Rabu, 28 November 2012

Hujan



Dan Dialah yang menurunkan air "hujan" dari langit lalu kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau, Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang korma mengurai tangkai-tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan tidak serupa. Perhatikanlah buahnya di waktu pohonnya berbuah, dan (perhatikan pulalah) kematangannya. Sesungguhnya pada yang demikian itu ada tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. (QS. 6:99)


Hujan, di saat ia tak datang ia dieluhkan, namun saat ia datang ia dikeluhkan.
Langit menghitam menutup sinar sang surya. Ada ibu-ibu yang memetik pakaian dari jemurannya, ada pula anak-anak yang masuk ke rumahnya masing-masing. Dan tetes demi tetes air menghujam bumi, seolah ribuan anak panah dilontarkan dari langit sana. Seketika tanah yang gersang mulai basah dan menggenang. Orang-orang menyambut dengan suka cita kedatangannya setelah sekian lama tanah tandus, air sumur mengering, tanaman mati, namun kini seolah hidup kembali.
Semua tersenyum seraya mengucap syukur akan anugerah ini. Tak peduli walau jalanan sedikit becek, jemuran tak kering, atau ada pula yang pakaiannya kebasahan karena kehujanan, tapi mereka menyambutnya dengan sukacita.

Hari berikutnya tiba. Matahari yang sedari pagi menyinari mulai redup tertutup mendung di kala siang. Tetes demi tetes itu pun turun kembali dan tak urung berhenti hingga datangnya petang. Yang dari kantor terlambat pulang karena menunggu hujan reda, ada pula yang terjebak macet. Nampaknya senyum mereka kemarin ketika hujan turun mulai redup.

Hari kembali berganti. Tak lama langit nan biru berubah menjadi gelap. Petir pun menyambar saling bergantian, seolah sedang bercengkrama. Tetesan air yang tak terhitung jumlahnya kembali turun dan tak berhenti hingga datangnya malam. Banyak orang yang mulai mengeluhkan kedatangannya, senyum mereka telah berbalik 180 derajat yang tadinya ibarat parabola, namun kali ini ibarat parabola yang terbalik.

Hari esoknya pun tiba. Matahari hanya memberikan sinarnya di kala pagi, selanjutnya ia teretutup awan pekat dan menerjunkan jutaan tetes air yang tak pernah habis hingga datangnya malam. Beberapa wilayah mulai menggenang, sungai mulai meluap, masyarakat mulai mengungsi. Kali ini jangankan senyum, semuanya mangutuk kedatangan hujan. Seolah tak sadar mengapa meraka tinggal di bantalan sungai, mengapa membuang sampah di saluran.

Kadang, setelah hujan ada sebuah lengkungan berwarna-warni nan indah membentang di langit. Itulah pelangi. Sang hujan kembali tersenyum karena masih ada keindahan di balik kedatangannya. Dan ia akan pergi, kemudian kembali saat orang-orang merindukan kehadirannya. Walaupun ia sadar, setelah ia hadir akan kembali dibenci.

1 komentar so far


EmoticonEmoticon