Sabtu, 11 Januari 2020

Hidup Ibarat Sebuah Buku


Jika Hidup ibarat sebuah buku, kita terlahir seperti sebuah buku yang masih terbungkus rapi, yang masih bersih, belum ada setitik coretan pun di setiap halamannya.

Kemudian kita mulai membuka lembaran pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya. Kita mulai menggoreskan pena di halaman itu. Berusaha mengisinya dengan tulisan kehidupan.

Ada kalanya kita salah dalam menggoreskan pena, bahkan mungkin kita seringkali salah. Tapi itu tak masalah. Selama goresan pena yang kita torehkan di lembaran hidup ini adalah sebuah karya, sebuah hal yang baik, bukan goresan pena yang tak berarti, apalagi goresan pena yang dibuat untuk mengotori lembaran kehidupan kita sendiri, itu tak masalah.

Ada kalanya ketika takdir di halaman yang telah kita lewati begitu indah, kita ingin kembali ke lembaran itu agar bisa merasakannya kembali. Ada kalanya juga ketika kita salah dalam menggoreskan pena di lembaran yang telah kita lewati, kita ingin kembali untuk mengubah kesalahan itu. Tapi itu tak mungkin, lembaran hidup yang sudah kita lewati tak mungkin bisa kita ubah lagi. Kita hanya bisa melihatnya, dan menjadikannya sebagai sebuah pelajaran. Pelajaran agar di lembaran berikutnya kita tidak lagi membuat kesalahan yang sama.

Kita juga tak tau apa yang terjadi di lembaran yang belum kita buka. Kita hanya bisa merencanakannya. Kita hanya bisa menggoreskan pena di lembaran yang saat ini kita buka. Di halaman saat ini kita berada. Yang terpenting kita harus selalu menggoreskan pena di lembaran saat ini dengan tulisan kehidupan yang baik, yang bermanfaat, sesuai yang kita impikan. Agar kita tak menyesal di lembaran-lembaran berikutnya.

Karena kita tak pernah tau, kapan kita sampai di halaman terakhir. Kita tak pernah tau tulisan apa yang kita goreskan di halaman terakhir. Dan kita tak pernah tau, kapan kita menutup halaman terakhir itu.


EmoticonEmoticon