Hari yang ditunggu–tunggu bagi sebagian besar anak
di manapun mungkin adalah hari ulang taun. Begitu pun dengan Lulu dan Lala, dua
saudara kembar yang menanti–nanti saat usia mereka tepat satu dekade atau genap
10 tahun. Terhitung tinggal dua hari lagi mereka berulang taun.
“Lu, kalo di ulang taun kita nanti kira–kira kamu
mau hadiah apa dari papah dan mamah ?” tanya Lala.
“Aku pingin gaun yang indahhhh sekali, buat kupakai
di pesta ulang taun atau acara lain la, kalo kamu ?” kata Lulu dengan ceria.
“Kalo aku sih terserah papah dan mamah aja. Kalo
dikasih hadiah sama mereka pasti seneng banget dehhh,” kata Lala.
Hari itu pun tiba, pagi–pagi hari di rumah mereka sibuk menata
ruangan. Mulai dari balon–balon yang digantung, sampai pita dan juga pernak–pernik
lainnya yang berwarna-warni. Undangan pesta ulang taun pun telah diberikan pada
teman–temannya di sekolah mereka.
“Eh, hari ini kamu ulang taun yah Lu, wah asyik yah
ulang taun kamu selalu dirayain.” Kata Wini, teman sekelas Lulu.
“Ia Win, aku seneng sih, cumaaa. . . .. . . . .”
jawab Lulu terputus.
“Cuma apa Lu ?” tanya Wini.
“Cuma di ulang tahun
sebelum–sebelumnya papah dan mamah selalu ngasih hadiah yang aku nggak suka.” Kata Lulu.
“Kamu harus bersyukur Lu, soalnya aku aja nggak pernah tuh ulang tahun dirayain kaya kamu
sama Lala,”
kata Wini.
“Ia, tapi kamu nanti datang kan?” tanya Lulu.
“Ia, Insha
Allah aku datang kok Lu.”
Hari ulang taun Lala dan Lulu pun tiba. Teman–teman
mereka mulai berdatangan satu per satu. Lala dan Lulu pun telah hadir dengan
wajah ceria mereka.
“Oke, terimakasih atas kehadiran adik–adik semua dalam acara
pesta ulang taun Lala dan Luluuuuuu. . . . . . !!!” Kata ayahnya Lala dan Lulu yang saat
itu menjadi MC di acara ulang taun anaknya.
Teman–teman Lala dan Lulu pun telah memberikan kado yang mereka
bawa untuk Lala dan Lulu. Doa pun dipanjatkan sebelum ulang taun mereka.
“Oke, sekarang waktunya Lala dan Lulu tiup
lilinnyaaa.” Kata ayah mereka. Lala dan Lulu pun meniup Lilin yang ada di atas
kue tar, sedangkan teman – teman mereka dan semua yang hadir menyanyikan lagu
selamat ulang taun.
Dan tibalah saatnya ayah dan ibu Lala dan Lulu
memberikan sesuatu hadiah kepada kedua putri kesayangannya. Hadiah yang mereka
berikan nampaknya hampir sama. Sebuah kotak yang dibungkus kertas kado yang
sama. Tapi tentu mereka tak boleh membukanya sekarang, biar surprise. Mereka
pun penasaran dengan apa yang diberikan kedua orang tuanya itu.
Setelah acara pesta ulang taun itu selesai, mereka
pun membuka kado yang diberikan ayah dan ibu mereka di kamar masing–masing.
“Wawwwww gaun yang indahhhh. . ,“ kata Lala dengan sangat
ceria. Ia mendapatkan gaun putih yang dihiasi pernak – pernik berkilau.
Lain halnya dengan Lala, Lulu yang baru saja membuka
kadonya justru tak merasa senang dengan apa yang diberikan kedua orang tuanya.
“Apaaaa, kelinciiiiiiii, kenapa kok aku malah dapet
kelinciiiiiii.” kata
Lulu yang mendapatkan kelinci kecil berwarna putih keabu–abuan. “Uuuhhh kenapa
sihhh kamu hadiahnyaaa, dasar kelinci jelekkkkk,” kata
Lulu sambil menunjuk–nunjuk kepala kelinci itu. Kelinci yang bingung itu hanya
diam saja.
Ketidakpuasan Lulu semakin menjadi ketika melihat saudara kembarnya yang
mendapatkan sebuah gaun yang indah. Justru sebuah hadiah yang diinginkannya
malah didapatkan oleh Lala. “Kenapa sih kenapa sih kenapa sihhhh malah dapet kelinci
jelekkkk bukan gaunnn itu,”
kata Lulu di kamarnya
sambil mendorong–dorong kepala kelinci itu.
“Lu kamu dapet apa?” Tanya Lala yang nampaknya
begitu senang.
“Kelinci,”
jawab Lulu yang seolah
senang dengan apa yang ia dapatkan. Padahal dalam hatinya ia sama sekali tak
senang dengan apa yang diberikan ayah dan ibunya.
Keesokan harinya ketika mereka sekeluarga sedang makan
malam bersama di ruang makan. “La kamu mau makan sama apa? Biar mamah ambilin
yah,” kata mamahnya sambil
mengambilkan nasi dan lauk untuk Lala.
Melihat hal itu Lulu tentu jadi cemberut. Ia masang
muka masam lantaran cemburu akan perhatian yang diberikan orang tuanya pada
Lala yang dirasa tak ia dapatkan seperti itu. Setelah makan malam ia pun pergi
ke kamarnya. “Kenapa sihhh kelinci jelekkk, kok mamah lebih sayang sama Lala dibandingkan sama Lulu kenapaaaa.” Kata Lulu
sambil menggoyang – goyangkan kepala kelinci itu. Namun kelinci itu sama sekali
tak marah ataupun kabur. Kelinci itu cuma menoleh ke kanan dan kekiri menyikapi
apa yang dilakukan Lulu padanya.
Keesokan harinya di sekolahnya sedang ada pembagian
hasil ujian Matematika. “Lala, selamat yah kamu dapat nilai yang paling besar. Kamu memang pinter,” kata bu guru sambil
membagikan hasil ujian tersebut.
“Bu guru nggak
adil, minggu kemaren aku dapet nilai kesenian paling besar tapi nggak dibilang pinter sama bu guru,”
ucap Lulu dalam hatinya.
Dan sesampainya di rumah ia langsung mencurahkan kekesalannya pada si Buny,
kelinci yang ia dapatkan dari orang tuanya itu. Kelinci itu ditarik–tarik
kupingnya dan diguncang–guncangkannya. Kasihan
sekali kelinci itu, setiap kali si Lulu kesal selalu dicurahkan padanya.
Puncaknya terjadi ketika Lala dan Lulu pulang ke
rumah dari sekolah mereka. “Wah Lala katanya dapet nilai matematika paling besar yah disekolah. Hmmm
anak mamah memang pinter,”
kata mamahnya sambil
menyentuh hidung Lala lalu memeluknya. “Tuh Lulu, kamu harus lebih rajin lagi
belajarnya, biar pinter kaya Lala,”
kata ibunya kembali pada
Lulu.
Lulu pun hanya terdiam dan melangkahkan kakinya
menuju kamarnya. Segenap batinnya terasa pengap laksana di dasar laut terdalam
kala itu. Ia merasa semuanya selalu memuji Lala, Lala, dan Lala lagi. Bendungan
emosinya tak lagi bisa tertahan dan hancurlah bendungan itu. Emosi yang biasa
ia luapkan pada Buny pun kembali terjadi. Namun yang biasanya ia hanya
menggoyang–goyangkan kepala Buny, atau menarik telinganya, namun kali ini
emosinya telah menuntun tangannya untuk menggenggam telinga kelinci kecil itu
dan melemparkannya ke dinding. Seketika saja kelinci itu terbentur dinding
cukup keras, lalu jatuh ke lantai, dan tak lama kemudian ia tak bergerak sama
sekali.
Lulu yang kala itu sedang kesal mulai bertanya–tanya
kenapa kelinci itu tak bergerak. Ia pun mendekatinya. “Hai. . buny, kelinci
jelek kenapa kamuuuu, kamu masih hidup kannn, ayo jawabbb hai bunyyy. . . .. . !!!!“ kata Lulu yang panik sambil
mennyentuh Buny dan berharap ia masih hidup.
Namun apa daya, kelinci kecil putih ke abu–abuan itu
tak bisa bergerak lagi. Ia telah pergi akibat luapan emosi yang selalu
dilimpahkan padanya. Dan hari itu juga, Buny dikuburkan di belakang rumah Lulu.
Ada perasaan menyesal yang teramat dalam kenapa ia mesti membunuh kelinci itu,
walaupun itu hadiah yang tak ia harapkan.
Sejak saat itu, serasa ada yang berbeda, hari–harinya
tak ada lagi Buny, kelinci kecil yang lucu, yang selalu jadi tempat curhatnya,
sekaligus luapan emosinya. Setiap kali ia pandangi ruangan kamarnya dan ia teringat
akan kelinci kecil itu. “Kenapa semuanya begitu aneh ketika tak ada kelinci
kecil itu ?” Itulah yang ia tanya talam batinnya.
Hari itu Lala memberikan gaun putihnya pada Lulu,
gaun yang diberikan oleh orang tuanya saat ia ulang taun tempo hari. Entah
kenapa Lulu tetap tak merasa
bahagia dengan gaun itu. Dan tanpa ia sadari, sebenarnya kelinci kecil itu
adalah hadiah terindah yang pernah diberikan orang tuanya padanya. Tiap hari
kelinci itu menjadi teman curhatnya sekaligus pelampiasan kekesalannya walaupun
kelinci itu tak mengerti apa–apa. Tapi kini hari–harinya nampak berbeda tanpa
kelinci itu. Dan disitulah ia belajar mengerti untuk mensyukuri segala sesuatu
yang ia dapat, dan ia berjanji akan menyayangi semua makhluk hidup.
~ selesai~
Sebuah Cerpen
Karya: Rival Ardiles
EmoticonEmoticon