Rabu, 04 Oktober 2017

Cerpen: Mata Untukmu


Seorang wanita keluar dari sebuah rumah sakit dituntun oleh seorang pria yang selalu menemaninya dan selalu menuntunnya ke manapun wanita itu pergi. Langkahnya perlahan–lahan sembari membawa tongkat di tangan kananya dan meraba-raba apa yang ada di hadapannya. Namanya Nursyam, Nur artinya cahaya dan Syam artinya matahari. Ironis memang seorang wanita muda berkulit putih berambut anggun ini memiliki nama yang berarti cahaya matahari. Namun ia sendiri sejak lahir belum pernah melihat cahaya matahari sepanjang hidupnya. Ya, ia terlahir buta. Saat itu ayahnya Pak Gito begitu menyesal memiliki anak yang buta sejak lahir, bahkan ayahnya hampir saja menitipkannya di panti asuhan. Namun ibunya, Bu Ratna melarangnya, ia yakin anaknya akan menjadi anak yang hebat.

Hari itu Dadan membawanya ke rumah sakit untuk memeriksa apakah matanya bisa melihat kembali atau tidak. Dadan adalah pria berbadan tegap yang selalu menemani Nursyam. Ia selalu menyemangati Nursyam ketika Nursyam merasa lemah dengan kebutaannya itu. Ia dengan sepenuh hati menuntun langkahnya kemanapun Nursyam pergi. Ia seolah menjadi mata baginya.

Menurut pemeriksaan dokter, mata Nursyam tidak bisa diperbaiki, kecuali jika ada donor mata yang bersedia mendonorkan matanya. Mendengar hal itu Nursyam sedikit pesimis. Ia duduk termenung sendiri, mengarahkan wajahnya ke cahaya matahari, merasakan hangatnya sinar matahari walaupun ia tak bisa melihatnya.

“Nur, sudahlah itu kan kata dokter. Kalau Allah menghendaki kamu pasti bisa melihat lagi,ujar Dadan menenangkan hati Nursyam.

“Ia mas, makasih kamu selalu nenangin aku,kata Nursyam sambil sedikit tersenyum lega.

Mereka pun lantas pergi ke taman dan bermain ayunan. Senyum Nursyam pun kembali menghiasi wajahnya setelah Dadan menemaninya dengan penuh canda tawa.

“Nur, kamu mau engga ikut denganku?” tanya Dadan.

Kemana mas?” Nur pun balik bertanya.

“Ke rumahku,jawab Dadan.

Dadan pun membawa Nur ke rumahnya dengan menaiki motornya. Ia nampaknya hendak mengenalkan Nur pada kedua orang tuanya. Nursyam  awalnya merasa tidak percaya diri saat Dadan hendak membawanya ke rumah orang tuanya. Tapi setelah diyakinkan Dadan, akhirnya ia pun mau juga.

Sesampainya di rumah orang tuanya, Dadan menuntun kekasihnya itu dengan kasih sayang menuju ke depan pintu rumahnya. Perasaan berdebar berkecamuk dalam hati Nursyam. Tapi Dadan terus menenangkannya.

Pintu rumah pun dibuka, dan dihadapannya telah berdiri bapak dan ibunya. Dadan pun langsung mengenalkan kekasihnya itu pada kedua orang tuanya.

“Pak, bu, kenalin ini Nursyam yang dulu aku certain,kata Dadan sambil menjulurkan tangan Nursyam.

Bapak dan ibunya hanya terdiam memandangi Nur. Mereka terhenyak dan kemudian bapaknya akhirnya berbicara, “Kamu ini buta yah?” tanya bapaknya Dadan dengan suara lantang.

Mendengar hal itu Nursyam menundukkan kepala, ia merasa dirinya begitu rendah dihadapan mereka. Mentalnya terjungkal sampai ke jurang yang paling dalam. Lantas ia pun berbalik arah dan pergi dari tempat itu walau tak tau arah. Ia tak mampu membendung tetesan air mata yang turun membasahi pipinya.

“Bapak ini kok bilang gitu sih pa?” tanya Dadan pada bapaknya.

“Kamu ini gimana Dan, masih banyak di luar sana gadis yang lebih sempurna,ucap bapaknya dengan nada marah.

Dadan pun pergi mengejar Nursyam yang menjauh dari rumah itu. “Nur, sudahlah ga usah dipikirin yah apa yang bapakku ucapkan,kata Dadan menangkan hati Nur.

“Sudahlah emang bener kok, Nur ini buta. Mas Dadan kan bisa cari wanita lain yang lebih sempurna,jawab Nur sambil sedikit menangis dan menghalau tangan Dadan yang berupaya menahannya.

“Engga Nur, walaupun kamu buta, tapi kamu bisa melihat dengan mata hati,ujar Dadan yang kembali menenangkan hati Nur.

Sejak saat itu, Dadan tak kembali ke rumahnya, ia lebih memilih tinggal di kosan. Dan satu hal lagi, tak secuil pun pikiran Dadan yang menuntunnya tuk meninggalkan Nursyam, meskipun ia buta.

Kebahagiaan, itulah yang diinginkan gadis buta itu, dan Dadan sangat mengerti apa yang diinginkan kekasihnya itu. Beberapa hari ini Dadan telah memikirkan matang–matang tentang langkah apa yang ia ambil dalam hidupnya. Menikahi Nursyam, yah itulah yang ia pikirkan. Ia tak peduli walaupun orang tuanya sendiri menentangnya. Dan hari itu juga ia lantas pergi ke rumah gadis itu tuk mengutarakan niatnya.

“Nur, ikut aku yuk!” ajak Dadan. Nur hanya terdiam karena dalam benaknya masih teringat peristiwa tempo hari. “Engga Nur, bukan ke rumah orang tua ku. cuma ke taman aja,ucap Dadan.

Mereka pun duduk di taman menikmati udara yang sejuk duduk di bawah pohon yang rindang di hamparan rerumputan dan bunga-bunga yang tumbuh mekar di taman.

“Eh, Nur. . . .aku pingin bilang sesuatu sama kamu,ucap Dadan.

“Apa mas?” tanya Nur.

“Kamu mau kan menikah denganku?” jawab Dadan.

Nursyam terdiam sejenak dan berkata, “Tapi mas gimana dengan orang tuamu.”

“Sudahlah, tak usah kau risaukan,jawab Dadan.

“Tapi aku nggak mau mas,jawab Nur menggelengkan kepala.

Mendengar jawaban itu Dadan kaget dan terdiam. Ia menundukkan kepala walaupun ia belum tau apa alasan Nur mengucapkan hal itu.

“Aku nggak mau nikah mas, sebelum aku bisa melihat,jawab Nur.

 “Suatu saat kamu pasti bisa melihat Nur,jawab Dadan meyakinkan Nur.

Mereka pun pulang kembali. Dadan yang mendengar ucapan kekasihnya itu segera berpikir di sudut ruang di kamar kosannya. Ia berpikir bagaimana caranya membuat Nur bisa melihat kembali. Ia lantas mencari di internet mengenai kebutaan sejak lahir, ia juga pergi ke toko buku, dan ke rumah sakit tuk bertanya kembali pada dokter tentang bagaimana membuat Nur bisa melihat. Tapi semuanya tak ada jawabnya. Dokter hanya bilang, “Cuma ada satu cara, melalui oprasi dan butuh donor mata.”

Ia lantas mencari orang yang bisa mendonorkan matanya untuk gadis pujaanya itu, ia mencari di internet, dan di seluruh pelosok kota. “Namun mana ada” pikirnya. Orang yang menyumbang dalam bentuk uang saja sulit, apalagi dalam bentuk organ tubuh.

Tapi akhirnya setelah mencari ke sana kemari ia pun menelephone Nur untuk memberi sebuah kabar gembira padanya,

“Halo, Nur,kata Dadan di telephone.

“Ia mas ada apa?” jawab Nur

“Aku punya kabar gembira untukmu,kata Dadan.

“Apa mas?” tanya Nur penasaran.

“Sebentar lagi, kamu bisa melihat lagi, aku sudah menemukan donor mata untukmu,ujar Dadan.

Mendengar hal itu, Nur merasa sangat gembira sekali. Ia tak sabar ingin melihat lagi, ia tak sabar ingin melihat cahaya matahari, dan tentu ingin menikah dengan kekasih pujaannya yang selalu membahagiakan dia.

Seminggu kemudian, Nur diantar keluarganya menuju ke rumah sakit untuk operasi matanya. Semua keluarganya menunggu di luar berharap–harap cemas akan anaknya. Sedangkan Nur pun demikian, ia sangat tak sabar ingin bisa melihat lagi.

Operasi pun berjalan lancar, tapi perbannya baru bisa dibuka seminggu kemudian. Perasaan penuh harapan bersinggah di hati Nur. Namun ia tak merasakan keberadaan mas Dadan akhir–akhir ini.

“Mas Dadan ke mana yah mah, kayanya dia nggak ada di sekitarku akhir–akhir ini?” Tanya Nur pada mamahnya.

“Ehmmm. . .dia lagi sibuk sama kerjaannya katanya,jawab mamahnya.

Beberapa hari kemudian perbannya pun dibuka secara perlahan–lahan. Sehelai demi sehelai hingga akhirnya pelan–pelan dibukanya kedua kelopak matanya. Pertama semuanya nampak menyilaukan baginya, tapi perlahan ia bisa melihat ya, ia bisa melihat. Ia bisa melihat wajah ayahnya, ibunya, rumahnya, dan tentu cahaya matahari. Betapa senangnya hatinya saat itu karena saat itulah adalah saat pertama kali semenjak lahir ia bisa melihat dunia ini.

“Ehhmm, mah mas Dadan mana?” Tanya Nur pada ibunya. Ibunya hanya terdiam tak mampu menjawab pertanyaan itu. Lantas ia pun langsung saja menelephone Dadan untuk memberitahu kabar gembira ini.

“Mas, aku punya kabar gembira mas,kata Nur di telephone.

“Apa itu Nur?” tanya Dadan.

“Aku sudah bisa melihat mas,jawab Nur dengan riang gembira.

“Syukurlah, mas turut senang,kata Dadan tersenyum.

“Kalau begitu aku mau menikah sama kamu mas, oh ia mas kemana aja sih ke rumah dong !” kata Nur pada Dadan.

“Oh, ia. . . .ia mas kesana sekarang,jawab Dadan sambil menutup telephonenya.

Nursyam pun menunggu di depan rumah. Ia tak sabar ingin melihat wajah mas Dadan, kekasihnya yang selalu setia bersamanya. Yang selalu setia menuntunnya. Namun lama tak kunjung datang lelaki yang diharapkannya itu.

Tapi ada seorang pria berkacamata hitam dan berjalan menggunakan tongkat menuju rumahnya. Pria itu pun meraba–raba apa yang ada di hadapannya. Lantas sampailah pria itu tepat di depan teras rumah Nur.

“Maaf, siapa kamu?” tanya  Nursyam pada pria itu.

“Aku. . .aku Dadan Nur aku Dadan. Aku senang sekali kamu bisa melihat lagi Nur, sungguh aku senang sekali mendengar kabar itu,ucap pria itu dengan gembira.

“Jadi, . . . . .kamu itu mas Dadan?” ucap Nur dengan wajah kaget.

“Ia aku Dadan Nur, kekasih kamu, Kamu ingat kan, kamu mau menikah denganku kalau kau bisa melihat lagi?” ujar Dadan.

“Aku. . . . .aku engga mau menikah dengan kamu. Kamu pasti bukan mas Dadan, mas Dadan engga mungkin buta kaya gini,ucap Nur dengan suara lantang.

“Ta. . . . .tapi Nur,ucap Dadan.

“Sudahlah kamu pergi saja dari sini aku gak mau melihat kamu . .!!” teriak Nur pada pria buta itu lalu membanting pintu.

Nur pun lantas lari ke kamarnya dan mengurung dirinya di kamar. Ia tak menyangka kalau pria yang selama ini menemaninya adalah orang buta, orang cacat. Ia sangat mendambakan lelaki yang sempurna, bukan lelaki seperti itu. Sementara itu pria buta itu pun pergi dari rumah itu dengan meninggalkan secarik kertas di teras rumah Nur.

Seharian Nur tak keluar kamar. Ia hanya bisa mengurung diri di kamar karena setelah melihatnya, mas Dadan yang ia dambakan ternyata tak seperti apa yang ia harapkan.

Setelah seharian mengurung diri, sore itu akhirnya ia keluar dari kamar. Emosinya yang membara pagi itu telah reda sedikit demi sedikit. Ia pun sedikit menyadari kalau sikapnya pada mas Dadan pria buta itu, terlalu keras. Ia lantas melanggkahkan kakinya ke teras rumahnya.

Di sana ia temukan secarik kertas dengan tulisan yang tak rapih. Rupanya itu tulisan pria buta itu,

“Nur, aku seneng banget kamu bisa melihat lagi. Aku juga minta maaf kalau aku yang seperti ini tak seperti apa yang kamu harapkan. Aku tau kalau aku tak pantas buat kamu dan aku nggak akan memintamu lagi tuk menikah denganku. Dan aku juga enggak akan muncul di hadapanmu lagi. Tapi aku minta satu hal sama kamu yah Nur. Tolong kamu jaga mataku baik–baik.”
~Dadan~

Begitulah kurang lebih isi pesan di secarik kertas terebut. Tetesan air mata pun menetes pada helaian kertas itu ketika Nur membaca surat itu. Ia baru tau kalau yang mendonorkan mata untuknya adalah Dadan kekasih yang selama ini bersamanya. Rupanya Dadan jadi buta gara–gara mendonorkan matanya untuknya. Ia sangat menyesal sekali mengusirnya dari rumahnya, membentaknya, menolaknya, padahal tak sedetik pun Dadan meninggalkannya walaupun ia buta kala itu. Bahkan Dadan selalu membelanya, sekalipun harus bertentangan dengan orang tuanya.


Nur pun mencari Dadan ke sana kemari, namun ia tak pernah menemukan lelaki itu. Setelah Dadan melangkahkan kaki dari rumah Nur, entah tak ada orang yang tau keberadaanya hingga sang waktu terus berlalu. Hingga akhirnya Nur membaca sebuah berita di surat kabar, seorang lelaki buta tewas tertabrak mobil ketika ia sedang menyebrang. Dan ternyata pria itu adalah Dadan. Sontak berita itu membuatnya berteriak dan meringis, menimbulkan penyesalan yang tiada berujung.

==========================================================
Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles


EmoticonEmoticon