Selasa, 13 Oktober 2009

BELAJAR DARI SAPU LIDI

Dedaunan atau sesampahan kadang berserakan di halaman rumah. Salah satu alat sederhana yang dipakai untuk membersihkannnya adalah sapu lidi. Sapu yang dibuat dari batang daun pohon kelapa ini dikumpulkan menjadi satu dan diikatkan.

Apa yang bisa kita petik dari benda tersebut?
Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan :
Apakah bisa sapu itu dipakai jika tidak disatukan ?
Apakah anda bisa mematahkan sebatang lidi dengan mudah ?
Apakah anda bisa mematahkan kumpulan lidi dengan mudah ?

Jika hanya sebatang lidi saya yakin semua orang bisa mematahkannya.
Jika hanya sebatang lidi, saya yakin sampah – sampah itu tidak bisa dibersihkan.
Namun kumpulan lidi itu tidak mudah dipatahkan.
Namun kumpulan lidi itu bisa digunakan untuk membersihkan sampah.

Jika kita mengingat sejarah, dahulu Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, dan dijajah Jepang selama 3,5 tahun. Awalnya perjuangan bengsa Indonesia hanya dari daerah masing – masing, sehingga Indonesia begitu lama dijajah. Namun setelah itu muncullah ide untuk melakukan perjuangan bersama untuk melawan penjajah sehingga akhirnya pada 17 agustus 1945 Indonesia merdeka walaupun pada saat itu para pejuang Indonesia menggunakan senjata sederhana dari bambu runcing. Tapi karena kegigihan pantang menyerah dan persatuan yang kuat bisa menghasilkan kekuatan yang luar biasa.

Artinya jika kita bersatu kita akan jauh lebih kuat. Namun saat ini betapa banyaknya orang di Indonesia yang hanya memikirkan kepentingan pribadi dan golongan. . . . .cape deh.

Dalam shalat pun lebih diutamakan berjamaah dibandingkan sendiri – sendiri .
Jadi . . .teruslah berjuang bersama – sama kita pasti bisa.
Et. . . .Tapi ingat jangan bekerja sama ketika sedang ujian. . . . .oke coy.

Sabtu, 26 September 2009

PONDASI KEHIDUPAN

Untuk semua orang yang berkecimpung di dunia konstruksi, atau di dunia bangunan, pastilah sudah sangat mengenal kata pondasi. Pondasi merupakan salah satu bagian dari struktur bangunan yang sangat vital, dan yang paling pertama dibangun terlebih dahulu. Ada banyak jenis pondasi mulai dari pondasi batu kali, pondasi telapak, tiang pancang, pondasi sumuran, bored pile, dan lain – lain. Namun yang pasti pondasi berperan untuk menahan seluruh beban di atasnya dan menyalurkan beban ke tanah.

Walaupun posisinya paling bawah, namun kekuatan pondasi sangat menentukan nasib seluruh bagian bangunan di atasnya. Dan yang paling besar menanggung beban.
“Andai bisa tukar nasib, bosan jadi pondasi, Jika aku menjadi. . . .” Mungkin itu yang dikatakan pondasi jika bisa bicara.

Disadari atau tidak, sebuah perusahaan raksaksa sekalipun nasibnya juga sangat ditentukan oleh peran organisasi bagian bawah seperti karyawan, security, office boy, dll. Coba saja bayangkan ketika sebuah perusahaan tidak menghargai hak- hak pegawainya, sehingga seluruh pegawainya mogok kerja. Maka produksi tidak akan berjalan. Dan jika berlangsung terus maka perusahaan bisa hancur. . . .hancur. . . hancur. . . ( jangan diterusin tar jadi lagunya c’olga).

Dan saya rasa setiap orang juga memiliki pondasi dalam kehidupannya, di saat ia melangkahkan kaki, di saat ia mengambil keputusan untuk suatu tindakkan. Maksudnya adalah setiap orang memiliki alasan dan landasan dalam setiap keputusannya. Hanya ada 5 jenis orang yang tidak memiliki alasan dan landasan dalam setiap tindakannya. Yang pertama adalah orang gila, yang kedua orang sinting, yang ketiga orang gendeng, yang keempat orang tidak waras, dan yan ke lima orang sarap.

Ada beberapa jenis pondasi kehidupan yang menopang beban – beban kehidupan setiap manusia, diantaranya adalah agama, moral, hukum, dll. Jika pondasi itu hancur, maka hancur pulalah seluruh struktur kehidupannya. Bukankah kita sering melihat berita di TV tentang pembunuhan yang dilatarbelakangi masalah sepele. Itu semua disebabkan struktur pondasi kehidupannya hancur. Maka hancur pulalah kehidupannya karena harus mendekam di penjara, belum lagi tanggung jawab di akhirat. Agama, moral, sadar akan hukum, dll, merupakan sesuatu yang harus ada di setiap sanubari.

Selain contoh di atas masih banyak lagi contoh lainnya tentang lemahnya pondasi kehidupan, bahkan mungkin ada pada diri kita sendiri. Untuk itu mari kita sama – sama memperkuat struktur kehidupan kita. Dimulai dari pondasi kehidupan yang melandasi setiap tindakan kita.

Rabu, 05 Agustus 2009

Gara-gara Satu Koin

Di suatu tempat di atas bumi ini tinggallah 2 orang bersaudara. Sebut saja Si Untung dan Si Alan. Si Alan mempunyai cita-cita yang sangat tinggi sekali. Ia ingin sekali menjadi orang yang paling sukses di seluruh dunia. Sedangkan Si Alan mempunyai prinsip yang sederhana dalam hidupnya yaitu ”Do Better”. Menurutnya, Ia harus melakukan sesuatu yang lebih baik.

Walaupun Si Alan mempunyai cita-cita yang sangat tinggi, namun dari segi prestasi justru Si Untung lebih baik darinya, baik prestasi akademis maupun non akademis. Si Untung banyak mengikuti lomba-lomba mulai dari yang berhubungan dengan seni, olahraga, maupun akademis. Walaupun seringkali gagal jadi juara, tapi juga prestasi yang didapatkannya. Sedangkan Si Alan jarang sekali mengikuti lomba-lomba. Ia merasa malo, ragu, dan takut apabila nantinya gagal, takut dicemooh orang, atau mungkin terluka. Ia lebih sering melamunkan masa depan dan cita-citanya.

Suatu hari dikampungnya diadakan suatu perlombaan menyembut 17 agustus. Perlombaan itu yaitu mencari koin-koin yang telah disembunyikan oleh panitia. Si Untung pun mengikuti perlombaan tersebut, Si Alan juga setelah dibujuk Si Untung akhirnya mau juga ikut lomba itu. Ada 5 koin yang disembunyikan panitia dan para peserta harus menemukan koin-koin tersebut. Setiap peserta juga diberikan peta petunjuk disembunyikannya koin-koin tersebut.

Preeet. . . . . !! Bunyi terompet tanda dimulainya perlombaan terdengar. Perlombaan pun dimulai. Semua peserta mencari koin-koin tersebut, naik ke pohon, menggali tanah , menyingkirkan semak, nyebur ke kali, semuanya dilakukan oleh para peserta. Jika dilihat dari peta, ada 4 koikoin yang disembunyikan di daerah yang sama, sementara 1 koin lagi letaknya sangat jauh di puncak gunung yang curam dan berbahaya.

Di saat peserta lain berusaha keras mencari koin-koin tersebut, Si Alan malah duduk-duduk santai. ”Alan kenapa kamu duduk-duduk saja, kalau begitu kamu tidak akan menang” kata si Untung. ”Males ah . . ., nanti kotor, terus kalo luka gimana. . .” kata si Alan sambil duduk-duduk santai dan bersandar pada sebuah pohon. Namun ketika sedang asyik bersantai, tanpa disengaja tangannya menyentuh sesuatu yang berbentuk pipih dan bulat serta keras. Dan si Alan pun kaget melihatnya. Ternyata yang ia pegang adalah koin yang disembunyikan panitia. Ia pun kegirangan karena menemukan 4 koin sekaligus. Di koin itu masing-masing bertuliskan kekayaan, kesuksesan, kebahagiaan dan harapan. Ia pun sudah sangat puas walau 1 koin lagi belum diketemukan. ”Aku serahkan saja langsung ke panitia, lagi pula 4 koin saja aku sudah menang, apalagi 1 koin lagi letaknya sangat jauh di puncak gunung yang tinggi”. Kata si Alan. Peserta lain pun sudah menyerah karena tak mungkin lagi mengumpulkan koin lebih banyak. Kecuali si Untung ”masih ada 1 koin lagi yang belum ditemukan, aku tak akan menyerah walau tak mungkin mengumpulkan koin lebih banyak dari saudaraku” kata si Untung.

Si Untung pun pergi mendaki gunung yang curam dan ia terus maju pantang menyerah untuk menemukan koin itu walau sering jatuh, terluka, keringat dan darah pun bercucuran. Di sisi lain sodaranya si Alan menyerahkan koin yang ia dapat ke panitia. Namun panitia belum mengumumkan pemenangnya sampai seluruh peserta berkumpul.
” Si untung itu kaya orang gila saja, sudah jelas tidak akan menang, tapi tetep nyari koin itu” kata peserta lainnya. Akhirnya si Untung pun datang dengan terpincang-pincang dan luka-luka di sekujur tubuhnya. Tapi ia berhasil menemukan koin itu. Di koin itu bertuliskan tulisan resiko. Si Untung pun menyerahkan koin itu ke panitia.

Akhirnya panitia mengumumkan siapa pemenangnya. Panitia : ”Baiklah kami kami akan umumkan pemenangnya. Pemenang lomba mencari koin dan berhak mendapatkan hadiah 1 unit sepeda motor dimenangkan oleh . . . . . si Untung. . . ..!!!. Seluruh peserta lain pun terkejut, terutama si Alan. ”ini tidak adil. . .ini curang. . huuu dasar panitia licik. Saya sudah mengumpulkan 4 koin sedangkan si Untung hanya 1 koin, seharusn7ya aku yang menang” kata si Alan sambil marah-marah.

Namun panitia tidak menggubrisnya. Panitia pun menyerahkan 5 koin yang diperebutkan (koin harapan, kekayaan, kebahagiaan, kesuksesan, dan koin resiko) kepada si Untung. Selain itu panitia pun menyerahkan 1 unit sepeda motor kepada si Untung. Si untung pun terkejut. ”Mengapa aku bisa menang, padahal aku hanya mengumpulkan 1 koin” kata si Untung. ”Ini sudah keputusan panitia” kata panitia.

Si Untung pun pergi ke tepi sungai dan berpikir. Sementara si Alan pulang dan mengurung diri di kamar lantaran kesal. Setelah sekian lama berpikir di tepi sungai, akhirnya si Untung mendapat jawabannya. Koin yang ia dapat adalah koin resiko, sementara koin yang ditemukan si Alan adalah koin kekayaan, kesuksesan, kebahagiaan, dan harapan. Tapi si Alan tidak berani mengambil koin resiko karena terletak di tempat yang sulit. ”Ya. . . .mungkin dalam hidup ini kita tidak akan mendapatkan harapan, kekayaan, kesuksesan, dan kebahagiaan apabila kita tidak berani mengambil resiko” itulah yang si Untung pikirkan.