Jumat, 01 Desember 2017

Tiada berarti, tidak rapi, dan tiada bertepi

 

Seandainya penguin ada di gurun aku tak tau apa yang terjadi,
Seandainya unta ada di kutub aku juga tak tau apa yang terjadi,
Seandainya ikan - ikan beterbangan dan burung - burung berenang aku pun tak tau apa yang terjadi,

Ada mentari yang menerangi siang,
Dan ada bulan yang menemani malam,
Semuanya begitu teratur,
Tak seperti puisi ini yang tak teratur.

Aku,
Aku berdiri memakai topi,
Tiada yang kunanti walau sendiri,
Tiada kutemukan tepi di luasnya sepi,
Tidak ada suara ibu - ibu ngerumpi,
Yang ada hanyalah sapi yang memakai rompi,
Tapi apakah ini cuma mimpi?
Ketika ku menampar pipi ternyata ini bukan mimpi,
Ini hanyalah karangan puisi yang tiada arti, tidak rapi dan tidak bertepi.

Aku mendengar,
mendengar suara ikan - ikan yang sedang berkicau,
Mendengar suara ayam yang mengonggong,
Mendengar suara lantunan kereta di luasnya lautan,
Apakah ini mimpi?
Namun ketika ku menampar pipi ternyata ini bukan mimpi,
Ini hanyalah puisi yang tiada berarti, tidak rapi dan tiada bertepi.

Aku melihat,
melihat bunga - bunga bermekaran di tengah gurun,
melihat harimau sedang memakan rerumputan,
melihat indahnya pelangi di malam hari,
melihat gerombolan awan di dalamanya lautan,
Apakah ini hanya mimpi?
Namun ketika ku menampar pipi ternyata ini bukan mimpi
Ini hanyalah karangan puisi yang tiada berarti, tidak rapi dan tiada bertepi

Aku merasakan,
Aku merasa sejuknya udara berhembus saat aku berada di bulan,
Aku merasakan dingin yang menusuk di luasnya gurun yang tandus,
Aku merasa panas yang menyengat di tengah kutub utara,
Aku merasakan sepi sunyi senyap di tengah keramaian kota,
Aku juga merasakan manisnya air laut,
Apakah aku hanya mimpi?
Namun setelah ku menampar pipi baru ku rasakan ini bukan mimpi,
Ini hanyalah untaian puisi yang tiada berarti, tidak rapi, dan tiada bertepi,

Aku berpikir,
Dan aku merenung sejenak,
Apakah puisi ini memang tiada bertepi?
Namun ketika ku menampar pipi baru kusadari,
Bahwa puisi bukanlah sebuah bola yang tiada bertepi,
Puisi hanyalah untaian kata yang pasti bertepi,
Seperti layaknya rangkaian gerbong kereta api yang pasti bertepi,
Dan inilah tepi dari sebuah puisi,

Sebuah puisi yang tiada berarti dan tidak rapi namun bertepi.

SEBENTUK AWAN

 

Di birunya langit ku lihat sebentuk gumpalan – gumpalan putih,
Ia menari nari di atas sana,
Menghiasi langit nan elok,
Orang yang tak tau fisika pun tau kalau di antara matahari, bulan, bintang, langit, dan awan.
Awanlah benda langit yang paling dekat,
Tapi orang bodoh pun tau,
Sedekat – dekatnya awan adalah sesuatu yang tak bisa digapai,
Pun ketika aku terbang ke angkasa tetap saja tak bisa digenggam, tak bisa ku ambil,
Atau ku bayangkan diriku adalah air,
Yang menguap ke angkasa dan membeku di awan,
Namun setetes hujan tetap saja kan jatuh dan terhempas,
Dan menghilang di antara butiran – butiran tanah.
Atau ku bayangkan diriku adalah angin,
Yang bisa terbang bersemilir menyapa awan – awan di langit.
Tapi angin adalah sesuatu yang tak kan pernah terlihat.
Lantas harus jadi apakah aku,
Aku pun tak tau
Dan aku pun hanya duduk disini

Ku naikan daguku dan kuhadapkan wajahku ke atas sambil tersenyum.

Gemercik hujan di sore hari,


Gemercik hujan di sore hari,
Membasahi jendela membuatku tak bisa melihat indahnya taman,
Juga awan kelam yang menutupi birunya langit,
Juga gemuruh petir yang menggelegar seolah meretakkan langit,

Kita tak tau, atau mungkin suatu saat nanti kan mengetahui,
Tentang apa - apa yang tersurat dan tersirat di hidup ini,
Apakah waktu yang bisa menjawabnya?
Ataukah sebuah keputusan

Negeri Nan Eksotik

 

Itulah negeri beribu pulau, membentang di sepanjang khatulistiwa,
Lautan terhampar luas, pulau-pulau berkoloni mulai dari Sabang Sampai Merauke,
Di Serambi Mekah, kulihat sekelompok orang duduk berbaris sambil menari,
Ku terus terbang menelusuri angkasa di atas negeri itu,
Di atas pulau Nias, ku lihat orang berlari dan melompati batu nan tinggi, aku pun berdecak kagum,

Angin lembut bertiup menyapa wajahku dan ku kembali melihat ke bawah,
Ada sekelompok orang menari dengan piring di kedua telapak tangannya, lihai benar mereka.
Tak lama ku mengedipkan mata, kulihat kembali di bawah sana,
Sekelompok orang menari dengan memagang piring yang dipasangi lilin di atasnya,
Pandai benar mereka, mampu menjaga piring tak pecah, dan api lilin tak mati,
Indah nian pulau itu, Sumatra. Rasa penasaran kian menumpuk dalam benakku dan kulanjutkan menelusuri angkasa di atas negeri itu.
Pulau Jawa, di atas pulau itu mataku kembali mencari keindahan,
Ada orang-orang yang menyemburkan api ke udara dengan mulutnya,
Anak-anak riang gembira bermain permainan tradisional dengan teman-temannya,
Ada pula orang-orang yang memainkan irama dari bambu,

Kemudian mataku terpaku pada satu pulau nan eksotis,
Keindahan pantainya, kebudayaannya, orang menyebutnya pulau Dewata,
Aku pun melihat hewan purba melata berjalan mengintai mangsanya, ahh. . . .pulau Komodo.
Diiringi awan-awan aku terus melesat dan aku pun melihat indahnya pulau Papua,
Laut nan indah di Raja Ampat, sempat pula ku lihat burung Cendrawasih menebarkan pesonanya,
Bahkan ada gunung diselimuti es nan putih menawan di negeri itu, Gunung Jayawijaya nampaknya,
Sungguh mempesona negeri itu.
Rasanya aku ingin seperti mentari yang setiap hari selalu kembali  melintasi negeri itu,
Melintasi garis khatulistiwa yang melewati negeri itu,

Waktu pun telah berlalu begitu lama,
Kini ku merasa tak cukup kuat lagi tuk terbang melintasi negeri nan eksotik itu,
Tapi indahnya negeri itu membuatku berusaha kuat tuk kembali, tuk melintasi negeri nan eksotik itu,
Tapi apa yang ku dapat?
Hampir tak ku lihat lagi orang-orang yang menari dengan piring, dengan lilin,
Yang ada justru ada orang menari mengguncang keimanan,
Tak ku lihat lagi anak-anak bermain permainan yang dulu mereka mainkan bersama teman-temannya,
Mereka asik memandangi benda hitam di genggaman tangannya, atau menunggangi kuda besi.
Tak ku lihat lagi pohon-pohon nan hijau  yang membentang menyelimuti daratan,
Kini selimut hijau itu seolah sobek di beberapa bagian,

Negeri itu telah banyak berubah,
Tapi aku tetap kagum pada negeri itu,

Negeri nan eksotik.

Waktu


Ia adalah temanku, teman semua orang. Temanku yang satu ini selalu berjalan meninggalkanku. Tak peduli walau ku masih berpikir. Tak peduli walau ku kelelahan.

Ia selalu berjalan dan berlari tiada henti, tiada lelah hingga semua orang tak bisa menyusulnya. ia tak akan pernah kembali bila telah pergi berlalu tak peduli seberapa kerasnya kau teriak ia tetap takkan peduli. Dan itulah yang membuatnya amat berharga.

Orang - orang tertentu amat menghargainya. Mereka tak ingin ia pergi berlalu begitu saja.
Tapi sebagian yang lain atau bahkan sebagian besar dan mungkin termasuk diriku sering mengabaikannya, membiarkannya pergi begitu saja meninggalkan kita. 

Dan orang - orang yang selalu menghargainya itu kerap kali menjadi orang yang berhasil. Sedangkan orang yang sering mengabaikannya selalu menjadi orang yang tidak berhasil. Itulah ia dengan segala tingkahnya.
waktu

Terlihat Tak Ada

Sehelai daun, secarik kertas, sebutir pasir, setetes air.
Diantara daun - daun kering yang berterbangan,
Diantara butiran pasir yang terhampar luas di padang pasir,
Diantara tumpukan kertas di setiap buku,
dan di antara kumpulan tetesan air di lautan.
Ada aku,
Namun terlihat tak ada,
Aku ingin seperti sebutir mutiara,
Yang bersinar di antara luasnya samudra,
Atau aku ingin seperti bintang yang paling terang,
Yang bersinar di antara gelapnya malam.
But I don't know what happen with me

Imajinasi


Dahulu, tak pernah terbayangkan orang bisa terbang,
Tapi kini, burung tak lagi menjadi raja udara.
Dahulu orang hanya bisa berkomunikasi dengan bertatap muka,
Tapi kini orang bisa berkomunikasi di belahan dunia manapun.
Dahulu orang membutuhkan waktu yang amat lama untuk menempuh perjalanan jauh,
Tapi kini semuanya jauh lebih cepat.
Tak terbayangkan ada komputer, internet, dan perangkat canggih yang kadang tak masuk logika kita.
Tapi semuanya ada,
Imajinasi, imajinasi telah mengubah dunia,
Hanya orang - orang yang memiliki imajinasi dan percaya bisa mewujudkannya yang mampu menguahnya,
Mereka punya imajinasi,
Mereka punya misi yang kuat,
Mereka pantang menyerah,
Mereka tak peduli apa yang dikatakan orang,
Thomas alfa Edison, Henry Ford, Soichiro Honda, Wright bersaudara, Bill Gates, dan banyak orang lain telah mewujudkan imajinasinya dan berhasil mengubah dunia.
Selanjutnya giliran saya,
dan juga anda

Dahulu, Sang Merah Putih...


Dahulu, bendera merah putih berkibar dengan penuh wibawa menunjukkan merah putihnya.
Kini ku lihat merahnya telah memudar, dan putihnya tak lagi cemerlang,
kibarannya pun lemah gemulai,

Dahulu, kulihat burung garuda berdiri dengan gagahnya membentangkan sayapnya,
Tapi kini ku lihat sebelah sayapnya menutupi wajahnya,
Apakah ia malu, entahlah

Dahulu, keringat, dan tumpah darah mereka korbankan,
Tapi kini tumpah darah tumpah bukan demi merah putih, tapi demi memperebutkan lembaran kertas, atau mempermasalahkan perbedaan,

Ketika kulihat patung pahlawan menaruh tangannya di kening dengan badan tegap, tapi kini orang - orang yang mengaku pahlawan menaruh tangannya di dada dan menepuk - nepukannya.

Aku tak mengerti sungguh tak mengerti,
Mereka menggoda kami, seolah bersikap baik pada kami, namun hanya untuk duduk di sebuah kursi, lalu mereka bersandar dan menaruh kakinya di atas punggung kami,
Aku tak mengerti, sungguh tak mengerti, negri yang begitu luas yang kaya namun jutaan orang mengais - ngais hanya untuk sesuap nasi

Bagaimana kami harus mempertanggungjawabkan semua anugerah ini,
bagaimana...........bagaimana
Sudahlah,
tak ada gunanya

Lebih baik kita coba kibarkan kembali sang merah putih,
Hingga sang garuda pun kembali membentangkan sayapnya dengan gagahnya.

Tenanglah, Gunung yang Meletus



Dipandang dari sudut kejauhan engkau begitu indah
Biru mencakar langit dengan ketenangan.
Tapi seketika engkau mulai berubah
Entah sedang marah, atau sedang sakit
Engkau mulai bergejolak menggetarkan bumi
Memuntahkan gumpalan – gumpalan bulu domba
Bukan bulu domba biasa
Tapi bulu domba yang begitu panas,
Semakin lama semakin tebal
Hingga menyapu wilayah di sekitarmu
Orang – orang turun menjauhimu
Lava berpijar merah, butiran – butiran abu menghujani tanah
Tenanglah. . . tenanglah

Bisakah kita mulai bersahabat lagi

Ku ingin

Aku ingin menjadi mentari, yang memberikan kehangatan dan memancarkan sinarnya tanpa mengharapkan apapun,
Aku ingin menjadi udara, yang dibutuhkan oleh setiap orang, bahkan makhluk hidup,
Aku ingin menjadi air , yang menjadi sumber kehidupan,
Aku ingin menjadi pelangi, yang memberikan keindahan ,
Tidak, aku tak ingin menjadi apa – apa, aku hanya ingin menjadi diriku sendiri,
Karena aku tak bisa menjadi apa – apa selain menjadi diriku sendiri,
Walau begitu ku harus yakin ku mampu memberikan cahaya untuk dunia, ku dapat memberikan keindahan untuk hidup, ku bisa memberikan sejuta menfaat,

Seperti mentari, seperti udara, seperti air, dan seperti pelangi.

MEMORI

Seiring waktu bergulir,
Perlahan semua berlalu,
Seperti kereta yg terus melaju,
Seperti asap yang membumbung ke angkasa,
Seperti tetesan hujan yang menghilang di antara butiran tanah.

Aku hanya berharap takkan hilang dihapus ombak,
Takkan lekang dihapus waktu,
Mungkin semua seperti bulan yang merindukan malam,
Seperti mentari yang merindukan siang,
Seperti padang pasir yang merindukan hujan,
Atau rindu pada waktu yang takkan kembali

Semua kan berubah,
Gugusan bintang di langit,
Arah hembusan angin,
Suara kicau burung di pagi hari,
Semuanya kan berubah,
Seandaianya tak berubah,
Maka waktu yang akan mengugahnya,
Namun hanya ada satu yang takkan berubah,

Memori

Ibarat sebuah tulisan di atas pasir


Ingin ku terbang dalam bulir–bulir angin,
Atau ku terbenam dalam lautan di kala mentari senja,
Karna ku tak sanggup memindahkan gunung,
Atau bahkan memindahkan batu,
Atau hanya memindahkan kerikil,
Ini ibarat sebuah tulisan di atas pasir,

Jika bukan ombak yang menghapusnya anginlah yang menghapusnya.

Harap dan Bahagia

Peluh, lelah namun tampak tak ada rasa lelah,
Rambutmu yang mulai memutih,
Kulitmu yang mulai bergaris,
Tak membuat kau terlihat lelah,

Yang selalu memberi laksana mentari,
Yang selalu meneduhi laksana awan,
Yang berhati luas laksana lautan,
Yang selalu berkorban laksana hujan,

Tak banyak kata terselip nama,
Namun di setiap engkau menengadahkan tangan,
Terselip nama yang tak terucap dari bibirmu,
Namun terpancar dalam hatimu dan raut wajahmu,
dan engkau terbangkan ke angkasa.

Dengan penuh harap dan bahagia.

Di Tengah Diam


Pernahkah kau berpikir, mengapa batu karang hanya terdiam di terpa ombak besar
Pernahkah kau merenung, mengapa sang rumput hanya terdiam dimakan sang kambing.
Pernahkah kau pahami, setiap tetes hujan yang turun dari sang awan membasahi bumi
Pernahkah kau mengerti, setiap butir pasir yang hanya pasrah mengikuti hembusan angin,
Pernahkah kau tau, mengapa setiap daun yang jatuh ke sungai mengikuti riak arus gelombang sungai.

Jika anda tak berpikir, tak merenung, tak memahami, tak mengerti, dan tak pernah tau mengapa, anda tak salah
Tak pernah salah, anda tak salah. Karna memang semuanya begitu adanya.
Tapi pernahkah kau tau ada apa di tengah kediamanku,
Ada apa di tengah kebisuanku,

Aku bukan terpaku, atau terhenyak,
Sering ku berpikir tuk memahami,
Memahami diriku sendiri,
Memahami semua yang terjadi,
Memahami setiap waktu yang bergulir,
Tapi sering ku tak menemukan jawabannya,

Semuanya misteri, Seperti halnya ilmuan yang tak pernah mengerti berapa jumlah bintang,
Seperti halnya awan, yang tak pernah mengerti apa arti hujan,
Seperti halnya bumi yang tak pernah mengerti apa arti angin
Seperti halnya api yang tak pernah mengerti apa arti asap.
Semuanya tak salah, tak ada yang salah,
Kecuali diri ini.

Tapi biarkanlah aku membuka jendela kamarku dan membiarkan sinar mentari menyapa ke setiap sudut ruangan.
Dan aku,
Disini hanya aku,

Memandang awan mengarungi angkasa bersama sang angin.

BISA


Berdiri di tengah kesunyian, hanya disoroti cahaya lampu jalan,
Atau di tengah gurun, diantara butiran-butiran pasir yang terhempas angin, di bawah teriknya panas matahari,
Kadang pula di tengah es, di kutub utara yang dinginnya menghujam menembus epidermis hingga ke tulang,
Apa yang anda rasakan ketika sendiri?
Haruskan berteriak sekeras mungkin di atas sebuah tebing?
Ataukah melempar batu sejauh mungkin ke lautan yang terbentang luas?
Tidak,
Bukan itu,
Tapi genggamlah tanganmu,
Genggamlah sekuat mungkin,
Bakarlah api semangat dalam dirimu,
Katakanlah bahwa kau BISA,
Bahwa kau bisa menaklukkan ketidakberdayaanmu yang menyelimuti tubuhmu saat ini,
Bangkitlah!
Melompatlah!

Dan teriaklah, BISAAAAAAAAAAAA. . . . . .!!!!!!

BAHTERA


Sejauh mata memandang yang terlihat hanya lautan biru yang amat luas, yang dibatasi langit yang juga biru dan amat luas.
Awan – awan membentuk barisan,
Mentari pun bersembunyi di balik awan,

Hanya sebuah bahtera yang bernakoda yang berharap menepi di sebuah pulau yang indah.
Namun tak mengerti kemana arah.
Tak ada kompas, bahkan tak ada layar, dan tak ada kemudi.
Mesin kapal pun seolah kebingunagan di tengah gemuruh ombak, di tengah tiupan angin laut.
Bahtera ini sungguh terombang ambing di elevasi permukaan air laut.

Apa yang kau tunggu?
Haruslah terdampar di pulau asing?
Ataukah menabrak batu karang yang kokoh ?
Atau bahkan haruskah tenggelam di tengah luasnya samudra dan menjadi rumah bagi ikan – ikan ?

Wahai bahtera, apakah akan terus begini hingga datangnya senja ?
Hingga mentari beranjak dan memindahkan sinarnya
Bergeraklah. . . melajulah. . . .
Walau ombak menghadangmu.

Dan turunkanlah jangkarmu di pulau terindah.

Aku Tak Suka Puisi

Aku tak suka puisi
Aku tak suka membaca puisi
Aku tak suka menulis puisi
Karena aku tau kamu tak suka puisi
Kamu tak suka membaca puisi
Kamu tak suka menulis puisi
Puisi hanyalah untaian kata tak bermakna
Puisi hanyalah suatu bentuk kebohongan
Ada penyair yang mengatakan :
“Aku merasa sepi di tengah keramaian”
“Aku merasa dingin di tengah gurun yang tandus”
“Engkau bagaikan awan  yang muncul dari balik mentari”
“Suaramu bagaikan kicauan burung di dalamnya lautan”
Semuanya penuh dengan kata yang konyol
Semuanya bohong
Aku tak suka puisi
Aku tak suka membaca puisi
Aku tak suka menulis puisi
Puisi hanyalah kata – kata gombal yang tiada berarti,
Puisi hanyalah expresi dari penulis yang tiada berarti,
Aku tak suka membaca puisi,
Aku tak suka menulis puisi,
………………………,
Ooops. . . apa yang sedang aku tulis
Rupanya ini yang kukatakan suatu kebohongan
Suatu kebohongan dari seorang penyair
Aku bilang aku tak suka membaca puisi
Aku bilang aku tak suka menulis puisi
Tapi apa yang aku tulis
Ternyata aku seperti ikan yang berkata tak suka berenang
Aku seperti singa yang berkata tak suka makan daging
Tapi aku tak jauh beda denganmu
Kamu bilang kamu tak suka membaca puisi
Tapi apa yang kau baca saat ini
Inikah yang dinamakan kebohongan
Kebohongan dari kata yang ku ucapkan
Dan kebohongan dari kata yang kau ucapkan
Atau justru inikah kejujuran
Kejujuran dari hati yang tak pernah bohong

Pria Ikal


Aku hanyalah pria ikal,
yang kadang tak terlalu punya akal,
Yang juga tak punya semangat yang kekal,
Mungkin semangatku hanya sejengkal,
Mungkin pikiranku terlalu dangkal,
Hanya sejengkal harapan tuk mengucap kata bakal,
Karna ku tak pernah berdiri tegak di atas tangkal,
Mungkin aku terjungkal,
Hingga ke pangkal,
Seperti laksana brangkal,
Tapi aku bukanlah anak yang nakal,
Dan aku juga bukanlah preman yang suka mangkal,
Aku juga bukan penjahat yang membuat orang takut terpingkal – pingkal,
Dan aku selalu berusaha, walau hanya selalu berusaha tuk menyangkal,

Tapi Yang kulakukan hanyalah bertawakal.

Selasa, 10 Oktober 2017

Pikiran selalu bisa menghasilkan sejuta alasan tuk menunda



Aku nggak tau. Kenap pikiran selalu bisa menghasilkan sejuta alasan tuk menunda suatu action positif. Aku tau itu, Secara teori aku tau mengatasinya. Tapi seolah alam bawah sadar memerintahkan seluruh anggota tubuh ini tuk terpaku membiarkan sang waktu pergi meninggalkanku.

Apakah harus kubiarkan. Tentu tidak. Yang harus ku lakukan adalah...................NO mind..........ya no mind. jangan mikir. 

Kita emang ga tau apa yang terjadi hari esok, satu jam yang akan datang, satu menit yang akan datang, atau bahkan satu detik yang akan datang. Ya, semuanya serba tak pasti.
Tapi aku nggak tau kenapa pikiran selalu mencari situasi terbaik. Bahkan ketika situasi sudah begitu baik. Kamu masih menunggu situasi yang lebih baik itu datang. Namun ternyata situasi terbaik itu telah kamu lewatkan dan tak datang lagi. Sering kali begitu dan selalu begitu. Dalam hal - hal kecil apalagi dalam hal - hal besar.

Ah sudahlah, kamu nggak usah banyak berpikir, nggak usah banyak nulis. Just action now

Contoh Proposal ke Penerbit



Ini contoh proposal yang saya kirim ke penerbit untuk meyakinkan penerbit mau menerima naskah saya:

Buku yang saya ajukan waktu itu adalah Novel Tangguh Perkasa

Kenapa Buku Ini Layak terbit dan Best Seller

Saya mengerti bahwa setiap naskah yang masuk ke penerbit akan dipertimbangkan dari segi kualitas dan juga nilai jual. Oleh karena itu saya menuliskan proposal singkat ini untuk meyakinkan penerbit bahwa naskah ini layak terbit, dan layak menjadi best seller.

Berikut beberapa hal yang saya yakini bahwa buku ini layak terbit secara nasional dan layak best seller :

> Dari segi kualitas Buku dan Nilai Jual :

·         Tema cerita yang berbeda dari kebanyakan Novel.
Novel ini merupakan Novel inspiratif yang menceritakan tentang perjuangan seorang anak yang dulunya dianggap lemah. Namun ia berusaha untuk menjadi anak yang tangguh. Hingga akhirnya ia bisa menyelamatkan desanya.
Novel ini juga tentang perjuangan mengejar impian, cinta, dan perjuangan untuk menemukan kembali anggota keluarga yang sempat terpisah.

·         Terdapat kutipan inspiratif
Dalam Novel ini ada kutipan-kutipan inspiratif yang dapat memotivasi pembaca

·         Gaya penceritaan yang menarik
Gaya penceritaan novel ini sangat mudah dimengerti dan sangat menarik. Ada lucunya, dan ada pula banyak nilai dan kata-kata inspiratif di dalamnya. Sehingga pembaca tidak akan bosan membacanya.

·         Cover yang menarik
Saya telah membuat desain cover yang menarik bagi pengunjung toko buku yang melihatnya sehingga tertarik untuk membeli.  Namun saya rasa penerbit juga bisa menghasilkan cover yang menarik. Saya bisa memberikan masukan agar buku ini terlihat menarik untuk dibeli.

·         Direkomendasikan oleh Merry Riana (Motivator Wanita No.1 di Indonesia dan Asia)
Novel inspiratif ini juga telah diendorse dan direkomendasikan oleh Merry Riana, motivator wanita no. 1 di Indonesia. Yang buku-bukunya pun telah laris di pasaran. Dan beliau adalah tokoh yang sangat dikenal sebagai motivator, pengisi acara talkshow di radio, pengisi acara motivasi di TV, dan lain sebagainya. Jadi buku ini memiliki nilai jual yang tinggi untuk diterbitkan dan menjadi best seller.

Berikut adalah kata-kata Merry Riana tentang buku ini :

"Tangguh Perkasa karya Rival Ardiles adalah novel yang ringan dan menarik. Kisah hidup Tangguh, mengingatkan kita semua bahwa tak ada yang mustahil. Bekerja keras membawa Tangguh berhasil mencapai apa yang Ia inginkan. Dalam setiap pikiran, dalam setiap harapan, Tangguh terus percaya bahwa apa yang ia perjuangkan pasti akan membuahkan hasil, dan Tangguh telah menjadikan nyata kegigihannya tersebut. Buku ini dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi Anda semua. Tidak peduli bagaimana latar belakang keluarga Anda, tidak peduli keterbatasan ekonomi yang Anda miliki, Anda pasti bisa menggapai semua mimpi, asal Anda yakin dan terus berusaha. Baca buku ini, perjuangkan mimpi Anda, dan berkaryalah untuk negara kita tercinta. Indonesia, Pasti Bisa!"

Novel ini mulai ditulis tahun 2010 dan selesai tahun 2011. Namun setelah itu saya mengevaluasi berulang-ulang, membaca berulang-ulang dan memperbaiki berulang-ulang serta membandingkan dengan novel-novel best seller lainnya hingga akhirnya bisa menghasilkan cerita yang menarik.
Selain dari segi kualitas dan nilai jual buku ini, saya pun siap untuk membantu mempromosikan buku ini melalui media online dan offline. Melalui media online seperti misalnya saya akan mengadakan kuis  yang melibatkan banyak orang untuk men-share di media social, dll. Melalui offline misalnya dengan mengadakan acara-acara seminar, talkshow, bedahbuku, dan lain sebagainya bersama penerbit..

Demikian proposal singkat dari saya ini. Semoga penerbit berkenan untuk menerbitkan karya saya. Dan saya jamin, penerbit takkan rugi.


Trimakasih,

Rival Ardiles S.


Tetesan Air di Batu

Di salah satu gua di pangandaran. Ada sebuah batu yang berbentuk cekung seperti mangkok besar. Di sana pun pernah dipakai shooting film mak lampir. Batu tersebut dipakai sebagai kaca benggala dalam film tersebut. Yang menarik dari batu itu adalah proses pembentukkannya. Batu itu dibentuk dari tetesan – tetesan air yang terus menetesinya selama bertahun – tahun. Betapa kerasnya batu dan betapa lembeknya air namun mampu mengalahkan kekerasan batu tersebut. Tak usah jauh – jauh. Kadang di depan rumah kita pun ada sebuah batu yang selalu ditetesi air dan tidak berpindah posisi. Dan batu tersebut terlihat ada dekokan akibat tetesan air tersebut.

Yang menjadi pertanyaan adalah berapa tetes yang dibutuhkan air untuk mengalahkan batu. Akupun tak tau tapi yang pasti banyak orang sukses yang secara sadar ataupun tak sadar mengikuti filosofi ini. Thomas Alfa Edison melakukan ribuan kali percobaan untuk membuat bohlam lampu yang bisa menerangi dunia di kala malam. Soichiro Honda, pendiri Honda motor ini mengakui bahwa kegagalannya 99 % sementara keberhasilannya hanya 1 %. Kolonel Sanders, resep Frid chikennya ditolak lebih dari seribu kali.


Yang dibutuhkan adalah focus untuk menggapai tujuan. Seperti halnya air yang selalu focus pada satu titik untuk mengalahkan batu

Seperti Pohon

 

Seperti sebuah pohon kaktus di tengah luasnya padang gurun
Tak ada tanaman lain di sekeliling, tak ada suara.
Yang ada hanyalah desahan angin di teriknya mentari yang menyengat.
Yang meretakkan tanah di sekitar pohon, bahkan hampir meretakkan pohon itu.
Yang ada hanyalah butiran – butiran pasir yang kadang menjadi debu  bersama hembusan angin
Yang ada hanyalah duri-duri yang menusuk tubuhnya sendiri
Bahkan unta – unta pun tak hendak menghampiri.

Ketika malam tiba, mentari pun pergi.
Panasnya terik matahari pun hilang.
Namun yang datang adalah dingin yang begitu menusuk
Di tengah kesunyian malam yang terlihat hanyalah gugusan bintang di angkasa yang tak bisa di gapai

Pohon kaktus adalah pohon kaktus
Yang takkan pernah bisa berjalan, karena pohon kaktus takkan pernah punya kaki.
Selalu ada di luasnya gurun yang tandus dan sepi
Bukan di perkebunan atau di hutan

Dan aku adalah aku, yang bisa berlari, yang bisa melompat, yang bisa berbicara.
Namun selalu ada hal yang belum seperti yang ku inginkan
Inginku seperti pohon kelapa yang kokoh dan selalu melambai – lambai
Inginku seperti pohon sakura di musim semi yang slalu memberikan keindahan
Inginku seperti padi yang selalu dibutuhkan orang
Dan aku akan selalu tumbuh, hingga dahanku mencapai langit dan akarku menghujam ke bumi.


Surat Resign yang Mengharukan dan Dramatis


Waktu itu kadang suka bingung gimana caranya menyampaikan ke atasan kalau saya mau resign. Harus pake alasan apa. Akhirnya waktu itu jujur aja sesuai dengan apa yang benar-benar saya alami.

Jadi saya kirim surat resign ke atasan yang ditulis dari hati.

Ini surat resign yang waktu itu saya tulis:



Yth. Pa ****


Sebelumnya saya minta maaf pak, kalo selama ini saya sering salah, atau sering kurang maksimal dalam pekerjaan belakangan ini. Saya juga ingin mengucapakan trimakasih, saya ngerasa disini semuanya baik, kondisi lingkungan kerja, rekan-rekannya, termasuk Pa **** yang udah baik banget. Tapi hidup itu ibarat sebuah perjalanan panjang, dimana di sebuah titik dalam perjalanan tersebut terkadang kita akan temukan persimpangan. Disaat itulah hati akan memilih dengan sendirinya persimpangan mana yang akan dipilih. Dan itu yang saya alami saat ini.

Sebelumnya, saya berpikir tentang pola hidup sama seperti orang lain pada umumnya, Sekolah > Kuliah > Kerja > pensiun. Saya berpikir sama seperti orang lain pada umumnya, kalau habis kuliah ya bekerja sebagai karyawan, dengan penghasilan tetap setiap bulan.

Tapi belakangan saya berpikir bahwa hidup itu pilihan, dan hidup di dunia itu cuma satu kali. Ada banyak pertanyaan yang menyeruak dan berkumul dalam benak saya belakangan ini pa,

“Apa yang ingin kamu capai?”
“Apa impian kamu dengan pekerjaan ini?”
“Apa ini pekerjaan yang menyenangkan dalam hidup kamu?”
“Apa yang menjadi tujuan kamu?”
“Apa ini cita-cita kamu?”
“Apa manfaat yang bisa kamu berikan dalam hidup?”

Kemudian saya bayangkan diri saya di tempat ini, 1 tahun ke depan, 5 tahun ke depan, 10 tahun ke depan. Tapi rupanya saya nggak mampu menjawab semua pertanyaan itu pak. Saya ngerasa saya nggak akan berkembang disini pak. Saya nggak tau apa yang saya tuju beberapa tahun ke depan disini pa. Saya ngerasa semuanya akan sama saja seperti sekarang.

Saya banyak baca kisah orang-orang sukses. Dan ternyata kebanyakan bukan karena pendidikan. Banyak yang di DO, banyak juga yang sukses di bidang yang tak berkaitan dengan latar belakang pendidikannya. Sampai saya yakini bahwa mereka semua mengikuti passion, atau panggilan jiwanya untuk mengerjakan apa yang mereka sukai.

 Belakangan saya baru temukan apa yang menjadi passion saya, apa yang menjadi panggilan jiwa saya untuk menjalani hidup ini pa. Saya ingin membuat usaha penerbitan dan menerbitkan banyak karya yang inspiratif. Itu hal yang saya pikirikan saat ini. Saya nggak peduli berapa penghasilan saya dengan itu. Walau disisi lain saya emang masih banyak kekurangan, tapi saya percaya kalau segala hal jika dikerjakan dengan hati pasti hasilnya lebih baik. Dan saya percaya bahwa rejeki itu datangnya dari Allah. Dan pintu rejeki itu ada di setiap penjuru.

Jadi dengan berat hati kemungkinan saya bakal bernti dari *****, pa. Ini bukan soal gaji, atau apapun. Tapi ini lebih kepada pilihan hidup, pilihan hati. Dan saya berharap ini pilihan yang terbaik untuk saya, dan juga untuk perusahaan. Sekali lagi saya minta maaf pa.

Berat banget buat ngambil keputusan ini pa, disini semuanya baik, tapi saya ngerasa harus mengikuti kata hati saya, walaupun beresiko. Dan saya inget sebuah kutipan pidato dari Steve Jobs, yang kurang lebih seperti ini,

Anda harus menemukan apa yang anda sukai. Itu berlaku baik untuk pekerjaan maupun pasangan hidup anda. Pekerjaan anda akan menghabiskan sebagian besar hidup anda, dan kepuasan sejati hanya bisa diraih dengan melakukan sesuatu yang hebat. Dan anda hanya bisa hebat dengan melakukan apa yang anda sukai.Hati anda akan mengatakannya jika anda telah menemukannya.

Waktu hidup terbatas, jadi jangan sia-siakan dengan menjalani hidup orang lain. Jangan terperangkap dengan dogma-yaitu hidup bersandar pada hasil pemikiran orang lain. Jangan biarkan omongan orang menulikan anda sehingga tidak mendengar kata hati anda, maka anda pun akan sampai pada apa yang anda inginkan. Semua hal lainnya hanya nomer dua.

Sekali lagi saya minta maaf pa. Tapi saya yakin dengan keputusan saya. Maaf kalau yang saya ungkapkan di atas terlalu dramatis. Tapi saya cuma ingin semuanya jelas dan tak ada persepsi lain soal ini. Selebihnya jika ada yang kurang, mungkin nanti bisa saya bicarakan dikantor.

Trimakasih,



~Rival~