Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Desember 2017

Imajinasi


Dahulu, tak pernah terbayangkan orang bisa terbang,
Tapi kini, burung tak lagi menjadi raja udara.
Dahulu orang hanya bisa berkomunikasi dengan bertatap muka,
Tapi kini orang bisa berkomunikasi di belahan dunia manapun.
Dahulu orang membutuhkan waktu yang amat lama untuk menempuh perjalanan jauh,
Tapi kini semuanya jauh lebih cepat.
Tak terbayangkan ada komputer, internet, dan perangkat canggih yang kadang tak masuk logika kita.
Tapi semuanya ada,
Imajinasi, imajinasi telah mengubah dunia,
Hanya orang - orang yang memiliki imajinasi dan percaya bisa mewujudkannya yang mampu menguahnya,
Mereka punya imajinasi,
Mereka punya misi yang kuat,
Mereka pantang menyerah,
Mereka tak peduli apa yang dikatakan orang,
Thomas alfa Edison, Henry Ford, Soichiro Honda, Wright bersaudara, Bill Gates, dan banyak orang lain telah mewujudkan imajinasinya dan berhasil mengubah dunia.
Selanjutnya giliran saya,
dan juga anda

Dahulu, Sang Merah Putih...


Dahulu, bendera merah putih berkibar dengan penuh wibawa menunjukkan merah putihnya.
Kini ku lihat merahnya telah memudar, dan putihnya tak lagi cemerlang,
kibarannya pun lemah gemulai,

Dahulu, kulihat burung garuda berdiri dengan gagahnya membentangkan sayapnya,
Tapi kini ku lihat sebelah sayapnya menutupi wajahnya,
Apakah ia malu, entahlah

Dahulu, keringat, dan tumpah darah mereka korbankan,
Tapi kini tumpah darah tumpah bukan demi merah putih, tapi demi memperebutkan lembaran kertas, atau mempermasalahkan perbedaan,

Ketika kulihat patung pahlawan menaruh tangannya di kening dengan badan tegap, tapi kini orang - orang yang mengaku pahlawan menaruh tangannya di dada dan menepuk - nepukannya.

Aku tak mengerti sungguh tak mengerti,
Mereka menggoda kami, seolah bersikap baik pada kami, namun hanya untuk duduk di sebuah kursi, lalu mereka bersandar dan menaruh kakinya di atas punggung kami,
Aku tak mengerti, sungguh tak mengerti, negri yang begitu luas yang kaya namun jutaan orang mengais - ngais hanya untuk sesuap nasi

Bagaimana kami harus mempertanggungjawabkan semua anugerah ini,
bagaimana...........bagaimana
Sudahlah,
tak ada gunanya

Lebih baik kita coba kibarkan kembali sang merah putih,
Hingga sang garuda pun kembali membentangkan sayapnya dengan gagahnya.

Tenanglah, Gunung yang Meletus



Dipandang dari sudut kejauhan engkau begitu indah
Biru mencakar langit dengan ketenangan.
Tapi seketika engkau mulai berubah
Entah sedang marah, atau sedang sakit
Engkau mulai bergejolak menggetarkan bumi
Memuntahkan gumpalan – gumpalan bulu domba
Bukan bulu domba biasa
Tapi bulu domba yang begitu panas,
Semakin lama semakin tebal
Hingga menyapu wilayah di sekitarmu
Orang – orang turun menjauhimu
Lava berpijar merah, butiran – butiran abu menghujani tanah
Tenanglah. . . tenanglah

Bisakah kita mulai bersahabat lagi

Ku ingin

Aku ingin menjadi mentari, yang memberikan kehangatan dan memancarkan sinarnya tanpa mengharapkan apapun,
Aku ingin menjadi udara, yang dibutuhkan oleh setiap orang, bahkan makhluk hidup,
Aku ingin menjadi air , yang menjadi sumber kehidupan,
Aku ingin menjadi pelangi, yang memberikan keindahan ,
Tidak, aku tak ingin menjadi apa – apa, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri,
Karena aku tak bisa menjadi apa – apa selain menjadi diriku sendiri,
Walau begitu ku harus yakin ku mampu memberikan cahaya untuk dunia, ku dapat memberikan keindahan untuk hidup, ku bisa memberikan sejuta menfaat,

Seperti mentari, seperti udara, seperti air, dan seperti pelangi.

MEMORI

Seiring waktu bergulir,
Perlahan semua berlalu,
Seperti kereta yg terus melaju,
Seperti asap yang membumbung ke angkasa,
Seperti tetesan hujan yang menghilang di antara butiran tanah.

Aku hanya berharap takkan hilang dihapus ombak,
Takkan lekang dihapus waktu,
Mungkin semua seperti bulan yang merindukan malam,
Seperti mentari yang merindukan siang,
Seperti padang pasir yang merindukan hujan,
Atau rindu pada waktu yang takkan kembali

Semua kan berubah,
Gugusan bintang di langit,
Arah hembusan angin,
Suara kicau burung di pagi hari,
Semuanya kan berubah,
Seandaianya tak berubah,
Maka waktu yang akan mengugahnya,
Namun hanya ada satu yang takkan berubah,

Memori

Ibarat sebuah tulisan di atas pasir


Ingin ku terbang dalam bulir–bulir angin,
Atau ku terbenam dalam lautan di kala mentari senja,
Karna ku tak sanggup memindahkan gunung,
Atau bahkan memindahkan batu,
Atau hanya memindahkan kerikil,
Ini ibarat sebuah tulisan di atas pasir,

Jika bukan ombak yang menghapusnya anginlah yang menghapusnya.

Harap dan Bahagia

Peluh, lelah namun tampak tak ada rasa lelah,
Rambutmu yang mulai memutih,
Kulitmu yang mulai bergaris,
Tak membuat kau terlihat lelah,

Yang selalu memberi laksana mentari,
Yang selalu meneduhi laksana awan,
Yang berhati luas laksana lautan,
Yang selalu berkorban laksana hujan,

Tak banyak kata terselip nama,
Namun di setiap engkau menengadahkan tangan,
Terselip nama yang tak terucap dari bibirmu,
Namun terpancar dalam hatimu dan raut wajahmu,
dan engkau terbangkan ke angkasa.

Dengan penuh harap dan bahagia.