang dikenal sangat ditakuti oleh hewan – hewan lain. Ia menerapkan kebijakan upeti dan pajak yang tinggi pada rakyat hutan yang ia pimpin. Apalagi ketika ia lapar ia tak segan – segan mengoyak perut rusa, atau kancil hidup – hidup untuk memenuhi kebutuhan perutnya.

Lia, ibu pangeran kecil yang baru lahir itu kala itu tengah memeluk anaknya. Sedangkan Singaraja sedang berburu. Suatu ketika sang ibu itu menatap anaknya sambil berbicara padanya,

“Nak, ibu harap kamu tidak seperti ayahmu yang kejam yah nak. Ibu harap kamu jadi anak yang baik, yang bisa menolong dan membantu yang susah.” Ucap sang ibu pada anaknya yang masih belum mengerti apa – apa.

Tapi singaraja selalu menginginkan anaknya menjadi singa yang kejam dan kuat. Hal itu ia tunjukkan ketika membawa anak pertama dan keduanya Muson dan Simba untuk ikut berburu bersamanya. Walaupun hal itu ditentang oleh ibu dari anak – anak itu.

“Mas, jangan bawa mereka berburu mas, mereka masih kecil. Mereka terlalu kecil untuk melihat kekejamanmu !” Kata Lia.

“Sudahlahhhh, kamu tak usah larang aku bawa anak – anak. Kita ini singa, harus bisa berburu. Apalagi kita dari keluarga kerajaan. Jadi lebih baik dari kecil mereka dididik untuk berburu. Supaya mereka jadi anak yang gagah.” Ujar Singaraja.

Ketika pertama kali di ajak ayahnya berburu, Muson dan Simba awalnya takut ketika melihat ayahnya mengejar rusa dan mengoyak – ngoyak daging rusa itu dengan gigi yang tajam lalu melahapnya. Tapi kini mereka berdua mulai terbiasa melihat kejadian itu. Mereka mulai merasakan jiwa sebagai seekor singa. Mereka mulai mencoba mengejar anak rusa. Yah, walaupun mereka belum berhasil menyergap si rusa tapi usaha mereka patut diperhitungkan.

Dengan kebengisan dan kekejaman si raja hutan, tak heran jika banyak yang membenci dirinya. Di hadapan sang raja seluruh hewan penghuni hutan tunduk patuh pada sang raja, namun di sisi lain mereka sebenarnya membenci Sang raja.
***

Suara tangisan pun terdengar dari dalam hutan,

“Hai, kamu kenapa ?” Tanya sang kambing pada seekor rusa betina.

“Anaku. . . .anaku diambil prajurit raja untuk dijadikan santapan raja bersama prajuritnya.” Kata induk rusa itu sambil menangis.

“Kurang ajarrrrrrrr. . . . . .!!!” Kata sang Kambing yang begitu marahnya.

Kambing itu juga merasa benci pada si raja hutan. Karena adiknya beberapa tahun yang lalu juga dimangsa oleh si raja hutan itu. Ia pun berencana untuk balas dendam pada Singaraja si raja hutan.

“Aku akan balas dendam pada si raja hutan itu hai rusa.” Ujar si Kambing pada rusa betina itu.

“Tapi bagaimana caranya ?” Tanya Rusa betina.

“Aku akan ambil anaknya, lalu kita buang ke sungai.” Kata si Kambing.

Si induk rusa hanya menggeleng – gelengkan kepala. Ia sebenarnya tak setuju dengan tindakan si kambing. Namun rasa bencinya pada Singa itu membuatnya meng-ia-kan ide si kambing itu.
***

Hari itu di istana kerajaan berkumpullah para singa yang sedang melakukan upacara. Dan disaat itulah si kambing merasa punya kesempatan untuk menculik anak raja. Disaat seluruh keluarga raja beserta para prajurit sibuk mengadakan upacara ia pun mengendap – ngendap melalui dinding belakang istana kerajaan. Langkahnya perlahan – lahan nyaris tak terdengar, ia mulai masuk ke istana raja, membuka pintu demi pintu istana secara perlahan mencari  keberadaan anak bungsu sang raja.

Setelah mengendap – ngendap akhirnya ia temukan juga kamar anak bungsu Sang raja itu. Dan kebetulan saja disana sedang tidak ada yang menjaga. Ia pun segera mengambil kesempatan itu untuk menculik Leo si anak Singa.

“Hai ibu rusa, lihat nih aku sudah berhasil menculik anak Si raja singa itu. Selanjutnya ku serahkan padamu. Biar kau yang membalas dendam atas anakmu yang dimangsa sang raja.” Kata si Kambing pada induk rusa.

Setelah menyerahkan anak singa itu, si kambing pun langsung pergi. Semantara si induk rusa yang dendam pada sang raja membawa anak itu ke tepian jurang. Di bawah jurang itu terdapat sungai yang mengalir deras. Ia pun teringat akan anaknya yang dimangsa sang raja. Lalu segera saja rasa dendam itu kian menjadi. Ia pun berniat tuk melempar anak singa itu ke dasar jurang yang di dasarnya mengalir sungai yang deras. Namun belum sempat ia melempar anak singa itu, anak singa itu tertawa lucu menggemaskan. Si induk rusa pun teringat akan anaknya yang lucu. Ia pun tak kuasa melempar anak selucu itu ke dasar sungai. Otot tangannya seolah terhenti ketika melihat wajah anak singa yang lucu itu. Akhirnya ia mengurungkan niatnya dan menunda sampai suatu saat.

Ia pun membawa pulang anak singa itu, memandanginya dan memikirkan langkah selanjutnya mau diapakan anak singa itu. “Mungkin nanti saja ketika anak itu sudah agak besar aku akan lemparkan ke jurang.” Pikirnya kala itu.

Untuk saat ini anak singa itu tinggal bersama si induk rusa dan kedua anaknya yang lain. Mereka bersembunyi di dalam gua karena takut ada prajurit raja yang memangsa mereka lagi. Sementara di istana kerajaan baru disadari kalau Leo anak raja yang masih bayi ternyata hilang. Kepanikan pun melanda isi istana, “Leoo. .. .  . .anakku dimana Leooo. . . . .???” Teriak ibunya yang juga istri raja. Seluruh prajurit istana pun turut mencari Leo ke seluruh istana, raja singa pun turut panik mendengar berita kehilangan anaknya itu. Ia menggelar sayembara dengan hadiah besar untuk menemukan anaknya yang hilang. Sementara si induk rusa juga mulai panik. Ia takut kalau ketauan menyembunyikan anak sang raja.

Hari berganti hari anak singa yang hilang itu pun belum juga ditemukan. Untuk saat ini si ibu rusa aman karena apa yang dilakukannya tidak ketahuan. Namun ada yang mengganjal dalam pikiran si ibu rusa itu. Ia tak tau mau diapakan anak singa itu. Di sisi lain ia merasa dendam pada si raja singa, tapi di sisi lain ia merasa tak tega untuk membunuh anak singa selucu itu.

Ketika sedang berpikir mengenai hal itu ada suara yang memanggil dirinya, “Mamaa. . . . . . . .mama. . . . . .”  Itulah yang terdengar di mulut gua itu. Rupanya itu adalah suara si anak singa itu. Spontan si ibu rusa merasa kaget mendengarnya karena si anak singa itu memanggil dirinya dengan sebutan mama. Ia pun semakin tak kuasa untuk membunuh anak singa itu. Dan untuk sementara justru si ibu rusa menganggapnya sebagai anak, seperti kedua anaknya yang lain Rama dan Romi. “Tapi bagaimana jika sudah besar anak singa ini memakan anak – anakku yang lain ?” Tanya si ibu rusa pada dirinya sendiri dengan rasa khawatir.
***

Suatu ketika si ibu rusa mengajak anak – anaknya untuk mencari makan, termasuk si anak singa itu yang ia angkat sebagai anak. Si ibu rusa dan kedua anak kandungnya memakan rumput – rumput yang tumbuh di hutan. Leo pun mencoba mengikuti apa yang dilakukan mereka namun ia langsung memuntahkannya lagi, beberapa kali seperti itu. Tapi setelah mencoba untuk memakan rumput akhirnya si anak singa itu mulai terbiasa memakan rumput. Rasa kekhawatiran si ibu singa pun semakin lama semakin sirna ketika melihat si anak singa mulai terbiasa makan rumput. Apalagi ia terlihat sering bercanda dengan kedua anaknya yang lain.

Tapi suatu ketika si anak singa bertanya pada si ibu rusa itu, “mama. . . . kenapa yah aku ini kok berbeda dengan kakak – kakakku dan juga mama ?” Tanya anak singa itu.

Si ibu rusa terdiam terpaku sejenak. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya ketika mendengar pertanyaan itu. Lalu ia mendekap si anak singa itu dan berkata, “Nak, kamu anak mama nak, kamu anak mama .” Ucap si Ibu rusa pada anak singa itu. Nampakany si ibu rusa benar – benar mengurungkan niat awalnya untuk membunuh anak singa itu. Justru sebaliknya, si Ibu rusa merasa amat menyayangi anak singa itu seperti anaknya sendiri.
***

Hari berganti hari, waktu berganti waktu, dari hari ke hari ketika Si anak Singa itu ingin bermain ke luar selalu saja di larang oleh si ibu rusa. Ia tak mengerti, kenapa mamanya selalu  melarangnya bermain sendiri ke luar, sementara kedua saudaranya selalu diijinkan. Ia pun selalu bertanya pada dirinya sendiri mengapa ia berbeda dengan saudaranya dan mamanya. Hal itu yang menuntun langkahnya untuk mencari tau.

Ia pun melangkah keluar gua secara perlahan tanpa sepengetahuan mamanya. Hutan yang lebat ia telusuri. Ada banyak hal yang ia lewati yang belum pernah ia jumpai. Tapi ada sesuatu yang aneh ketika ia menjumpai anak kancil di hutan itu. Entah kenapa anak kancil itu langsung lari ketika melihat dirinya. Begitu pun dengan sekumpulan ayam hutan dan beberapa hewan lainnya. Ia semakin tak mengerti mengapa hewan – hewan itu lari ketika melihat dirinya.

Semakin banyak jejak langkah yang ia buat di hutan itu semakin banyak pula tanda tanya dalam pikirannya. “Sebenarnya aku ini siapa ? Mengapa semua tampak aneh bagiku ?” Tanya anak singa itu pada dirinya sendiri. Rasa penasaran pun semakin merasupi ke dalam pikirannya sampai suatu ketika ia melihat sebuah bangunan yang cukup megah di tengah hutan itu. Ouww itu rupanya adalah istana tempat si Singaraja tinggal. Rasa penasaran menuntun langkahnya mendekati bangunan itu.

Tapi belum sempat beberapa langkah ia melihat suatu kejadian yang membuatnya takut. Rupanya seekor hewan buas sedang mengejar seekor kancil. Kancil itu pun lari terbirit – birit karena tidak ingin jadi santapan hewan buas itu. Namun akhirnya hewan buas itu berhasil menerkam mangsanya dan mengoyak – ngoyak tubuh mangsanya sebelum menelannya. Rupanya hewan buas itu adalah singa. Ia amat membenci hewan itu. Kenapa hewan itu begitu kejam. Namun ketika ia melihat dirinya di permukaan air yang tenang batinnya kembali bertanya, “Singa, kenapa hewan buas itu bentuknya mirip denganku, apakah aku adalah singa ?” Tanya anak itu pada dirinya. Namun batinnya menentang hal itu, “Enggak mungkin, enggak mungkin. Aku bukan singa, aku bukan singa, aku gak mauuuuu jadi singaaaaa.” Ucap anak itu sambil menjauhi diri dari permukaan air.

Sementara di sisi lain si ibu rusa baru menyadari kalau si anak singa itu tidak ada. Ia lantas kebingungan mencari anak angkatnya itu. Ia amat menghawatirkan jika anak itu ditemukan pihak istana, “Nak. . ..dimana kamu ??” Teriak si ibu rusa.

Si anak singa meneruskan perjalanannya dengan batin yang semakin tak tenang. Ia terus bertanya dalam dirinya, “Siapakah aku ?”. Tapi hingga saat ini ia belum menemukan jawabannya.

Di tengah perjalanannya, ada suara yang seolah memanggilnya, “Leoooo. . .. .Leoooooo. . . .!!”. Anak itu menoleh ke kanan dan ke kiri, rupanya di kejauhan seekor singa betina yang memanggil nama itu. “Ya, kamu Leooo. . . .Leo anakkku.” Ucap Ibu singa itu sambil mendekatinya. “Akuuuu ?” Tanya anak itu. “Ya, kamu pasti Leo, rupanya kau disini nak, ibu sudah mencarimu kemana – mana.” Kata Induk singa itu sambil memeluknya.

“Aku bukan Leo yang kau maksud, aku ini Rudi anak rusa bukan anak singa yang kau maksud.” Jawabnya pada ibu singa itu.

“Tidak nak, kau itu Leo kau itu Singa bukan rusa. Lihatlah rupamu nak !” Kata Ibu singa itu.

Leo hanya berpikir sejenak. Ia menyadari bahwa dia memang berbeda dengan rusa. Justru ia lebih mirip dengan singa – singa lain. Mendengar ucapan si ibu singa itu ia justru perlahan – lahan yakin kalau dirinya adalah singa bukan rusa.

“Ikutlah dengan ibu nak ke istana. . . !!” Ajak si Ibu singa.

Setelah dibujuk – bujuk akhirnya ia pun mau ikut ajakan ibu singa itu. Di sepanjang perjalanan ia bertanya banyak hal tentang dirinya dan keluarganya. Dan ia perlahan mulai yakin kalau ibu singa itu memanglah ibu kandungnya.
***

Mereka pun tiba di istana kerajaan. Si anak singa itu terkagum kagum melihat istana yang begitu megah. Ia amat tak menyangka bahwa dirinya adalah putra raja dan akan tinggal di istana semegah itu. Sesampainya di istana itu ia langsung disambut pasukan kerajaan dengan rasa hormat. Terlebih ketika raja menghampirinya dan memeluk dirinya.
“Nak, ayah sudah lama menantimu, kamu kemana saja selama ini nak ?” Tanya sang raja.

“A. . . .a. . . .aku baik – baik saja kok yah.” Jawab Leo.

Sejak saat itu Leo si singa kecil tinggal di istana bersama ayah dan ibu kandungnya. Ia merasa senang tinggal di istana yang megah. Tapi ia entah kenapa ia pun merindukan ibu rusa yang selama ini merawat dan memelihara dirinya. Ingin sekali rasanya jika si ibu rusa dan kedua saudara rusanya Rama dan Romi tinggal lagi bersamanya di istana semegah ini. Tapi pikirannya segera ditepis. “Kalo ayah sampai tau, selama ini aku tinggal dengan ibu rusa, entah apa yang terjadi pada ibu rusa dan kedua saudara rusaku.” Pikir Leo.

Di halaman istana Leo pun merasa lapar. Ia menyantap rerumputan yang tumbuh di halaman istana. Ia sudah biasa menyantap tumbuh – tumbuhan seperti rerumputan. Namun hal itu nampak aneh bagi seluruh penghuni istana. Dan segeralah tersiar kabar bahwa anak raja ternyata memakan rerumputan. Raja pun merasa resah mendegar hal itu. Lantas ia pun langsung memanggil anaknya ke hadapannya.

“Nak, apa benar kau itu sekarang makan rerumputan ?” Tanya sang raja.

“I. . . .i. . .ia ayah memangnya kenapa ?” Jawab Leo sambil bertanya balik.

“Kamu tau kan, kita ini singa. Tidak sepantasnya kita ini makan tanaman. Kita ini pemakan daging, apalagi kita dari kalangan istana. Kau mengerti kan ?” Kata Sang raja pada anaknya.

Leo hanya terdiam menyikapi ucapan ayahnya.

“Oke kamu ikut ayah, akan ayah ajarkan bagaimana caranya berburu !” Ucap ayahnya sambil mengajaknya berburu.
***

Di tengah hutan si raja singa berserta prajuritnya bersiap tuk mencari mangsa. Leo pun turut ikut dan menyaksikan apa yang akan mereka lakukan.

“Pengawal, lihat kancil itu !” Kata sang raja sambil menunjuk kancil yang sedang asik makan dedaunan.

“Ia raja.” Jawab Pengawal.

“Kau mangsa kancil itu sekarang !” Kata sang raja memerintah pengawalnya.

“ Baik raja.” Jawab pengawal.

Pengawal pun langsung mengejar kancil itu dengan berlari secepat mungkin. Si kancil yang menyadari nyawanya terancam pun lari dari kejaran singa. Kejar – kejaran pun terjadi selama beberapa menit sebelum akhirnya si pengawal raja berhasil menerkam kancil itu dengan gigi tajamnya. Melihat kejadian itu Leo berusaha untuk tutup mata. Ia tak kuasa menyaksikan kejadian sekejam itu.

“Kau lihat itu nak. Itu yang seharusnya dilaukan oleh seekor singa.” Kata Raja pada anaknya.

“Tidak ayah, aku tidak bisa.” Jawab Leo.

“Kau harus bisa nak, kau lihat ini.” Kata ayahnya sambil berlari mengejar mangsanya.

“Nak. . . .nak dimanakah kau. . . mama mencarimu nak. . . .” Terdengar suara seperti itu. Dan hewan yang menyebut kata – kata itulah yang dikejar oleh si raja singa. Hewan itu tak memerhatikan ada singa yang hendak memangsanya. Ia hanya fokus mencari anaknya yang hilang.

“Oh tidakkk itu mamaa. . . . . . .mama rusa. . . . . .” Kata Leo sambil mengejar ayahnya yang hendak memangsa mama rusanya.

“Ayahhhhh jangan ayahhhhh jangannnn. . . .!!”

“Menyingkir kau nak, biarkan ayah memangsanya.”

“Tidak ayah, jangan, aku takkan membiarkan ayah memangsanya.”

“Memangnya kenapa nak, menyingkirlah nak akan ayah tunjukkan bagaimana seharusnya menjadi singa.”

“Tidak ayah, ia adalah mamaku ayah. Ia yang merawatku selama ini, ia yang mengasihiku ayahh.”

Si raja singa pun hanya terdiam mendengar ucapan anaknya itu. Ia pun mengurungkan niatnya untuk memangsa rusa itu.

“Ayo  nak mari kita pulang !” Ucap ayahnya.

Leo pun pulang kembali ke istana. Namun kepalanya masih menoleh ke belakang dan menatap mama rusanya yang kehilangan dirinya.

“Mama. . . . . .” ucapnya pelan.

Mama rusanya hanya diam terpaku tanpa suara melihat anak angkatnya perlahan menjauhi dirinya.
***

Beberapa hari kemudian timbullah suatu kegemparan di seluruh isi istana. Tiba – tiba saja tanpa sebab yang jelas sang raja mengumpulkan seluruh penghuni istana. Seluruh penghuni istana pun wajahnya pucat pasi. Mereka takut dianggap telah melakukan kesalahan sehingga raja mengumpulkan mereka di halaman istana. Tak lama kemudian raja pun mulai bicara maksud dan tujuannya.

“Hmmmm. . . . .Selamat pagi semuanya.” Ucap sang raja. Seluruh penghuni istana pun terheran – heran karena raja tak seperti biasanya sesantun ini. Kemudian raja pun meneruskan pembicaraannya.

“Sebelumnya saya mohon maaf telah mengumpulkan bapak – bapak dan ibu – ibu disini.” Seluruh isi istana makin terheran – heran karena biasanya raja menyampaikan kata – kata yang keras namun kali ini ia sudah seperti kepala desa yang berpidato di hadapan warga desa.

“Maksud saya mengumpulkan kalian disini adalah untuk mengumumkan bahwa saya mulai hari ini mengundurkan diri sebagai raja hutan.” Ucap sang raja.

Seluruh isi istana semakin tercengang dibuatnya. Seluruh istana bergemuruh seolah tak percaya akan yang dikatakan oleh sang raja. Tapi kali itu ia memang benar – benar mengundurkan diri. Seluruh isi istana bertanya – tanya apa yang membuat raja mengundurkan diri. Tapi kali itu raja tak mengungkapkan alasannya kenapa ia mengundurkan diri.


Dan yang menarik lagi, keesokan harinya raja, istrinya dan ketiga anaknya keluar dari istana. Ruapanya raja hendak menjadi rakyat biasa. Kehidupan sebagai raja memang mewah, dan ditakuti banyak orang. Tapi Leo membuatnya berpikir bahwa hidup sederhana sebagai rakyat biasa bersama keluarga jauh lebih menyenangkan. Mereka pun membangun rumah sederhana, dan ternyata rumah sederhana itu letaknya berdekatan dengan gua tempat si ibu rusa tinggal. Dan mulai hari itu Leo pun senang karena bisa tinggal bersama keluarganya sekaligus tiap hari bisa bertemu dengan mama rusa dan saudara rusanya.

***
Sebuah cerpen
Karya: Rival Ardiles

Cerpen: Hadiah Terindah


Hari yang ditunggu–tunggu bagi sebagian besar anak di manapun mungkin adalah hari ulang taun. Begitu pun dengan Lulu dan Lala, dua saudara kembar yang menanti–nanti saat usia mereka tepat satu dekade atau genap 10 tahun. Terhitung tinggal dua hari lagi mereka berulang taun.

“Lu, kalo di ulang taun kita nanti kira–kira kamu mau hadiah apa dari papah dan mamah ?” tanya Lala.

“Aku pingin gaun yang indahhhh sekali, buat kupakai di pesta ulang taun atau acara lain la, kalo kamu ?” kata Lulu dengan ceria.

“Kalo aku sih terserah papah dan mamah aja. Kalo dikasih hadiah sama mereka pasti seneng banget dehhh,kata Lala.

Hari itu pun tiba, pagi–pagi hari di rumah mereka sibuk menata ruangan. Mulai dari balon–balon yang digantung, sampai pita dan juga pernak–pernik lainnya yang berwarna-warni. Undangan pesta ulang taun pun telah diberikan pada teman–temannya di sekolah mereka.

“Eh, hari ini kamu ulang taun yah Lu, wah asyik yah ulang taun kamu selalu dirayain.” Kata Wini, teman sekelas Lulu.

“Ia Win, aku seneng sih, cumaaa. . . .. . . . .” jawab Lulu terputus.

“Cuma apa Lu ?” tanya Wini.

“Cuma di ulang tahun sebelum–sebelumnya papah dan mamah selalu ngasih hadiah yang aku nggak suka.” Kata Lulu.

“Kamu harus bersyukur Lu, soalnya aku aja nggak pernah tuh ulang tahun dirayain kaya kamu sama Lala,kata Wini.

“Ia, tapi kamu nanti datang kan?” tanya Lulu.

“Ia, Insha Allah aku datang kok Lu.”

Hari ulang taun Lala dan Lulu pun tiba. Teman–teman mereka mulai berdatangan satu per satu. Lala dan Lulu pun telah hadir dengan wajah ceria mereka.

“Oke, terimakasih atas kehadiran adik–adik semua dalam acara pesta ulang taun Lala dan Luluuuuuu. . . . . . !!!” Kata ayahnya Lala dan Lulu yang saat itu menjadi MC di acara ulang taun anaknya.

Teman–teman Lala dan Lulu pun telah memberikan kado yang mereka bawa untuk Lala dan Lulu. Doa pun dipanjatkan sebelum ulang taun mereka.

“Oke, sekarang waktunya Lala dan Lulu tiup lilinnyaaa.” Kata ayah mereka. Lala dan Lulu pun meniup Lilin yang ada di atas kue tar, sedangkan teman – teman mereka dan semua yang hadir menyanyikan lagu selamat ulang taun.

Dan tibalah saatnya ayah dan ibu Lala dan Lulu memberikan sesuatu hadiah kepada kedua putri kesayangannya. Hadiah yang mereka berikan nampaknya hampir sama. Sebuah kotak yang dibungkus kertas kado yang sama. Tapi tentu mereka tak boleh membukanya sekarang, biar surprise. Mereka pun penasaran dengan apa yang diberikan kedua orang tuanya itu.

Setelah acara pesta ulang taun itu selesai, mereka pun membuka kado yang diberikan ayah dan ibu mereka di kamar masing–masing.

“Wawwwww gaun yang indahhhh. . ,kata Lala dengan sangat ceria. Ia mendapatkan gaun putih yang dihiasi pernak – pernik berkilau.

Lain halnya dengan Lala, Lulu yang baru saja membuka kadonya justru tak merasa senang dengan apa yang diberikan kedua orang tuanya.

“Apaaaa, kelinciiiiiiii, kenapa kok aku malah dapet kelinciiiiiii.” kata Lulu yang mendapatkan kelinci kecil berwarna putih keabu–abuan. “Uuuhhh kenapa sihhh kamu hadiahnyaaa, dasar kelinci jelekkkkk,kata Lulu sambil menunjuk–nunjuk kepala kelinci itu. Kelinci yang bingung itu hanya diam saja.

Ketidakpuasan Lulu semakin menjadi ketika melihat saudara kembarnya yang mendapatkan sebuah gaun yang indah. Justru sebuah hadiah yang diinginkannya malah didapatkan oleh Lala. “Kenapa sih kenapa sih kenapa sihhhh malah dapet kelinci jelekkkk bukan gaunnn itu,kata Lulu di kamarnya sambil mendorong–dorong kepala kelinci itu.

“Lu kamu dapet apa?” Tanya Lala yang nampaknya begitu senang.

“Kelinci,jawab Lulu yang seolah senang dengan apa yang ia dapatkan. Padahal dalam hatinya ia sama sekali tak senang dengan apa yang diberikan ayah dan ibunya.

Keesokan harinya ketika mereka sekeluarga sedang makan malam bersama di ruang makan. “La kamu mau makan sama apa? Biar mamah ambilin yah,kata mamahnya sambil mengambilkan nasi dan lauk untuk Lala.

Melihat hal itu Lulu tentu jadi cemberut. Ia masang muka masam lantaran cemburu akan perhatian yang diberikan orang tuanya pada Lala yang dirasa tak ia dapatkan seperti itu. Setelah makan malam ia pun pergi ke kamarnya. “Kenapa sihhh kelinci jelekkk, kok mamah lebih sayang sama Lala dibandingkan sama Lulu kenapaaaa.” Kata Lulu sambil menggoyang – goyangkan kepala kelinci itu. Namun kelinci itu sama sekali tak marah ataupun kabur. Kelinci itu cuma menoleh ke kanan dan kekiri menyikapi apa yang dilakukan Lulu padanya.

Keesokan harinya di sekolahnya sedang ada pembagian hasil ujian Matematika. “Lala, selamat yah kamu dapat nilai yang paling besar. Kamu memang pinter,kata bu guru sambil membagikan hasil ujian tersebut.

“Bu guru nggak adil, minggu kemaren aku dapet nilai kesenian paling besar tapi nggak  dibilang pinter sama bu guru, ucap Lulu dalam hatinya. Dan sesampainya di rumah ia langsung mencurahkan kekesalannya pada si Buny, kelinci yang ia dapatkan dari orang tuanya itu. Kelinci itu ditarik–tarik kupingnya dan diguncang–guncangkannya. Kasihan sekali kelinci itu, setiap kali si Lulu kesal selalu dicurahkan padanya.

Puncaknya terjadi ketika Lala dan Lulu pulang ke rumah dari sekolah mereka. “Wah Lala katanya dapet nilai matematika paling besar yah disekolah. Hmmm anak mamah memang pinter,kata mamahnya sambil menyentuh hidung Lala lalu memeluknya. “Tuh Lulu, kamu harus lebih rajin lagi belajarnya, biar pinter kaya Lala,kata ibunya kembali pada Lulu.

Lulu pun hanya terdiam dan melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Segenap batinnya terasa pengap laksana di dasar laut terdalam kala itu. Ia merasa semuanya selalu memuji Lala, Lala, dan Lala lagi. Bendungan emosinya tak lagi bisa tertahan dan hancurlah bendungan itu. Emosi yang biasa ia luapkan pada Buny pun kembali terjadi. Namun yang biasanya ia hanya menggoyang–goyangkan kepala Buny, atau menarik telinganya, namun kali ini emosinya telah menuntun tangannya untuk menggenggam telinga kelinci kecil itu dan melemparkannya ke dinding. Seketika saja kelinci itu terbentur dinding cukup keras, lalu jatuh ke lantai, dan tak lama kemudian ia tak bergerak sama sekali.

Lulu yang kala itu sedang kesal mulai bertanya–tanya kenapa kelinci itu tak bergerak. Ia pun mendekatinya. “Hai. . buny, kelinci jelek kenapa kamuuuu, kamu masih hidup kannn, ayo jawabbb hai bunyyy. . . .. . !!!!kata Lulu yang panik sambil mennyentuh Buny dan berharap ia masih hidup.

Namun apa daya, kelinci kecil putih ke abu–abuan itu tak bisa bergerak lagi. Ia telah pergi akibat luapan emosi yang selalu dilimpahkan padanya. Dan hari itu juga, Buny dikuburkan di belakang rumah Lulu. Ada perasaan menyesal yang teramat dalam kenapa ia mesti membunuh kelinci itu, walaupun itu hadiah yang tak ia harapkan.

Sejak saat itu, serasa ada yang berbeda, hari–harinya tak ada lagi Buny, kelinci kecil yang lucu, yang selalu jadi tempat curhatnya, sekaligus luapan emosinya. Setiap kali ia pandangi ruangan kamarnya dan ia teringat akan kelinci kecil itu. “Kenapa semuanya begitu aneh ketika tak ada kelinci kecil itu ?” Itulah yang ia tanya talam batinnya.

Hari itu Lala memberikan gaun putihnya pada Lulu, gaun yang diberikan oleh orang tuanya saat ia ulang taun tempo hari. Entah kenapa Lulu tetap tak merasa bahagia dengan gaun itu. Dan tanpa ia sadari, sebenarnya kelinci kecil itu adalah hadiah terindah yang pernah diberikan orang tuanya padanya. Tiap hari kelinci itu menjadi teman curhatnya sekaligus pelampiasan kekesalannya walaupun kelinci itu tak mengerti apa–apa. Tapi kini hari–harinya nampak berbeda tanpa kelinci itu. Dan disitulah ia belajar mengerti untuk mensyukuri segala sesuatu yang ia dapat, dan ia berjanji akan menyayangi semua makhluk hidup.

~ selesai~

Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles

Cerpen: Mata Untukmu


Seorang wanita keluar dari sebuah rumah sakit dituntun oleh seorang pria yang selalu menemaninya dan selalu menuntunnya ke manapun wanita itu pergi. Langkahnya perlahan–lahan sembari membawa tongkat di tangan kananya dan meraba-raba apa yang ada di hadapannya. Namanya Nursyam, Nur artinya cahaya dan Syam artinya matahari. Ironis memang seorang wanita muda berkulit putih berambut anggun ini memiliki nama yang berarti cahaya matahari. Namun ia sendiri sejak lahir belum pernah melihat cahaya matahari sepanjang hidupnya. Ya, ia terlahir buta. Saat itu ayahnya Pak Gito begitu menyesal memiliki anak yang buta sejak lahir, bahkan ayahnya hampir saja menitipkannya di panti asuhan. Namun ibunya, Bu Ratna melarangnya, ia yakin anaknya akan menjadi anak yang hebat.

Hari itu Dadan membawanya ke rumah sakit untuk memeriksa apakah matanya bisa melihat kembali atau tidak. Dadan adalah pria berbadan tegap yang selalu menemani Nursyam. Ia selalu menyemangati Nursyam ketika Nursyam merasa lemah dengan kebutaannya itu. Ia dengan sepenuh hati menuntun langkahnya kemanapun Nursyam pergi. Ia seolah menjadi mata baginya.

Menurut pemeriksaan dokter, mata Nursyam tidak bisa diperbaiki, kecuali jika ada donor mata yang bersedia mendonorkan matanya. Mendengar hal itu Nursyam sedikit pesimis. Ia duduk termenung sendiri, mengarahkan wajahnya ke cahaya matahari, merasakan hangatnya sinar matahari walaupun ia tak bisa melihatnya.

“Nur, sudahlah itu kan kata dokter. Kalau Allah menghendaki kamu pasti bisa melihat lagi,ujar Dadan menenangkan hati Nursyam.

“Ia mas, makasih kamu selalu nenangin aku,kata Nursyam sambil sedikit tersenyum lega.

Mereka pun lantas pergi ke taman dan bermain ayunan. Senyum Nursyam pun kembali menghiasi wajahnya setelah Dadan menemaninya dengan penuh canda tawa.

“Nur, kamu mau engga ikut denganku?” tanya Dadan.

Kemana mas?” Nur pun balik bertanya.

“Ke rumahku,jawab Dadan.

Dadan pun membawa Nur ke rumahnya dengan menaiki motornya. Ia nampaknya hendak mengenalkan Nur pada kedua orang tuanya. Nursyam  awalnya merasa tidak percaya diri saat Dadan hendak membawanya ke rumah orang tuanya. Tapi setelah diyakinkan Dadan, akhirnya ia pun mau juga.

Sesampainya di rumah orang tuanya, Dadan menuntun kekasihnya itu dengan kasih sayang menuju ke depan pintu rumahnya. Perasaan berdebar berkecamuk dalam hati Nursyam. Tapi Dadan terus menenangkannya.

Pintu rumah pun dibuka, dan dihadapannya telah berdiri bapak dan ibunya. Dadan pun langsung mengenalkan kekasihnya itu pada kedua orang tuanya.

“Pak, bu, kenalin ini Nursyam yang dulu aku certain,kata Dadan sambil menjulurkan tangan Nursyam.

Bapak dan ibunya hanya terdiam memandangi Nur. Mereka terhenyak dan kemudian bapaknya akhirnya berbicara, “Kamu ini buta yah?” tanya bapaknya Dadan dengan suara lantang.

Mendengar hal itu Nursyam menundukkan kepala, ia merasa dirinya begitu rendah dihadapan mereka. Mentalnya terjungkal sampai ke jurang yang paling dalam. Lantas ia pun berbalik arah dan pergi dari tempat itu walau tak tau arah. Ia tak mampu membendung tetesan air mata yang turun membasahi pipinya.

“Bapak ini kok bilang gitu sih pa?” tanya Dadan pada bapaknya.

“Kamu ini gimana Dan, masih banyak di luar sana gadis yang lebih sempurna,ucap bapaknya dengan nada marah.

Dadan pun pergi mengejar Nursyam yang menjauh dari rumah itu. “Nur, sudahlah ga usah dipikirin yah apa yang bapakku ucapkan,kata Dadan menangkan hati Nur.

“Sudahlah emang bener kok, Nur ini buta. Mas Dadan kan bisa cari wanita lain yang lebih sempurna,jawab Nur sambil sedikit menangis dan menghalau tangan Dadan yang berupaya menahannya.

“Engga Nur, walaupun kamu buta, tapi kamu bisa melihat dengan mata hati,ujar Dadan yang kembali menenangkan hati Nur.

Sejak saat itu, Dadan tak kembali ke rumahnya, ia lebih memilih tinggal di kosan. Dan satu hal lagi, tak secuil pun pikiran Dadan yang menuntunnya tuk meninggalkan Nursyam, meskipun ia buta.

Kebahagiaan, itulah yang diinginkan gadis buta itu, dan Dadan sangat mengerti apa yang diinginkan kekasihnya itu. Beberapa hari ini Dadan telah memikirkan matang–matang tentang langkah apa yang ia ambil dalam hidupnya. Menikahi Nursyam, yah itulah yang ia pikirkan. Ia tak peduli walaupun orang tuanya sendiri menentangnya. Dan hari itu juga ia lantas pergi ke rumah gadis itu tuk mengutarakan niatnya.

“Nur, ikut aku yuk!” ajak Dadan. Nur hanya terdiam karena dalam benaknya masih teringat peristiwa tempo hari. “Engga Nur, bukan ke rumah orang tua ku. cuma ke taman aja,ucap Dadan.

Mereka pun duduk di taman menikmati udara yang sejuk duduk di bawah pohon yang rindang di hamparan rerumputan dan bunga-bunga yang tumbuh mekar di taman.

“Eh, Nur. . . .aku pingin bilang sesuatu sama kamu,ucap Dadan.

“Apa mas?” tanya Nur.

“Kamu mau kan menikah denganku?” jawab Dadan.

Nursyam terdiam sejenak dan berkata, “Tapi mas gimana dengan orang tuamu.”

“Sudahlah, tak usah kau risaukan,jawab Dadan.

“Tapi aku nggak mau mas,jawab Nur menggelengkan kepala.

Mendengar jawaban itu Dadan kaget dan terdiam. Ia menundukkan kepala walaupun ia belum tau apa alasan Nur mengucapkan hal itu.

“Aku nggak mau nikah mas, sebelum aku bisa melihat,jawab Nur.

 “Suatu saat kamu pasti bisa melihat Nur,jawab Dadan meyakinkan Nur.

Mereka pun pulang kembali. Dadan yang mendengar ucapan kekasihnya itu segera berpikir di sudut ruang di kamar kosannya. Ia berpikir bagaimana caranya membuat Nur bisa melihat kembali. Ia lantas mencari di internet mengenai kebutaan sejak lahir, ia juga pergi ke toko buku, dan ke rumah sakit tuk bertanya kembali pada dokter tentang bagaimana membuat Nur bisa melihat. Tapi semuanya tak ada jawabnya. Dokter hanya bilang, “Cuma ada satu cara, melalui oprasi dan butuh donor mata.”

Ia lantas mencari orang yang bisa mendonorkan matanya untuk gadis pujaanya itu, ia mencari di internet, dan di seluruh pelosok kota. “Namun mana ada” pikirnya. Orang yang menyumbang dalam bentuk uang saja sulit, apalagi dalam bentuk organ tubuh.

Tapi akhirnya setelah mencari ke sana kemari ia pun menelephone Nur untuk memberi sebuah kabar gembira padanya,

“Halo, Nur,kata Dadan di telephone.

“Ia mas ada apa?” jawab Nur

“Aku punya kabar gembira untukmu,kata Dadan.

“Apa mas?” tanya Nur penasaran.

“Sebentar lagi, kamu bisa melihat lagi, aku sudah menemukan donor mata untukmu,ujar Dadan.

Mendengar hal itu, Nur merasa sangat gembira sekali. Ia tak sabar ingin melihat lagi, ia tak sabar ingin melihat cahaya matahari, dan tentu ingin menikah dengan kekasih pujaannya yang selalu membahagiakan dia.

Seminggu kemudian, Nur diantar keluarganya menuju ke rumah sakit untuk operasi matanya. Semua keluarganya menunggu di luar berharap–harap cemas akan anaknya. Sedangkan Nur pun demikian, ia sangat tak sabar ingin bisa melihat lagi.

Operasi pun berjalan lancar, tapi perbannya baru bisa dibuka seminggu kemudian. Perasaan penuh harapan bersinggah di hati Nur. Namun ia tak merasakan keberadaan mas Dadan akhir–akhir ini.

“Mas Dadan ke mana yah mah, kayanya dia nggak ada di sekitarku akhir–akhir ini?” Tanya Nur pada mamahnya.

“Ehmmm. . .dia lagi sibuk sama kerjaannya katanya,jawab mamahnya.

Beberapa hari kemudian perbannya pun dibuka secara perlahan–lahan. Sehelai demi sehelai hingga akhirnya pelan–pelan dibukanya kedua kelopak matanya. Pertama semuanya nampak menyilaukan baginya, tapi perlahan ia bisa melihat ya, ia bisa melihat. Ia bisa melihat wajah ayahnya, ibunya, rumahnya, dan tentu cahaya matahari. Betapa senangnya hatinya saat itu karena saat itulah adalah saat pertama kali semenjak lahir ia bisa melihat dunia ini.

“Ehhmm, mah mas Dadan mana?” Tanya Nur pada ibunya. Ibunya hanya terdiam tak mampu menjawab pertanyaan itu. Lantas ia pun langsung saja menelephone Dadan untuk memberitahu kabar gembira ini.

“Mas, aku punya kabar gembira mas,kata Nur di telephone.

“Apa itu Nur?” tanya Dadan.

“Aku sudah bisa melihat mas,jawab Nur dengan riang gembira.

“Syukurlah, mas turut senang,kata Dadan tersenyum.

“Kalau begitu aku mau menikah sama kamu mas, oh ia mas kemana aja sih ke rumah dong !” kata Nur pada Dadan.

“Oh, ia. . . .ia mas kesana sekarang,jawab Dadan sambil menutup telephonenya.

Nursyam pun menunggu di depan rumah. Ia tak sabar ingin melihat wajah mas Dadan, kekasihnya yang selalu setia bersamanya. Yang selalu setia menuntunnya. Namun lama tak kunjung datang lelaki yang diharapkannya itu.

Tapi ada seorang pria berkacamata hitam dan berjalan menggunakan tongkat menuju rumahnya. Pria itu pun meraba–raba apa yang ada di hadapannya. Lantas sampailah pria itu tepat di depan teras rumah Nur.

“Maaf, siapa kamu?” tanya  Nursyam pada pria itu.

“Aku. . .aku Dadan Nur aku Dadan. Aku senang sekali kamu bisa melihat lagi Nur, sungguh aku senang sekali mendengar kabar itu,ucap pria itu dengan gembira.

“Jadi, . . . . .kamu itu mas Dadan?” ucap Nur dengan wajah kaget.

“Ia aku Dadan Nur, kekasih kamu, Kamu ingat kan, kamu mau menikah denganku kalau kau bisa melihat lagi?” ujar Dadan.

“Aku. . . . .aku engga mau menikah dengan kamu. Kamu pasti bukan mas Dadan, mas Dadan engga mungkin buta kaya gini,ucap Nur dengan suara lantang.

“Ta. . . . .tapi Nur,ucap Dadan.

“Sudahlah kamu pergi saja dari sini aku gak mau melihat kamu . .!!” teriak Nur pada pria buta itu lalu membanting pintu.

Nur pun lantas lari ke kamarnya dan mengurung dirinya di kamar. Ia tak menyangka kalau pria yang selama ini menemaninya adalah orang buta, orang cacat. Ia sangat mendambakan lelaki yang sempurna, bukan lelaki seperti itu. Sementara itu pria buta itu pun pergi dari rumah itu dengan meninggalkan secarik kertas di teras rumah Nur.

Seharian Nur tak keluar kamar. Ia hanya bisa mengurung diri di kamar karena setelah melihatnya, mas Dadan yang ia dambakan ternyata tak seperti apa yang ia harapkan.

Setelah seharian mengurung diri, sore itu akhirnya ia keluar dari kamar. Emosinya yang membara pagi itu telah reda sedikit demi sedikit. Ia pun sedikit menyadari kalau sikapnya pada mas Dadan pria buta itu, terlalu keras. Ia lantas melanggkahkan kakinya ke teras rumahnya.

Di sana ia temukan secarik kertas dengan tulisan yang tak rapih. Rupanya itu tulisan pria buta itu,

“Nur, aku seneng banget kamu bisa melihat lagi. Aku juga minta maaf kalau aku yang seperti ini tak seperti apa yang kamu harapkan. Aku tau kalau aku tak pantas buat kamu dan aku nggak akan memintamu lagi tuk menikah denganku. Dan aku juga enggak akan muncul di hadapanmu lagi. Tapi aku minta satu hal sama kamu yah Nur. Tolong kamu jaga mataku baik–baik.”
~Dadan~

Begitulah kurang lebih isi pesan di secarik kertas terebut. Tetesan air mata pun menetes pada helaian kertas itu ketika Nur membaca surat itu. Ia baru tau kalau yang mendonorkan mata untuknya adalah Dadan kekasih yang selama ini bersamanya. Rupanya Dadan jadi buta gara–gara mendonorkan matanya untuknya. Ia sangat menyesal sekali mengusirnya dari rumahnya, membentaknya, menolaknya, padahal tak sedetik pun Dadan meninggalkannya walaupun ia buta kala itu. Bahkan Dadan selalu membelanya, sekalipun harus bertentangan dengan orang tuanya.


Nur pun mencari Dadan ke sana kemari, namun ia tak pernah menemukan lelaki itu. Setelah Dadan melangkahkan kaki dari rumah Nur, entah tak ada orang yang tau keberadaanya hingga sang waktu terus berlalu. Hingga akhirnya Nur membaca sebuah berita di surat kabar, seorang lelaki buta tewas tertabrak mobil ketika ia sedang menyebrang. Dan ternyata pria itu adalah Dadan. Sontak berita itu membuatnya berteriak dan meringis, menimbulkan penyesalan yang tiada berujung.

==========================================================
Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles